Hujan yang Hangat

85 9 0
                                    

Aku berjalan entah kemana dan tanpa sadar ternyata langit sudah sangat gelap. Tidak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Disaat seperti ini aku sangat senang aku bisa meluapkan rasa sedih dan frustasiku bersama hujan. Aku menangis keras seperti hujan yang membasahiku saat ini, semua ini terlalu berat untukku terima. Orang tuaku membuangku, diadopsi hanya untuk menjadi wadah iblis, bekerja menjadi model karena aku ingin membiayai adikku yang saat ini sedang berada dirumah sakit. Kenapa menyakitkan? Aku memang bukan seorang putri, tapi adikku butuh aku. Saat menangis seperti ini kurasakan sebuah payung menangkal tubuhku dari air hujan dan sebuah jas menutupi tubuhku yang kedinginan. "Kau ini sudah dewasa, berhentilah bersikap seperti anak kecil. Aku tahu pekerjaanmu berat, tapi pasti ada alasannya kenapa kau sampai seperti ini. Ayo kembali, jangan membuat manajermu khawatir" suara dingin yang membuatku muak mendengarnya, untuk apa orang ini mengikutiku? "Kenapa kau peduli? Aku hanya orang yang menganggap diriku sendiri seperti putri, aku tidak butuh belas kasihan siapapun" kataku sambil terus berusaha berlalu dari orang itu. Tapi dia malah menggenggam tanganku erat, "Baiklah, aku minta maaf perkataanku menyakitimu. Sekarang kembalilah semuanya menunggumu" katanya berusaha membujukku. "Aku tidak mau, aku ingin sendiri" tolakku sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya. Bukannya melepaskan tanganku dia malah menggenggamnya makin keras, "Tidak, aku ditugaskan untuk menjagamu. Jangan membuat ini menjadi sulit". Aku hanya bisa menangis, tanpa sadar aku sudah menangis sangat keras mengalahkan derasnya suara hujan. Dia langsung mendekapku lembut, membiarkan aku menangis di dadanya yang bidang.

"Kalau memang seberat itu, maukah kau menceritakannya kepadaku? Biarkan aku tahu semua tentang dirimu" katanya dengan suara yang pelan, aku menatap wajahnya dan mengangguk pelan. "Sudah ayo kita kembali, manajermu sangat khawatir saat ini" ajaknya kali ini lembut. Aku tidak menyangka dia bisa selembut ini padaku. Padahal sebelumnya dia sangat kasar. Kami berjalan berdampingan dengan perlahan tanpa banyak berbicara. "Jadi, kau diadopsi oleh keluarga kaya untuk menjadi wadah iblis?" tanya Nanami sambil terus melihat kedepan. "Iya, mereka orang yang baik diluar. Tapi didalam diri mereka terdapat jiwa yang membuatku sangat jijik melihatnya. Mereka mengadopsiku hanya untuk wadah supaya iblis itu memiliki tempat untuk kekuatannya. Dan tidak lama mereka memiliki anak, aku menyayangi anak mereka seperti adikku sendiri. Juga sebaliknya anak mereka menyayangiku seperti kakak kandungnya sendiri. Tapi tidak berselang lama, kejadian-kejadian aneh terus muncul. Sampai-" tiba-tiba aku terhenti ditengah ceritaku menahan rasa sedih dan mual disaat yang bersamaan. Nanami merangkul bahuku lembut, "Baiklah sampai situ saja dulu. Ceritakan lagi setelah kau siap, mengerti?" katanya menenangkanku. Untuk beberapa saat aku merasa tenang karena aku bisa bersamanya. Tapi tetap saja kata-katanya masih membuatku sakit hati. "Ngomong-ngomong kenapa kau mengejarku?" tanyaku kali ini. "Rasa bersalah, mungkin. Aku bukan orang yang pintar menjaga perasaan seseorang, terutama kepada wanita. Aku mengatakan apa yang perlu ku katakan jadi aku menjaga batasan terhadap sesuatu yang sesuai dengan batasannya. Tapi ini pertama kalinya aku sampai mengejar wanita ditengah hujan, dan mendengar ceritamu tadi aku tidak tahu apakah aku kuat jika ada diposisimu. Itu terlalu berat untukmu" katanya yang tidak ditutup-tutupi. Apa memang dia sefrontal itu? Pantas saja dia terlalu canggung bila didekatku. "Ah... itu sebabnya. Kau sebenarnya canggungkan?" tebakku yang ternyata benar, dia langsung mengalihkan pandangannya.

"Ya, bisa kau bilang seperti itu. Sudah lebih baik kita bahas itu lain kali, saat ini keselamatanmu menjadi prioritas kami" lanjut Nanami masih tanpa berani melihat wajahku, aku kesal. Aku pegang wajah Nanami dengan kedua tangan agar melihat kearahku. "Jika sedang berbicara tatap matanya, lihat wajah lawan bicaramu. Tidak sopan tahu" kataku tegas, Nanami masih diam seribu bahasa tapi dia mulai berani menatap mataku. Begitu sadar aku langsung melepaskan tanganku dari wajahnya, "M-maaf, aku kesal k-kamu selalu melihat kearah lain saat sedang berbicara denganku, i-itu t-tidak s-sopan" lanjutku malu-malu. Ini pertama kalinya aku blushing semerah ini, aku merasa wajahku merah seperti kepiting rebus. "Baiklah, akan aku coba" jawabnya dengan santai, dan tanpa ekspresi. Dasar... aku sudah semalu ini dia malah biasa saja. Menyebalkan.

Akhirnya kami sampai di café tadi. Manajerku langsung memelukku sambil menangis. "Syukurlah kau baik-baik saja, tidak ada yang terluka kan?" tanya manajerku dengan panik, "Aku baik-baik saja. Maaf tiba-tiba berlari seperti tadi, aku hanya teringat dengan adikku. Makanya aku agak emosional" aku meminta maaf kepada manajer dan yang lain. Jujur saja aku sedikit merasa malu. "Sudahlah kau tidak salah. Yang salah itu Nanami, dia tidak peka terhadap perasaan wanita" kata Gojo menenangkanku. Kulihat Nobara seperti akan mengeluarkan tinjunya. "N-Nobara, kamu kenapa?" tanyaku sedikit khawatir. "Bisa-bisanya seseorang seperti dia menyakiti Queen. Akan kubunuh dia, tidak peduli dia penyihir tingkat satu aku akan tetap memberinya pelajaran" kata Nobara yang langsung mengarahkan tinjunya kepada Nanami, dan tentunya tidak semudah itu. Nanami menahan kepala Nobara agar tidak mendekatinya, sedangkan Nobara masih terus menerus mengarahkan kepalan tangannya kepada Nanami. "Kau harus belajar menahan emosimu, Nobara" kata Nanami dengan santainya. Aku terkikik sedikit, Nanami melihatku dan dia tersenyum. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum seperti itu. Dia terlihat sangat mempesona. "Y/n, mau sampai kapan kau memakai jas milik Nanami?" manajerku mengingatkan. "Oh iya, maaf. Ini jasmu, terima kasih sudah meminjamkannya" kataku sambil memberikan kembali jas Nanami. "Iya, tidak masalah" sipemilik jas tersebut menerimanya, dan saat dia mengambil jas itu, dia sengaja memegang tanganku lagi. Rasanya seperti déjà vu. "Ehem..." suara dehem oleh Gojo membuyarkan lamunanku. Dia tidak bisa lihat orang sedang serius sedikit.

"Ya ampun! Y/n, matamu memerah dan bengkak. Kamu menangis tadi?" manajerku yang melihat kondisi mataku langsung panik. "I-itu..." belum sempat aku bicara, dia sudah sibuk dengan ponselnya untuk mencari skincare yang pas agar mataku kembali seperti semula. Aku menghela nafas panjang. "Baiklah sebaiknya kami kembali ke apart. Sampai bertemu besok. Maaf atas kejadian yang tidak mengenakan tadi" kataku meminta maaf lagi. "T-tidak apa-apa! Kalau memang tidak suka kenapa harus dipaksa, lagi pula Nanami itu salah. Kau bukan putri tapi kau itu Queen (ratu)" jawab Nobara dengan sangat lantang, tunggu Queen? Dia memang unik sekali. "Terima kasih Nobara, aku berhutang banyak padamu" kataku sambil mencium pipi Nobara. Nobara yang terlalu senang langsung memelukku dengan girangnya. "Kau mau jadi adikku selama aku disini?" tawarku yang tentu saja diterima oleh Nobara. Teman-temannya hanya diam sambil tersenyum, Gojo dan Nanami juga sedikit berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi aku lihat Nanami sedikit gusar setelah mendengar perkataan Gojo. "Mari kita sudahi pertemuan kali ini, kami akan menantikan saat bekerja sama dengan kalian" lanjut manajerku sambil menarikku dari pelukan Nobara dan segera berlalu menjauhi mereka. "Kita bertemu lagi besok ya!" teriakku dari jauh sambil melambaikan tangan. Aku sangat menantikan besok.

.

.

.

to be continued...

my freaky guardian (NanamixY/n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang