Sebuah paket mendarat di kantor Jeslin. Rupanya beberapa bingkisan dari Oma dan Opa-nya yang tinggal di Bali baru saja sampai setelah melewati beberapa hari dalam perjalanan di antar kurir. Oma Opa yang masih ia miliki adalah dari pihak Papa, dan hanya merekalah satu-satunya keluarga yang paling dekat. Sebenarnya Jeslin masih memiliki Om dan Tante, hanya saja mereka semua tinggal di luar negeri dan jarang sekali kembali ke tanah air.
Jeslin segera menghubungi Daniel, karena bagaimana pun dia harus membagi makanan itu kepada adiknya. "Dan, kamu di mana?" tanya Jeslin begitu telepon tersambung.
"Seperti biasa. Di kantor. Kenapa, kak?"
"Ya sudah, nanti aku mampir ke kantormu. Ada oleh-oleh dari Oma."
"Wah, asyik. Oke, aku tunggu."
Jeslin keluar kantor di jam istirahat. Membawa paper bag yang sudah ia siapkan untuk sang adik. Ia sudah membagi makanan khas Bali dari Oma nya secara adil. Bahkan Jeslin juga membaginya untuk teman-teman di kantor. Oma-nya memang sangat suka membuat berbagai camilan, dan Jeslin sangat suka makanan buatan sang nenek.
Gedung bertingkat yang dulu milik sang Papa, kini sudah beralih diurus oleh Daniel. Begitu Jeslin masuk, di pintu depan dia sudah disambut oleh karyawan yang sudah hafal betul siapa Jeslin.
"Daniel mana?" tanyanya sambil jalan terus menuju lift.
Wanita dengan setelan rapi tersebut juga mengikuti langkah Jeslin. "Ada di kantornya, Bu. Mari saya bantu bawakan belanjaannya," katanya berusaha sopan. Dia adalah sekertaris Daniel yang sebenarnya hendak keluar kantor sebentar karena suruhan sang pemimpin perusahaan untuk membeli kopi.
"Nggak usah. Aku sendiri saja. Kamu mau ke mana, Siska?" tanya Jeslin sambil melirik padanya.
"Disuruh Pak Daniel beli kopi di depan. Ada temannya juga di atas."
"Teman? Siapa? Pacar?"
"Bukan, Bu. Laki-laki."
"Oh ya sudah. Kamu beli kopi saja sana. Saya pesankan satu juga, black coffe, ya. Makasih Siska," ucap Jeslin yang kini sudah masuk ke dalam lift, dan menutup pintunya.
Siska hanya berdiri di depan pintu lift sambil mengangguk. Semua orang tau, kalau Daniel memiliki selera bagus untuk seduhan kopi. Dia jarang minum kopi di kantor, atau memesan ke pantry. Daniel lebih suka kopi buatan kafe yang ada di depan kantornya.
Jeslin sudah sampai di lantai 15. Di mana itu merupakan lantai paling atas di gedung ini, dan ruangan Daniel berada. Lantai ini hanya memiliki satu ruangan khusus milik Daniel. Tempat kerja Siska berada tepat di depan pintu masuk ruangan Daniel, dengan meja besar dan panjang ditambah sekat setinggi dada orang dewasa sebagai privasinya.
Tanpa ragu, Jeslin berjalan menuju ruangan Daniel sambil menenteng beberapa paper bag di kedua tangannya. Sampai di depan pintu yang bertuliskan direktur, Jeslin segera masuk ke dalam tanpa mengetuk atau mengucapkan salam lebih dulu.
Dua pria yang berada di dalam langsung menoleh padanya. Sama-sama terkejut dengan kedatangan gadis itu.
"Loh, Kakak sudah sampai? Nggak ketemu Siska? Kan bisa bantu bawakan barang-barang," kata sang adik sambil menyambut kakaknya dan langsung mengambil alih barang bawaan Jeslin.
"Ketemu tadi di bawah. Aku bisa kok sendiri. Kasihan nanti Siska bolak-balik."
"Duduk dulu. Capek, kan?"
Pria satunya, yakni teman Daniel tadi, sempat bengong sambil terus memperhatikan Jeslin. Gadis itu pun ikut menatap laki-laki tadi sambil mengerutkan kening.
"Kamu ...?" tanya Jeslin sambil menunjuk pria yang masih berdiri kaku di dekat meja kerja Daniel.
"Iya, aku. Kita ... Ketemu lagi," ucapnya dengan seulas senyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mate Is A Military Man
Sachbücher[Hanya 5 bab saja yang tersedia di wattpad. Sisanya bisa dibaca di fizzo.] Jeslin menjadi korban pelecehan seksual oleh kenalannya. Dia lantas mulai takut pada pria yang mendekat, hingga akhirnya muncul Ben sebagai pengobat rasa sakitnya. Tapi rasa...