4. Ben dan keraguannya ✔

15 0 0
                                    

Pagi ini Jeslin sudah berada di Ball room hotel Java Haritage untuk sebuah acara launching novel terbarunya. Tidak hanya novel miliknya saja yang memenuhi meja utama, tapi beberapa novel lainnya dari penulis berbakat yang berada dalam naungan penerbitan CV. Novelindo Mandiri.

Jeslin bekerja di perusahaan penerbitan itu, berawal sebagai penulis harian lepas. Dia kerap menulis cerpen dan cerbung yang selalu laris manis di pasaran. Sampai akhirnya dia dilirik oleh salah satu editor untuk membantu merapikan naskah penulis lain yang mulai berdatangan.

Tentu saja, selain menjadi editor, dia pun tetap bisa menulis novel karena menulis sudah mendarah daging bagi Jeslin. Dengan menulis kisah dalam cerita fiksi miliknya, Jeslin memiliki imajinasi besar di kepalanya. Kehidupan bahagia yang belum pernah ia rasakan, hanya bisa ia tuangkan dalam sebuah cerita cinta fiksi karyanya saja. Terkadang dia menambahkan kisah kehidupan pribadinya sebagai penambah rasa, sekaligus membuatnya terasa nyata. Hingga beberapa pembaca selalu ketagihan membaca cerita nya. Tentu dengan embel-embel kalau semua yang ia tulis hanya sebuah kisah fiksi.

Jeslin sudah sibuk sejak subuh, menyiapkan semua hal bersama kru inti acara. Pukul 10.00 nanti, acara akan dimulai. Semua harus sudah siap. Seharusnya sebagai bintang tamu, Jeslin tidak perlu sibuk mondar-mandir untuk segala kerumitan dekorasi serta panggung, tapi dia termasuk seseorang yang perfeksionis dan tekun dalam bekerja. Itu yang membuat beberapa rekan kerjanya senang dengan kinerja gadis itu.

Disisi lain, Daniel sedang naik mobil bersama Ben. Mereka hendak sarapan bersama sekaligus membahas proyek yang sedang mereka kerjakan. Ben, juga seorang pengusaha. Walau sebenarnya dia tidak terlalu menyukai menjadi pebisnis, dan lebih tertarik pada dunia olahraga. Tapi karena tuntutan dari keluarga, maka dia pun harus ikut mengurusi perusahan sang ayah. Toh dia masih bisa melatih taekwondo setiap seminggu dua kali.

"Aku rasa bisnis properti kita di sana bisa berjalan mulus. Tapi tetap saja, kita berdua harus melihat bagaimana kondisi di lapangan," kata Daniel sambil fokus melihat gawai di tangan.

"Iya, pasti, Nil. Kapan kamu ada waktu ke sana? Kalau bisa jangan sampai bulan depan. Aku ada pertandingan, dan pasti bakal jarang ngantor untuk beberapa hari." Kali ini Ben fokus menyetir. Pagi buta tadi, dia sudah menyambangi apartemen Daniel untuk berangkat bersama sebelum dia datang ke kantor.

Bisnis properti yang sedang mereka jalankan, memang sudah mulai tahap pembangunan. Daniel dan Ben akan membangun kompleks apartemen mewah di beberapa kota di Pulau Jawa dan Bali. Mereka mencari peluang di beberapa kota besar yang masih minim bangunan mewah tersebut. Tidak hanya apartemen mewah saja, tapi juga bisnis wisata, dengan paket tur murah yang mereka sediakan cukup menarik. Terutama bagi para kawula muda belakangan yang menyukai traveling sebagai sebuah gaya hidup modern di era sekarang.

"Akhir bulan nanti, ya? Bagaimana? Minggu ini aku sibuk banget." Daniel mematikan ponselnya dan menatap sang sahabat yang terlihat tampan dengan kaca mata hitam di hidungnya.

"Ya boleh aja. Kamu atur saja waktunya. Di sini yang sering nggak punya waktu senggang kan kamu!" sindir Ben.

"Oh ya? Ah, cuma perasaan mu saja. Buktinya sesibuk apa pun aku, tetap saja aku selalu bisa diajak makan siang atau sarapan bareng, kan? Nggak kayak kamu. Sok sibuk."

"Cih, sombong banget. Iya, Pak direktur. Terus kita mau makan di mana? Kamu kan, paling susah kalau diajak makan yang nggak sesuai hatimu. Mirip kayak perempuan aja. Ribet."

Daniel menyalakan ponselnya, dan seketika langsung terlihat sebuah status instagram milik kakaknya yang sedang melakukan live.

"Eum, ke hotel Java Heritage aja," ucapnya sambil menarik salah satu sudut bibirnya.

Ia teringat akan kejadian beberapa hari lalu, saat Jeslin datang ke kantornya dan bertemu Ben di sana. Rasanya Daniel ingin menjodohkan sang kakak dengan sahabatnya itu diam-diam. Dia menyadari kalau Ben tertarik pada Jelasin, walau tidak sebaliknya. Tapi rasanya bagi Daniel, dia akan lebih tenang jika kakaknya bersama sahabatnya itu. Daniel sangat mengenal Ben sejak jaman sekolah dulu, dan dia tau bagaimana watak dan karakter Ben. Walau rasanya akan butuh banyak perjuangan jika Ben mengejar kakaknya, karena Jeslin merupakan tipe wanita yang sulit didekati lawan jenis. Bahkan Daniel sempat bertanya tanya, apakah kakaknya normal, atau tidak.

Mobil mulai berbelok ke pelataran parkir hotel bintang lima tersebut. Suasana tempat itu sudah cukup ramai dengan mobil yang berjejer rapi. Spanduk besar terlihat di depan hotel dengan menampilkan nama penulis yang hendak launching buku mereka. Bahkan di halaman parkir saja sudah banyak orang yang datang sebagai tamu undangan dan penggemar yang hendak bertemu idola mereka.

Ben memarkirkan mobil di sudut yang masih kosong. Mereka berdua langsung keluar. Ben tengak tengok sekitar karena merasa tempat ini terlalu ramai pagi ini.

"Ada acara apa sih? Tumben ramai gini."

"Memangnya kamu nggak baca spanduk di depan tadi?" tanya Daniel menunjuk kain lebar di belakang mereka. Ben menggeleng.

"Ada acara launching buku. Kita mampir sebentar ke situ, ya."

"Launching buku? Tumben kamu suka baca novel? Sejak kapan?" Ben menatap curiga pada sahabatnya yang terlihat aneh.

"Sejak ... Jeslin nulis novel."

"Jeslin nulis novel?" tanya Ben antusias.

"Iya, aku belum cerita, ya, kemarin?" tanyanya lalu berjalan mendekat. Daniel lantas menunjuk spanduk yang berkibar tertiup angin. Walau posisi mereka di belakang kain lebar itu, tapi tulisan serta gambar nya tetap bisa terlihat dari tempat mereka. "Tuh, Jeslin Haryono, penulis novel  the tragedy of amaryllis."

Ben tertegun melihat foto Jeslin yang berada di antara deretan penulis lain. Dia baru menyadari hal tersebut, dan lucunya dia juga baru tau kalau gadis yang sempat mencuri perhatiannya sejak beberapa minggu ini adalah seorang penulis novel. Ben terlalu sungkan untuk menanyakan banyak hal tentang Jeslin pada Daniel. Walau rasa penasarannya yang cukup besar, tapi nyali nya tidak sebesar perasaannya. Apalagi setelah tau kalau gadis itu adalah kakak sahabatnya sendiri. Ditambah lagi, dia masih menyimpan tanda tanya besar tentang kedatangan Jeslin ke dokter kandungan beberapa hari lalu.

Kemarin Ben hanya mendapatkan informasi dari Daniel tentang status Jeslin yang masih lajang. Bahkan belum pernah pacaran. Ben tidak percaya dan terus mengorek informasi tentang Jeslin, dan tetap saja, Daniel mengatakan kalau gadis itu tidak sedang dekat dengan pria mana pun. Daniel bisa menjamin itu, karena di antara dirinya dengan sang kakak selalu terbuka dan jarang menyimpan rahasia. Terutama masalah percintaan.  Walau pada akhirnya Daniel tidak tau, apa yang terjadi pada sang kakak, atas tragedi yang telah merenggut kesuciannya itu. Terkadang Jeslin ingin menceritakan hal itu pada adiknya, hanya saja dia terlalu takut dan malu.

Dia juga tidak ingin mencemarkan nama baik keluarga. Ian sudah mengancam akan menyebarkan video kejadian tersebut ke publik kalau Jeslin mengadu pada orang lain. Dia tidak mau nama baik Daniel tercoreng karena hal itu. Jika saja Daniel tau, Jeslin yakin masalah itu akan berbuntut panjang. Jeslin tidak ingin mengingat hal itu lagi. Bahkan mendengar nama Ian saja, dia sudah tidak sudi.

My Mate Is A Military ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang