Sore menjelang malam, Maghrib hampir berkumandang saat Abi keluar dari kantornya menuju ke lobby. Sudah menjadi kebiasaannya pulang saat hampir Maghrib, apa lagi besok weekend, kantornya cuma lima hari kerja."Thanks, Pak." Abi tersenyum saat Pak Indro sudah memberikan kunci mobil Mazda-nya ke tangan Abi.
Abi langsung tancap gas menuju ke cafe tempat biasa dia menghabiskan malam dengan obrolan-obrolan ringan bersama si Jo. Cafe itu enggak besar, enggak kecil, enggak mahal, tapi juga enggak murah. Standart-lah, tapi justru gara-gara itu cafe-nya tak pernah sepi. Selalu banyak pengunjung, entah dari kalangan mahasiswa sampai pegawai kantoran yang ingin ngopi-ngopi dulu sebelum pulang ke rumah.
Namun yang bikin Abi dan Jo betah bukan hanya karena harganya yang pas di kantong saja, tapi memang kopi di sana sangat enak, mereka selalu menyajikan kopinya dengan bonus croufel rasa kayu manis. Cita rasa pahitnya kopi, gurihnya susu, berpadu dengan manisnya gula aren, dan dinikmati dengan gigitan croufel hangat yang harum. Bukankah hal kecil itu bisa jadi surga bagi para budak kooperat??
Tak butuh waktu lama bagi Abi untuk sampai di cafe. Ia langsung turun begitu parkir mobil, untung banget masih bisa dapat parkir begitu tiba ditujuan. Biasanya dia harus dua tuga kali memutar jalan sembari menunggu siapa tahu ada mobil yang mau keluar.
Abi masuk ke cafe, di sambut dengan bunyi gemerincing lonceng kecil dan senyuman para pegawainya yang tentu saja sudah hapal betul dengan wajah tampan Abi. Pelanggan tetap mereka itu selalu memesan latte dengan croufel kayu manis.
"Kayak biasanya, Pak?"
"Iya."
"Baik, nanti kami antar."
"OK."
Begitu selesai bertransaksi di kasir, Abi celingukan mencari sosok si Jo. Sebuah tangan melambai-lambai ke arahnya lengkap dengan wajah sumringah Johan. Mata sipit Johan hampir hilang saat senyuman terbit di wajahnya.
"Sini!! Sini, Bi!" Johan memanggil Abi. Abi langsung melingsut dari kasir dan menuju ke meja temannya.
Setelah beradu kepalan tangan sebagai salam. Abi duduk, ia melihat ke arah wanita di samping sahabatnya itu. Wajah bernilai delapanlah, cukup cantik, ada manisnya dikit. Punya tahi lalat kecil di bawah bibir. Rambut lurus sebagu warna pirang, pakaiannya juga cukup modis.
"Kenalin, Bi. Ini Ajeng, pacar gue." Dengan bangga Johan memperkenalkan Ajeng pada Abi.
"Abi."
"Ajeng."
"Dia boss-nya Kakak di kantor, Neng." Johan memperkenalkan Abi seperti biasanya.
"Wah, apa jabatannya Kak?"
"Direktur pemasaran," jawab Abi sekenangnya.
"Kok enggak langsung pulang? Emang istrinya gak nyariin, Mas?" tanya Ajeng, penasaran juga dengan Abi. Sayang banget wajah ganteng postur gagah gitu kelewat di matanya dan malah milih si sipit di sampingnya saat ini.
"Belum punya istri." Abi tersenyum kecut, kenapa sih hari ini semua orang ngungkit-ngungkit tentang hal itu?! Apa pada kompakan pengen bikin Abi cepet nikah?
"Wajah ganteng, mapan, tapi enggak punya istri. Wah .. wah ... kalau pacar, Mas? Masa iya enggak punya juga?" Ajeng bertambah penasaran. Pasalnya tak mungkin tidak ada wanita yang mendekati Abi dengan wajah dan postur tubuhnya saat ini, di tambah embel-embel title direktur pada pekerjaannya. Siapa yang nggak tertarik?
"Boro-boro pacar! Abi sama sekali enggak pernah punya gebetan! Sejak dari orok dia jomblo, Neng! Jomblo!!" sergah Johan.
"Masa teman kantor juga nggak ada yang bening gitu?"
"Satu kantor pada horor sama kelakuan dia yang gila kerja."
"Serius?"
"Iya, semua takut lihat wajahnya dan langsung sembunyi di bawah meja."
"Lo lebai!" Abi bergeleng sembari melahap cemilan di meja.
"Wah gimana kalau Ajeng kenalin sama temen Ajeng, Mas? Mau? Orangnya cantik juga, ramah, terus bodynya juga OK! Mau Ajeng kasih nomor ponselnya?" Ajeng tersenyum sambil menaik turunkan alisnya ke arah Abi.
"Hah?" Abi gagap, ia tak pernah mengajak kenalan wanita sebelumnya.
"Abi itu kuper, Yank! Dia itu ga bakalan bisa ajakin kenalan duluan. Bisa mati kutu dia." Johan membela sahabatnya.
"Ya kalau gitu kita temenin donk, Yank!"
"Doble date gitu?"
"Huum, pura-pura aja kita ketemuan pas lagi sama-sama jalan gitu. Kebetulankan besok weekend." Ajeng manggut-manggut.
"Kesannya kencan buta gitu hlo, Kak!" Ajeng menggenggam tangan Johan.
"Gimana, Bi? Kencan buta, yuk!! Biar lo lekas dapat istri, siapa tahu dia jodoh lo?" Johan menepuk lengan sahabatnya.
Abi berpikir sesaat, cuma kenalan juga belum tentu jadian kan? Kenalin saja dulu. Lagian juga besok weekend, dari pada tak ada kerjaan di rumah. Lebih baik dari pada ngelamun di rumah sambil bengong kayak orang kesurupan jin pelor. (Ngelamun sama Bengong bedanya apa Thor? 🙈)
"Okelah."
"Sip, cafe ini aja lagi pas makan siang!" Johan mengusik kepala Abi.
"Heh! Gue lebih tua!" Abis menepis tangan Johan, pria itu cuma ketawa ngakak. Kapan lagi bisa ngusikin kepala boss-nya yang killer itu tanpa merasa bersalah?!
****❤️❤️❤️****
Jangan lupa othornya di sayang!
Vote lah, jo pelit-pelit komen!!
Ahahhaseyap
KAMU SEDANG MEMBACA
After Divorce
RomanceAbimayu adalah seorang pria yang mapan dan saleh. Ia bertemu dan menikahi wanita cantik bernama Kinara. Pernikahan keduanya berjalan lancar sampai akhirnya sang istri mulai menunjukan kebusukannya. Abimayu yang jengah dengan sikap boros dan hedonis...