DUA

757 60 2
                                    

Zayn menuruni anak tangga begitu santai sambil melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi. Seharusnya ia sedang dalam mimpinya saat ini namun Zayn benar-benar gelisah malam ini. Kedua kakinya melangkah menuju sebuah pintu kamar yang berada di lantai satu. Saat dirinya sudah berada di depan pintu kamar berwarna nila itu, tangannya bergetar samar. Hatinya menggebu gugup dan perasaan-perasaan aneh terus mengontrolnya.

Zayn menggigit bibir bagian bawahnya, berusaha mengurangi rasa gugup yang amat menguasai dirinya kini. Tangannya menjulur, membuka kenop pintu perlahan agar pemilik kamar yang sedang tidur tidak terbangun karenanya. Zayn merasa sangat gelisah saat ini. Saat pintu itu terbuka dengan sempurna, pacuan jantungnya semakin bertambah. Bagaimana tidak, matanya menangkap seorang gadis dengan rambut digerai tengah tertidur damai di atas ranjangnya.

Dengan kaki yang terasa goyah, Zayn mengambil langkah dan memasuki kamar itu perlahan. Lampu kamarnya menyala terang, dan udaranya terasa sangat hangat. Matanya tak pernah lepas pandang pada gadis manis yang sedang tertidur pulas di atas ranjangnya sambil memeluk gulingnya.

Sangat sempurna.

Gadis itu menggeliat kecil yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Beberapa helai rambut menutupi sebagian wajahnya namun tetap saja dia terlihat sangat manis. Zayn mendekati ranjang dimana gadis itu tertidur. Dia duduk di pinggiran ranjang itu sambil tersenyum lebar-melihat betapa cantiknya gadis itu.

Tak cukup lima menit untuk memandangi kecantikan gadis itu. Zayn ingin berlama-lama dalam situasi seperti ini-saat tak ada seorang pun yang mengetahuinya. Gadis itu menguap kecil kemudian melanjutkan kembali tidur pulasnya. Zayn terkekeh tanpa suara-guna membuat gadis itu tak menyadari keberadaannya. Tangannya meraih beberapa helaian rambut yang menghalangi wajah cantik gadis itu. Mengelus pipinya dengan lembut dan perlahan.

Jika Tuhan menghukumku untuk ini, maka biarkan dia menghukumku.

Zayn menyingkirkan kembali helaian rambut hitam dari leher gadis itu.

Jika apa yang kulakukan ini dapat membuatmu menjadi milikku seutuhnya, maka biarkan aku melakukan hal ini.

Zayn mengelus leher gadis itu perlahan. Matanya kembali menelusuri garis wajah gadis itu yang hampir mendekati kesempurnaan. Tangannya menuju ke arah bibir indah gadis itu. Meraba area sekitar bibirnya dengan bebas.

Kau yang menjerumuskanku pada hal berdosa ini. Kau yang melakukan semua ini, sayang. Maka dari itu, kita harus melakukannya bersama.

Zayn menangkup wajah gadis itu dengan kedua tangannya. Mempersempit jarak wajah mereka. Gadis itu sama sekali tak bergeming atau memberontak dari tempatnya.

Tuhan sedang marah padaku, dan mungkin padamu juga.

Saat jarak kedua wajah mereka sudah semakin sempit, Zayn tersenyum lebar. Zayn tidak pernah melakukan hal semacam ini pada gadis manapun. Dan ini adalah pertama kalinya, membuat rasa gugup tak bisa terkontrol lagi.

Maafkan aku.

Zayn mengecup bibir mungil gadis itu dengan lembut. Membuat perutnya terasa sangat geli seakan ada sejuta kupu-kupu yang beterbangan di sana. Perasaan semacam ini tak pernah didapatkannya sebelumnya. Zayn mengecup bibir gadis itu lagi untuk kedua kalinya.

Malam itu, Zayn menghabiskan waktu untuk memandangi kecantikan gadis itu dan sesekali mengecup bibirnya. Pukul empat pagi adalah waktu dimana Zayn menyerah dan kembali ke kamarnya, tertidur pulas setelah dua jam penuh berada satu kamar dengan gadis yang dikaguminya.

He Is My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang