EMPAT

638 50 6
                                    

          "Ini." ujar Zayn sambil menyodorkan setangkai bunga mawar pada Zaylee.

          "Gosh, kau bahkan sempat membelinya." Zaylee menerima bunga itu sambil memutar kedua bola matanya.

          "Aku takkan pernah lupa pada janjiku." jawab Zayn yang kemudian mengecup pipi Zaylee.

          "Ew, itu menjijikan!" gerutu Zaylee sambil mencubit lengan Zayn.

          Zayn hanya bisa terkekeh sambil mencubit balik lengan sepupu perempuannya itu. Ia kemudian mengambil ponsel dari saku jeansnya dan segera men-diall salah satu kontak.

          "Menelfon siapa?" tanya Zaylee.

          "George, temanku." jawab Zayn.

          "Yo, Zayn." jawab seseorang di seberang sana.

          "Hey, bro! Aku dan sepupuku akan tiba di Amerika dua jam lagi. Pastikan kau menjemput kami di John F. Kennedy International Airport."

          "Dua jam?! Bukankah kau kembali bulan depan?"

          "Permisi, tuan. Kita akan lepas landas lima menit lagi jadi kumohon matikan ponsel anda agar tidak mengganggu jalannya penerbangan. Nikmati perjalananmu." tegur seorang pramugari berambut pirang sambil melemparkan senyuman ramahnya dan berlalu untuk menjalankan tugasnya yang lain.

          "Kau dengar itu George, aku akan menjelaskannya nanti. Bye."

          "Zayn tap—"

          Zayn mematikan sambungan telfon dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jeansnya.

          "George itu teman satu kantormu ya?" tanya Zaylee tanpa mengalihkan perhatiannya pada setangkai mawar berbalut plastik khusus pemberian Zayn.

          "Yup." jawab Zayn sambil merangkul Zaylee dan mendekapnya lembut.

          "I probably can not make you happy at the moment, but I promise in the future if we continue along you were the one who first happy." Zaylee membacakan tulisan di atas secarik kertas yang ia temukan di dalam balutan plastik bening mawar merahnya. "Kau yang merangkai dan menulis ini sendiri?" tanya Zaylee pada Zayn yang hanya dijawab dengan senyuman tanpa arti.

          "Kau mengerti maksudnya?" tanya Zayn.

          "Tidak."

          "Memang kau tidak akan pernah mengerti." ledek Zayn berikut mencubit hidung mancung Zaylee.

          "Memangnya kenapa? Oh aku ini masih kecil."

          "Kau lihat mawar itu." perintah Zayn sambil mendekap Zaylee lebih erat.

          "Lalu?" tanya Zaylee setelah menuruti perintahnya.

          "Jika aku berhenti memberi mawar itu padamu, baru kau bisa mengerti dan mengetahui semuanya." Zayn mengecup puncak kepala Zaylee dengan lembut dan penuh kasih sayang.

          "Tapi sampai kapan?" Zaylee mendongak dan mendapati Zayn juga sedang menatapnya. Zayn mengedikkan bahunya.

          "Entah, kita takkan pernah tahu sampai kapan."

          Zaylee menghembuskan nafasnya kasar dan menyenderkan kepalanya di dada bidang Zayn. Zayn sedikit tersentak namun ia berusaha mengontrol semuanya agar ia tampak normal-normal saja dengan keadaan seperti ini.

He Is My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang