TIGA

673 58 2
                                    

"Zayn, ayo kita pulang!" rengek Zaylee sambil menarik-narik lengan sweater abu Zayn. Zayn yang merasa risih dengan sikap sepupunya sedari tadi langsung merangkul bahu Zaylee dan mendekap gadis itu cukup erat.

"Semua orang memperhatikanmu, bodoh!" bisik Zayn.

"Ini sudah pukul berapa?" tanya Zaylee meraih tangan kanan Zayn untuk melihat pukul berapa di jam tangannya. Ia kaget bukan main saat mengetahui ini sudah pukul setengah sepuluh malam. "Aku tidak mau tahu alasan lain aku ingin sekarang juga kita pulang!" bentak Zaylee yang membuat beberapa orang di sekitarnya menatapnya heran. Karena sudah kelewat kesal, Zaylee memberontak dan melenggang pergi tanpa mempedulikan Zayn yang bersusah payah meraih tangannya-guna untuk mencegatnya.

"Aku janji kita akan pulang pukul sepuluh."

"Connor, Mama, dan Papa bahkan tidak tahu bahwa kau mengajakku berjalan-jalan sampai selarut ini. Kau membuat alasan kalau ponselmu mati padahal tidak. Kau-" ucapan Zaylee tertahan ketika ia melihat Zayn sedang bersusah payah melepaskan sweater abu nya. "Kau bersikap aneh dan mengeluarkan banyak kata yang tak ku mengerti apa maksudnya. Dan kau juga-"

"Pakai ini," potong Zayn sambil menyerahkan sweater-nya. Mulut Zaylee terbuka lebar-menunjukkan ekspresi betapa kagetnya dia. Zayn tidak mungkin bisa bertahan hanya dengan kaus hitam lengan pendek yang dikenakannya. Karena udara Manchester malam ini sangat dingin-lebih dari dingin. "Kau ini banyak omong sekali. Kau pasti kedinginan jadi pakailah punyaku." lanjut Zayn sambil menyodorkan sweater-nya.

"Aku tidak mau sweater! Aku mau pulang sekarang juga!" bentak Zaylee yang membuat Zayn mencibir padanya.

"Apa kau bisa bertahan hanya dengan mengenakan cardigan tipis seperti itu? Keluargamu pasti akan membunuhku. Cepat pakai!"

"Ayo pulang, Zayn. Ayo pulang!" rengek Zaylee yang kini sudah meneteskan air matanya. Zaylee kini melangkah mendekati Zayn dan mulai memukul-mukul bahu Zayn. Reaksi Zayn begitu dingin seakan ia tak merasa bersalah atas tangisan sepupu perempuannya itu. "Kenapa kau diam saja?"

"Baiklah, kita pulang."

*****

"Kau yakin ingin bertarung denganku, huh?" tanya Zayn pada Connor yang sudah siap dengan stick play station-nya.

"Kau membuatku marah jadi tentu saja kita harus bertarung." jawab Connor datar sambil mendelik pada Zayn.

"C'mon, bro! Aku hanya mengajaknya berjalan-jalan. Kau lihat kan, Zaylee baik-baik saja?" tanya Zayn sambil meraih stick play station yang lain.

"Aku akan menggorok lehermu jika Zaylee sampai demam atau flu. Dia mudah terserang penyakit dan lucunya kau membawanya berjalan-jalan seharian. Apalagi Zaylee hanya mengenakan cardigan tipis. You're the worst cousin ever."

"Kau dan adikmu itu sama-sama keras kepala."

Connor mengernyitkan keningnya heran. Karena jawaban Zayn sedikit melenceng dari topik pembicaraan.

"Oh iya bulan depan aku harus kembali ke Amerika untuk mengurusi proyek kerja dengan beberapa rekanku."

"Ugh, rekan." umpat Connor dengan kesan meledek.

"Kau, kapan kau lulus?" tanya Zayn.

"Tahun ini aku lulus." jawab Connor ketus sambil men-setting kostum tim sepak bolanya.

"Apa Zaylee bersedia jika aku membawanya ke Amerika?" tanya Zayn polos.

"Tidak. Jika dia bersedia pun aku takkan mengizinkannya."

He Is My CousinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang