Tak Sengaja 2

11 0 0
                                    

Beberapa semester telah terlewati, selama masa perkuliahan tidak pernah aku lewatkan kelas tanpa duduk paling depan, dekat dengan pintu masuk, hehe.

"Lea, kok di depan terus sih?"

Jika pertanyaan itu datang padaku, aku selalu menjawab seperti ini.

"Dekat dengan dosen berasa dekat surga."

Dan tentu saja, banyak ceme'eh dan olokan kuterima. Dekat surga? Yang benar saja!

Saat itu sore hari selesai kelas siang, sekitar jam 3. Aku melihat gazebo di depan parkiran fakultas ramai dengan anak-anak jurusanku.

Mereka yang duduk disitu kebanyakan berbeda kelas denganku.

Aku menghampiri mereka saat seseorang menegurku.

"Hha, apa budak satu ni datang-datang sini? Bayo bayo, enak aja mau dodok langsung!" Erik langsung berkacak pinggang dan menghadang jalanku.

"Sana saa saa, anak kicik jauh-jauh!" Bima ikut-ikutan menghadangku.

"Ish, awas!" Aku tidak peduli dan mendorong mereka menjauh tapi tetap dihalang-halangi.

Minta digeplak habis dua orang ini.

"Wee, apa ni? Jangan ganggu abang kita lah," Garin berujar tapi tetap duduk di atas meja gazebo.

"Gariinnn," rengekku menepis Bima dan Erik.

"Janganlah ganggu abang ini," Agi ikut membelaku, kemudian bergeser dan memberi ruang lebih lebar di bangku panjang yang ia duduki, menepuk permukaannya. "Sini bebh, sini duduk."

Aku tersenyum dan berpura-pura memasang wajah cemberut, lalu duduk disebelah Agi.

"Gak manusia kalian," ketusku pada Erik dan Bima.

Berlanjutlah segala ocehan dan candaan kami, satu persatu datang yang lain dan pergi silih berganti.

Saat seseorang di meja panjang itu mengoceh tentang tugas mata kuliah tertentu, aku mencondongkan badan untuk melihat layar laptopnya.

Menggencet sedikit bahu Agi, lalu kembali duduk normal. Hanya saja, aku tisak paham mengapa saat itu aku tetap menyandarkan bahuku pada bahunya.

Saat aku menyadari hal tersebut, dengan pelan aku menarik badan untuk duduk tegak.

Itu berlangsung sesaat, karena kemudian Erik dan Iyos datang kepada Agi dari belakang. Agi berbalik badan tetap pada tempat duduknya, dan Agi bersandar padaku. Menopangkan sedikit berat badannya padaku. Aku diam saja karena bagiku bukan hal aneh atau apalah, skinship dalam pertemanan tidak aneh menurutku.

Yang aneh adalah, aku merasa kehilangan ketika Agi menarik badannya sesaat. Kemudian ia bersandar lagi yang justru aku balas sandarannya. Sehingga kami saling bersandar di bahu satu sama lain pada saat itu.

Ke'tidaksengajaan' itu masih berlangsung.

***

Tak SengajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang