Prolog. Martabak manis.

358 85 173
                                    

***
Semangat baca!

🍂Martabak romantis.🍂

***

"Tangkep!"

Fathaan Byantara Balindra. Panggil aja Fathaan. Cowok maco yang baru berumur 12 tahun itu melempar bola ke arah anak gadis kecil yang juga berumur 12 tahun. Lumayan lama menunggu operan bola untuknya. Seakan akan ia menjadi gawang, ia dengan siaga mewanti wanti bola itu. Fathaan menatap was was bola yang ia lempar takut jika sampai kena' kepala atau pun anggota tubuh lain Anes.

Dan, ya! Bola yang dilemparin Fathaan meluncur tinggi jauh di atas kepala Anes si kecil itu. Anes ikut menganga (Slow motion) mengikuti arah bola yang melambung di atas kepalanya itu.

Dann.... Gol!!!!!

Fathaan mengangkat tangannya ke atas layaknya seorang pemenang, "Yes!"

Anes mencebikkan bibirnya imut dan menendang - nendang tanah, "Anes kalah."

"Mukanya jangan juga digituin kali, sini gue ajak ke pantai," wajah Fathaan sangat penuh dengan keringat sampai ke baju bagian dadanya.

"Udah mau malam, nanti mama marah," Anes makin menunduk membuat gambaran - gambaran tidak jelas di tanah.

Inginnya sekali ke pantai, hanya saja jika mamanya atau lebih tepatnya mama Fathaan yang sudah ia anggap seperti mamanya mengetahui ini? Asal kalian tau mama Fathaan cukup posesif!! Jangan sampai mamanya membatalkan janji yang sudah ia ucapkan untuk Anes. Dan Anes sangat bahagia akan hal itu.

"Gak."

"Nanti Fathaan tanggung jawab, ya?" belum sempat Anes ngebalas, Fathaan kembali ngomong, "Jangan banyak omong, nanti kemaleman!"

Anes hanya menunduk dengan wajah bersemu dan mengikuti langkah kaki Fathaan yang sudah membawanya entah ke mana itu. Mereka berjalan kaki. Karena pantai juga tidak jauh dari rumah mama Fathaan saat ini.

"Ada penjual martabak, mau?"

Anes mengangguk antusias, "Mau, mau!!"

Fathaan tersenyum manis.

"Pak, martabaknya berapa?" tanya Fathaan pada penjual martabaknya.

"25 ribu," jawab tukang penjual wartabak itu sambil sibuk membuat martabak dalam 3 teflon itu.

Fathaan langsung melirik tangannya. Di sana banyak sekali beragam warna uang yang sudah seperti diremes semua.

Awas traveling:) 😒😒

Eh!! Euthor gak jauh jauh kok tenang, hehe 😆

5.000 3 lembar.

2.000 1 lembar.

1.000 gobang 3 koin.

20.000 saja.

Aish, bagaimana ini?

Fathaan menggaruk kepalanya yang tak gatal itu, "Pak, gimana ya uang saya cuma 20.000."

"Di samping adeknya siapa?" bukannya menjawab, pak penjual martabak itu malah bertanya balik. Sepertinya ia akan berbaik hati pada Fathaan saat ini.

Fathaan tersenyum memasukkan sela-sela jarinya pada tangan Anes, "Dia calonnya saya."

"Hah? Yang bener?"

Fathaan mengangguk, "8 tahun kedepan dia udah jadi istri saya," senyum manis selalu terukir di bibir Fathaan Kecil itu.

"Pasti dijodohin?"

"Iya."

Tau aja Bapak, mah:)

"Saya kasih 20 ribu aja buat adek sama calonnya."

Fathaan langsung sumringan. Anes memang ter debes, "Yang bener? Baik banget, Bapak."

"Saya bukan bapak kamu," pak penjual martabak itu memberikan sekantung martabak dan Fathaan segera membayarnya.

Mereka kembali berjalan ke bibir pantai dan duduk di sana.

"Makan," Fathaan membukakan kantung martabaknya, tapi Anes malah menatap lama martabak itu dan enggan untuk mengambilnya.

"Mau disuap?"

Ugh, kepekaan Fathaan udah tingkat dewa.

Anes mengangguk malu, "Sini deketan dikit."

Anes menerima suapan martabak dari Fathaan, "Enak deh, sini gue suapin balik," Anes segera mengambil 1 potong dan menyuapi Fathaan.

Matahari sudah mulai tenggelam, sehingga warna langit jadi menjingga. Sunsite sore ini sangat indah dan sayang jika disia - siakan. Mereka harus menggunakan waktu sore ini dengan baik.

"Thaan."

Fathaan berdehem tanpa berbalik. Keindahan alam di hadapannya membuatnya menjadi ingin menatap lebih lama sunsite malam ini.

"Gue mau kita nikah di sini nanti," cicit Anes pelan takut Fathaan malah marah padanya karena tiba - tiba mengucapkan hal dewasa itu.

Fathaan berbalik menatap Anes yang menunduk meremas jari-jarinya dan menggenggam jari itu, "Hm? Lo mau kita nikah di sini?"

Anes mengangguk, "Uhm sebenarnya lo mau gak sih nikah sama gue, atau karena terpaksa atas kemauan mama? Gue gak mau-"

"Yaudah gampang."

H-hah? Segampang itu? Ini asli gak sih?

"Beneran?" Fathaan mengangguk. Anes menatap mata itu dengan dalam. Seketika air matanya turun. Betapa bersyukurnya ia mendapatkan lelaki seperti Fathaan yang mengerti dengan hidupnya yang rumit itu.

"Gak bo'ong?"

"Iyaaa."

Spontan Anes memeluk Fathaan, "Makasih, asal lo tahu kalo gue suka banget sama pantai!!" soraknya kekanakkan.

"Yaudah," Fathaan tersenyum.

Aamiin.

Dalam hati ia sangat ingin itu terjadi.

***

Tbc...

Bersambung...

Don't forget to F, V, C!!!! Follow, Vote, Comment.

FATHAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang