1 tahun kemudian
Agnes baru saja tiba si Bandara Internasional Incheon di Korea Selatan. Hari ini ia berniat berkunjung ke Pulau Jeju.
Tadinya, Dimas ingin turut ikut ke Korea, tetapi karena tuntutan pekerjaan mengharuskannya tidak jadi ikut bersama Agnes.
Perlu diketahui mereka sudah menikah 2 bulan yang lalu.
Agnes memandang laut dari atas batu karang, suasana laut begitu tenang, senja sudah menyemburat menampakkan sinarnya.
Agnes tersenyum memandang langit, tengah ada pesawat yang melintas di udara.
"Selamat terbang, semoga mencapai tujuan." Agnes melambai ke arah pesawat, meskipun ia tahu tidak akan ada orang yang berada di dalam pesawat melihatnya.
Agnes menaruh bunga lily putih yang dibawanya sedari tadi di sampingnya. Mengambil satu tangkai kemudian melemparkannya ke laut.
"Udah satu tahun, dedek apa kabar?" Agnes memeluk lututnya, berbicara pada deburan ombak yang menghantam kuat permukaan batu karang.
"Kakak udah nikah ama kak Dimas, seharusnya kamu lihat waktu itu." Agnes membuang napasnya berat.
Perjuangan Agnes untuk sembuh perlu diacungi jempol, orang-orang disekitarnya juga ikut membantu baik secara mental maupun fisik, berusaha mengingatkan Agnes bahwa Javiar sudah pergi untuk selamanya.
"Viar, maafin kakak, karena sebelumnya nggak ikhlasin kamu, maafin kakak karena selalu menganggap kamu masih ada." Agnes berusaha menahan air matanya.
"Adek kakak yang paling ganteng, kamu di sana baik-baik aja kan? Laut, jagain adek aku ya, dia anak baik, dia bakalan baik-baik aja."
Agnes kembali melempar setangkai bunga lily putih ke laut.
"Kamu mau tau nggak perjuangan kakak buat bisa percaya kalau kamu udah nggak ada? Awalnya susah Viar, tapi semua orang bantu kakak, mereka ngertiin kakak. Bahkan, teman-teman kamu juga dukung kakak."
"Hari ini kakak datang bawain banyak banget cerita, seharusnya kita ngobrol langsung. Tapi gini aja nggak papa kan?" Agnes memperbaiki duduknya, dari posisi awal memeluk lututnya menjadi bersila.
"Kakak sama Ibun dan Abah bulan depan mau berangkat umroh, sesuai yang kita rencanain, kalau kita bakalan berangkat umroh bareng."
"Kakak ama kak Dimas melihara kucing, namanya Woopy, kayak nama boneka truz nya Jeongwoo kan? Lucu banget tau, kapan-kapan Viar harus liat."
Agnes meraih setangkai bunga lagi, kemudian melemparkannya kembali ke lautan.
"Viar, kakak mau jawab pertanyaan kamu yang waktu itu, kalau Viar pergi duluan apa kakak bakalan ikhlas?"
"Berat Viar, semua juga pasti tau, kita menerima dengan mudah, tapi melepaskan dan mengikhlaskan adalah suatu usaha terberat bagi manusia."
"Setiap hari kakak bertanya-tanya, Viar lagi ngapain ya di sana? Viar dapat temen nggak ya? Viar makan dengan baik kan? Tapi setelah kakak pikir lagi, pikiran kakak itu salah, hal itu yang menyebabkan kalau kakak nggak bisa lepasin kamu gitu aja."
"Mengikhlaskan seseorang yang kita sayang itu nggak mudah. Rasanya berat banget."
Agnes melempar dua tangkai bunga lily terakhir sekaligus.
"Maafin kakak karena udah buat kamu nggak tenang di sana. Makasih udah jadi heronya kakak, udah jadi pahlawan buat Ibun sama Abah. Kakak sayang banget sama Viar." Agnes menghapus air matanya dengan kasar.
Ia menatap ke langit, warna senjanya semakin kelihatan, membuat warna langit semakin menjadi indah.
Agnes mengabadikan foto tersebut. "Viar, insyaallah kakak ikhlas, kakak nggak mau nahan kamu lebih lama lagi. Kakak berusaha untuk ikhlas Viar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Flight (End) ✔
Fanfiction"Javiar, hidup itu perihal menerima dan mengikhlaskan. Kamu tau kan arti dari Al-Qur'an Surah A-li' Imraan ayat 185, Kullu nafsin dzaa-iqatul mauti 'tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati' jadi, Viar akan mati, kakak bakalan mati, Ibun dan Abah...