•
Dulu, Liam pernah bilang, "Sha, mau nggak keliling dunia sama aku? Berdua aja. Nggak usah rombongan bawa Bunda, Ayah, Mama, sama Papa. Atau sama Bapak. Cukup kita berdua aja. Biar kayak pasangan gitu, uwu-uwu. Menyeberangi sungai, lautan, samudra naik kapal pesiar. Naik gunung bergandengan tangan terus bikin tenda. Loncat-loncat negara naik balon udara. Eh, atau pesawat? Lebih kerennya lagi sih helikopter pribadi. Terus ...."
Terusss masih panjang lagi. Intinya tuh cuma satu, Liam halu. Dari kecil, nih. Dari umurnya masih TK sampai sekarang tahu cara nembak cewek dengan jitu, selain suka susu dicampur gula, Liam juga suka halu.
Makanya cocok aja sewaktu MPLS SMA dua tahun yang lalu, Bu Retno bilang Liam cocok jadi penulis—atau pujangga—atau pengarang. Pada intinya yang mengandalkan kehaluan. Karena semua orang mengakui, Liam punya imajinasi yang luas.
Dan mungkin ini efek kegilaannya belakangan ini, Liam mendadak ngungkit masalah keliling dunia.
"Gimana kalau liburan besok kita keliling Temanggung, Sha?"
"Yang bener aja. Kita mau ujian bentar lagi, malah ngajak keluyuran. Mau dilempar lembing sama Bapak kalau nilai kamu di bawah KKM?"
Liam merengut, mirip marmut peliharaan Bude. Tangannya yang kanan sibuk memainkan selang, memandikan motor bebek biru mudanya. "Ayolah, Shaaa. Anggep aja ini pengganti ajakan aku keliling duniaaa."
"Jadi, kamu nggak mau lagi keliling dunia sama aku?"
"Bukan gituuu." Sifat kekanakannya muncul. Kayaknya, jiwaku dan Liam tertukar. Kayak ono, noh, di film Secret Garden.
"Terus gimana?" tanyaku gemes.
"Ya jalan aja gitu, manfaatin liburan. Kamu mah di kamar terus, keluar pas jongging doang. Sekali-kali kek cari angin. Liat betapa indahnya lukisan Tuhan yang seindah orang yang lagi ngomong."
Aku meliriknya sinis. Enak aja. Gini-gini walau nolep otakku encer banget. Wong ya saking encernya, kecerdasanku sering dijilati Liam. Paham, 'kan?
Kalau ada PR nggak usah ditanya lagi, Liam yang seharian nongkrong sama temennya, bisa langsung duduk manis di teras rumahku sambil senyum-senyum. "Sha, bantuin dong. Cewek cantik nggak boleh pelit. Piw." Genit banget. Amit-amit naudzubillah min dzalik.
Entah dulu Ibu ngidam apa pas hamil Liam. Padahal Mas Lian waras-waras aja, tuh. Bahkan selalu keliatan gantle di mataku.
"Pokoknya enggak." Kuletakkan kanebo di tangan kiri Liam. Biarlah aku yang seharusnya membersihkan motor Liam masuk ke dalam rumah.
"Eittt." Tapi aku lupa Liam bisa memegangi tanganku.
"Apa, sih?" tanyaku sinis.
Liam menyeringai. "Jalan-jalan keliling Temanggung, pulangnya kamu boleh checkout dan buat pesanan apa pun di akun Shopie-ku. Setuju?"
Aku melirik Liam sambil ngiler.
Ini orang bisa aja ngerayu. Kalau gini kan aku nggak bisa nolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Remaja Kita Sering Bercanda (✔)
Dla nastolatków[ L e n g k a p ] Saat remaja kita sering bercanda. Ngalamatnya bikin nyaman sampai baper sendirian. Nggak, bukan, bukan. Ini bukan friendzone, adek kakak zone, atau zona lainnya yang berbahaya. Ini cuma proses menuju dewasa. Kisah jatuh, bangun...