LAKI-LAKI itu berlari.
Pengap dia rasakan di dalam sebuah lorong gelap yang seolah tak berujung itu. Suara ketukan sepatunya dengan lantai bergema, jantungnya berdegup kencang dalam langkah tak beraturan. Beberapa kali dia menoleh ke belakang, melihat apakah makhluk itu masih terus mengejarnya, mengikis jarak di antara mereka.
Lorong itu tak punya satu pun lampu sebagai sumber cahaya. Sebuah ruang tertutup dengan atap, dinding, dan lantai yang datar. Begitu gelap, tapi entah kenapa Jungwon masih bisa melihat dalam gambar yang abu-abu dan bergoyang.
Hatinya terus bertanya, apakah dia sedang berada dalam mimpi buruk yang menyeramkan?
Tak ada batu atau benda apa pun, tapi Jungwon jatuh tersandung kakinya sendiri. Jungwon meringis merasakan lututnya jatuh menubruk lantai dalam satu periode waktu.
Makhluk itu semakin dekat. Tubuhnya besar dan panjang dengan kulit mengeras penuh duri. Jungwon menggigil tatkala iris matanya bertemu dengan milik makhluk itu yang bulat dan merah. Napas berat dan panas berhembus dari mulutnya yang lebar dan penuh gigi tajam.
"Monster."
Jungwon terpejam sambil mengangkat tangan kanannya ke depan saat monster itu mendekatkan wajahnya. Bibirnya gemetar ketakutan apabila dia akan dijadikan santapan makan malam.
Hingga beberapa waktu berlalu, sama sekali tak ada yang terjadi pada dirinya. Jungwon pun membuka mata, menahan napas kala menyadari bahwa saat ini dia hanya sedang menatap sebuah cermin yang jernih dan perlahan mulai retak.
Ini mimpi buruk.
.
.
.
Jungwon terbangun oleh suara pecahan kaca.
Mengerjap cepat membiasakan cahaya masuk ke retina. Ada hal yang lebih cepat membangunkan tidurnya ketimbang alarm yang berdetik di nakas samping tempat tidur; suara perabotan yang dibanting ibunya saat dia marah.
Jungwon melakukan semua aktivitas paginya dengan lantunan kata-kata kasar yang bersahutan dari lantai satu.
Ayah dan ibu pasti sedang bertengkar lagi.
Itu bukan hal yang istimewa dan Jungwon sudah terbiasa. Bahkan ketika sebuah vas bunga terbang ke arahnya, Jungwon hanya menyingkir dan berekspresi datar. Dia mengambil satu lembar roti dari meja makan tanpa mempedulikan kedua sosok yang seharusnya jadi panutannya itu berteriak saling mengumpat satu sama lain.
Sampai suatu waktu, dia mendengar suara tamparan. Jungwon berhenti dan menoleh, menemukan ibunya baru saja dipukul oleh ayahnya.
Jungwon hanya menatapnya sebentar dan berlalu begitu saja. Dia menutup pintu, lalu berangkat ke sekolah tanpa mengatakan apa-apa.
.
.
Bel pulang sudah berbunyi sejak lebih dari tiga puluh menit yang lalu, tapi Jungwon masih duduk manis di bangkunya. Guru wali kelasnya mengatakan bahwa kelas mereka kedapatan giliran penyuluhan tentang kanker –atau apalah itu. Jungwon tidak begitu peduli dan hanya menatap pada layar lebar yang terpampang di depan kelas tanpa minat.
Benar-benar buang waktu, pikirnya.
Seorang wanita menjelaskan banyak hal pada mereka. Ketika sel-sel di tubuhmu terus berkembang, membelah diri dalam kecepatan dan jumlah yang di luar batas wajar, tidak banyak hal bisa dilakukan untuk menghentikannya. Wanita itu juga menampilkan sebuah video animasi yang menggambarkan bagaimana sel-sel abnormal mulai tumbuh di atas jaringan tubuh. Menggumpal dan menggeliat berwarna merah kehitaman. Jungwon tak yakin, tapi mungkin mereka memang sengaja membuatnya demikian.
Bibirnya berceletuk, "Menjijikkan."
"Ish! Jungwon!"
Lengan atasnya dicubit. Jungwon meringis, sementara teman sebangkunya –Sunoo mengomel tanpa suara.
"Suaramu terlalu keras."
Jungwon tidak sadar bahwa ucapannya tadi terdengar oleh seluruh orang di kelas yang kini menoleh padanya dengan tatapan datar. Mereka terlihat terkejut dan mungkin menganggap Jungwon kurang ajar di waktu yang sama. Jungwon hanya berdehem, lalu menegakkan duduknya.
Beruntung baginya karena video tadi adalah yang terakhir. Dia bisa meluruskan punggungnya sekaligus keluar dari situasi memuakkan itu. Lagipula, video tadi memang terlihat menjijikkan.
"Kau berani sekali berkata seperti itu. Anak-anak di kelas pasti akan semakin mengucilkanmu," kata Sunoo.
Jungwon berjalan sambil memasukkan tangannya ke saku. Dia membuka bungkus lollipop dan memasukkan benda manis itu ke dalam mulut.
"Tidak masalah. Itu lebih baik karena tidak akan ada yang mencampuri urusanku, merecokiku seperti yang selalu kau lakukan."
Langkah Jungwon terhenti ketika mereka melewati sebuah cermin setinggi satu setengah meter terpasang di dinding koridor. Ditempel berdampingan di antara mading sekolah yang berwarna-warni, cermin dengan bingkai coklat kusam itu terlihat sangat tua. Meskipun begitu, kacanya bersih dan berhasil memantulkan wajah tampan Jungwon dengan sempurna.
"Sunoo," panggilnya. "Sejak kapan cermin ini ada di sini?"
"Huh? Sepertinya tadi pagi atau kemarin. Aku sempat dengar anak-anak membicarakan soal cermin vintage yang dipasang di koridor, tapi aku tidak yakin sejak kapan benda itu ada di sana."
"Kenapa pihak sekolah memasang cermin tua begini? Kacanya saja sudah mulai retak."
Jungwon berjalan menjauh, meninggalkan Sunoo yang masih mengamati cermin itu dengan alis tertaut. Seingatnya, cermin ini adalah cermin baru hanya saja desainnya yang membuatnya terlihat tua. Tapi, ketika Sunoo menajamkan matanya, dia mendengar suara dan cermin itu retak dari sisi hingga hampir ke tengah.
Sunoo membuka mulut, "Oh, dia benar."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAY DREAMS| Jungwon [ENHYPEN]
FanficJungwon bermimpi hal yang sama berulang kali. Monster, senapan, dan udara yang berdebu. Saat dunia nyata tidak begitu ramah padanya, Jungwon bertanya yang manakah mimpi buruk itu? !baku!