Sesampainya di kafe, aku terdiam mengamati tempat yang dulu pernah menjadi saksi bisu pertemuan kami. Tempat yang selalu membuat memori indah itu terus terputar diingatan. Kata orang rasa kecewa adalah satu Langkah maju menuju dewasa. Patah hati memang bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkan kenangan buruk itu bisa saja nantinya menjadi sebuah luka yang berevolusi menjadi trauma. Akan tetapi, dalam hidup ini kita juga memerlukan rasa sakit. Kenapa? Karena, tanpanya tidak akan ada bahagia. Dua hal yang tidak dapat kita pisahkan keberadaannya.
“fika, kenapa bengong sih?” panggil Tika yang melihatku hanya terdiam. “ayo.”
“iya, Tika.” Dan masuk kedalam kafe.
Diasrama kampus. Deva masih setia dengan kasurnya sembari memainkan benda kotak yang memang tak pernah bisa ia lepaskan.
“mau kemana Mel” tanyanya pada Melly yang sepertinya berhasil mengambil fokusnya sejenak.
“keluar sebentar, pergi dulu ya. Assalamualikum.” Lalu pergi meninggalkan deva sendiri dikamar yang berukuran sekitar 6x6 itu.
“waalaikumsalam, hati-hati.” Jawabnya.
Tling…
Bunyi notifikasi itu berhasil membuatnya kembali fokus pada ponselnya. Entah notifikasi apa yang ia dapat, sepertinya sebuah berita gembira atau mungkin yang lain.
Sudah hampir sekitar 4 jam kami di kafe ini bergelut dengan tugas yang sepertinya tidak pernah lelah menyiksa fisik dan psikis kami. Suasana di kafe pun semakin ramai dan dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Semua berjalan lancar dan baik-baik saja. Hingga dia ia datang dan merusak semuanya.
“ Hai, fika.” Suara itu masih sama seperti dulu, suara yang dulu setiap hari selalu kudengar, suara yang membuat namaku terdengar begitu indah ketika ia menyebutnya. Dan jujur saja suara itu masih kurindukan saat ini.
Kenapa? Kenapa harus sekarang. Aku belum siap untuk melihatnya saat ini. Luka itu bahkan belum kering. Kenapa dia harus kembali. Dan bahkan, sepertinya tidak ada sedikitpun rasa penyesalan yang terlihat darinya setelah mengakhiri hubungan kami.
“kamu apa kabar?” tanyanya padaku yang hanya mematung tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Bisa-bisanya ia tersenyum sementara aku hanya mampu menangis ketika ia mengakhiri hubungan kami tanpa memberi penjelasan.
“Arka!,” tiba-tiba suara seseorang membuatku kembali tersadar dan harus menghadapi kenyataan bahwa lelaki didepanku ini bukan lagi seseorang yang menjadi pemilik hatiku. Namun, hati tak bisa berbohong. Meski aku membencinya, aku sangat merindukannya. Dia adalah definisi dari luka yang kurindukan.
“Eh, Fika. Apa kabar fik?” tanya gadis berparas cantik itu.
Azzani Putri Dirgantara, atau biasa yang dipanggil Aza. Dia merupakan sahabat dari Arka Aldiansyah Putra, lelaki yang dulu sempa bertahta di hatiku. Sepertinya persahabatan mereka pun masih berlanjut hingga saat ini. Setlah melihat mereka datang kesini Bersama-sama membuatku semkain yakin bahwa alsan hancurnya hubungan kami adalah dia. Pelakor yang berselimut dibalik kata sahabat.
“fika, safika,” suara Tika membuat kembali tersadar dari semua kejadian yang mengejutkan ini. “kamu nggak apa-apa?” tanya Tika khawatir melihatku yang sepertinya hamper menangis.
“nggak apa-apa kok Tik. Hm, aku balik dulu ya. Lagian udah hamper selesaikan. Aku balik duluan ya Tik.” Jawabku dan segera merapikan barang-barangku kedalam tas.
“loh sama siapa? Kan kamu kesini sama aku fik, ya udah kita balik aja.” Jawan Tika.
“udah mau pulang?” tanya Aza.
“iya.” Jawabku singkat tanpa menoleh kearahnya.
“Fika, akum au bicara sebentar sebelum kamu pulang.” Pinta Arka yang tak kuhiraukan sama sekali lalu pergi meninggalkan mereka diikuti Tika.
“Fika, please.” Timpalnya sembari mengejarku untuk mencoba menghentikanku. Aku nenpercepat Langkah kakiku untuk membuat Arka tak bisa mengejarku. “fika, awas!” teriak Arka sebelum aku menabrak seseorang.
Bruk…
Suara tabrakan yang cukup keras antara aku dan lelaki itu berhasl menarik perhatian dari setiap pengunjung dikafe itu.
“ah, maaf. Saya nggak sengaja.” Ucapku dan berdiri dari posisi terduduk dan mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri.
Lelaki itu berdiri dari posisi duduknya mengabaikan uluran tangan yang kutawarkan. aku menatap lekat lelaki didepanku ini. Sangat tampan. Dua kata itu yang terlintas dibenakku ketika aku melihat wajahnya dibalik topi yang ia kenakan. Saking terpananya aku menatap lelaki bertubuh semampai dengan kulit putih itu aku melupakan Arka yang saat ini sudah berada disampingku.
“ kamu nggak apa-apa?” tanya Arka dengan nada khawatir, mungkin.
“nggak apa-apa.” Jawabku ketus.
“orang dia yang nabrak gue, yah nggak apa-apalah.” Ucapnya lelaki itu dan memberikan tatapan tidak suka terhadapku.
“eh, ini bukan salah dia ya, ini salah lo juga nggak hati-hati.’ Jelas Arka.
“terserah, tapi gue mau pacar lo ini ganti minuman gue yang jatuh tanpa belum sempat gue minum.” Ucapnya dengan nada kesal. Dan tentu saja aku baru tersadar ternyata pakainya sudah kotor karena tersiram Jus yang ia pesan.
“maaf gue nggak sengaja dan juga gue bakalan ganti minuman lo itu. Tapi, satu hal yang lo harus tau gue bukan pacar cowo ini.” Jelasku tak terima. Bagaimana bisa lelaki ini membuat kesimpulan sendiri bahwa Arka adalah pacarku.
“terserah, gue nggak peduli. Lo mau pacarana kek enggak kek. Yang penting lo harus ganti jus gue.” jawabnya.
“ ini uang buat jusnya.” Kataku memberikan dua lembar uang lima puluhan.
“lima puluh aja udah cukup.” Lalu ia mengambil satu lembar uang lima puluh itu dan pergi menuju tempar pemesanan untuk memesan jus.
Aku terdiam heran dengan lelaki itu, dia bahkan tidak mebgucapkan terimakasih. Jujur saja ini bukan kesalahan ku saja. Alih-alih meminta maaf dia malah mengucapkan hal yang membuatku mendidih. Dasar cowo nggak punya attitude, apa gunanya punya wajah rupawan tapi sikap nol. Dasar….sumpat serapahku dalam hati.
“Fika, Safika.” Panggil Aka.
Shit, bisa-bisanya aku melupakan Arka yang ada disampingku. Seperti tadi, aku tak mengubris perkataannya dan pergi dari kafe itu.
Jika sudah memutuskan untuk pergi, kenapa kembali? Kau hanya menambah luka yang tadinya kecil menjadi semakin besar. Kau hanya membuatku semakin tak bisa melupakan luka itu. Meskipun kau adalah luka yang kurindukan. Aku tak ingin lagi kembali kemasa lalu.To be Continued
Don't forget to vote and comment 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
C10H16
Short StorySama seperti senyawa kimia Adamantana yang terdiri dari tiga cincin yang saing terhubung. Begitulah juga dengan hubungan kita. Selain kita berdua ada orang ketiga yang membuat hubungan yang kupikir akan indah seperti berlian kini hancur berkeping-ke...