Sejenak, Alexa memandang sekeliling, pada Om Grahadi dan Tante Marta yang sesekali tertawa karena mendengar lawakan ayahnya, lalu pada Abimanyu yang begitu tenang mengikuti arah pembicaraan para orang tua walau dirinya hanya diam.
Dalam benak Alexa bertanya, Sudah berapa lama Papi tidak tertawa selepas ini di hari ulang tahunku?
Guratan di ujung mata Thomas saat tertawa membawa iba tersendiri bagi Alexa. Bukankah seharusnya ayahnya bisa menikah lagi? Ayahnya justru memilih untuk setia kepada mendiang sang ibu. Alexa tidak bisa membayangkan, sesepi apa hari tua Thomas kelak jika Alexa memutuskan untuk menjadi wanita karier.
Tanpa terasa, buliran bening itu telah menggenang di pelupuk mata Alexa.
"Lo boleh nangis, Lex. Enggak ada yang nuntut lo untuk terus tersenyum." Ucapan dan sentuhan lembut Lily di punggung menyadarkan Alexa, ternyata masih ada Lily di sampingnya saat ini.
Alexa menggeleng, lalu meraih Lily dalam pelukan. "Thanks, Ly." Hanya itu satu-satunya kata yang sanggup Alexa ucapkan.
Penuh haru, Lily menepuk-nepuk pelan punggung Alexa. Well ..., sebagai satu-satunya sahabat, sedikit banyak, dia tahu apa yang Alexa rasakan.
"Alexa, sini!" Panggilan Thomas membuyarkan sesi mellow Alexa dan Lily. Dua gadis itu bukannya berkumpul bersama yang lain di sofa utama ruang keluarga, justru mojok berdua di sudut ruangan.
Alexa menyapu sudut mata sebelum mengajak Lily bergabung dengan yang lain.
"Yang ulang tahun kok malah mojok, sih?" ucap Marta. Wanita usia 56 tahun itu masih tampak anggun dan memesona dengan balutan dress berwarna cokelat tua miliknya.
"Lily nih, Tan. Ngajak gibah mulu kalau ketemu."
"Hidih ..., pitonah ya, lo!"
Selalu saja begitu. Mereka berdua lebih mirip Sponge Bob dan Squidward. Tidak pernah akur meski selalu bersama.
"Udah ..., sini dulu, Lexa. Ada yang mau kami sampaikan." Thomas menepuk lembut sofa, memberi kode untuk Alexa agar duduk di sampingnya.
Sepintas, dua mata itu bertemu. Mata bulat lucu milik Alexa dan mata sayu milik Abimanyu. Alexa sih biasa saja, tapi si gunung es tetaplah gunung es. Bukannya tersenyum, tapi justru melengos begitu saja ke arah lain.
Ih, nyebelin! Dasar, sok jual mahal.
Grahadi menatap sejenak pada istrinya, lalu menebar senyum pada Thomas.
"Alex! Jadi begini ...." Thomas meraih jemari kanan Alexa, menggenggam tangan gadis itu dengan begitu erat. Sepertinya baru kemarin jemari itu begitu mungil menggenggam jari telunjuk Thomas. Kini, gadis kecilnya telah tumbuh dewasa.
Mata nanar Thomas menilik wajah Alexa detail demi detail; pada wajahnya yang polos, sinar matanya yang begitu lugu, bibir dan hidung yang seperti hasil salin-tempel dari mendiang istrinya. Haru biru menyelimuti hati Thomas.
Thomas mengembuskan napas perlahan sebelum memulai ucapannya. "Papi sama Om Grahadi beberapa bulan lalu sempat berbincang mengenai kamu dan Abimanyu. Kami berencana menjodohkan kalian berdua. Bukan semata-mata untuk bisnis, tapi memang kami menilai kalian cocok dan sama-sama belum punya pasangan. Baik rasanya jika dua keluarga yang sudah bersahabat akhirnya melebur menjadi keluarga besar."
Sontak saja, mata Alexa melebar. Matanya mengerjap berkali-kali demi mencerna kalimat per kalimat yang keluar dari mulut ayahnya. Andai Marta tidak melotot pada Lily, sudah dipastikan si matre itu akan tertawa keras melihat ekspresi Alexa saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kick My Boss
ChickLitAlexandria Ailee. Queen of Dior, Princess of Chanel, Goddess of Louis Vuitton, dan orang memanggilnya brand berjalan. Sembilan puluh persen dari hidupnya hanya dihabiskan untuk shopping, shopping, dan shopping. Sangat berfaedah saudara-saudara. Ale...