Prolog

3.2K 308 8
                                    

Karina Edelweis melangkah masuk ke rumah kosong yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Rumah bergaya kolonial dengan pekarangan sempit dan dihiasi oleh alang-alang yang menyeruak. Tidak ada siapa pun di dalam sini kecuali Natalia Grace, teman sekelas yang selalu menunggu Karina datang sepulang sekolah.

Grace duduk di kursi rotan, berhadapan dengan kanvas yang separuhnya sudah berisi gambar membentuk wajah Karina. Ia memandangi Karina yang baru datang, ada secuil noda darah pada logo OSIS SMP di seragam Grace.

"Kamu terlambat lagi," ucap Grace.

"Maaf," kata Karina. Pandangannya kemudian tertuju ke bilah pisau dan bangkai tikus yang teronggok di meja depan Grace. "Aku nggak bisa datang ke rumah ini lagi."

Grace memelotot mendengar pernyataan Karina, seperti kucing yang mendengar derak langkah tikus di kolong lemari. Ia turun dari kursi, melangkah terpincang menggunakan kruk—tulang kaki kirinya belum sembuh sempurna. Grace tampak terburu-buru saat mengambil pisau di meja dan mendekati Karina yang masih berdiri di ambang pintu.

Bola mata Grace berkilauan seperti prisma. Tampak jelas ia menahan getaran emosi yang sedang meluap dalam aliran darahnya. Gadis itu berhenti satu langkah di depan Karina. "Kamu mau ingkar janji?" lirih, Grace bertanya. Ia menyodorkan gagang pisau ke wajah Karina. "Hari ini kamu harus makan sampai habis bangkai tikus itu, potong kecil-kecil!"

Karina memberengut, bibirnya menggulung membentuk seringai yang menunjukan perasaan sedih. Ia meneteskan air mata seraya menutup pintu.

Brak!

Hotel SoelastriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang