Chapter 7: Argue

3.6K 466 23
                                    


Panas..

Seperti Bara api menyulut para pendosa dengan keji

Semua berjalan dengan cepat, secepat cahaya yang melintas

Disaksikan oleh kerumunan orang yang bersorak, dan beberapa yang menangis pilu..

..memandang sosok lain yang tergantung tak bernyawa..


"Hahh.. hah.."

Jeno terduduk dengan keringat menetes di dahi. Ia terbangun karena mimpi aneh yang mengusiknya. Tubuhnya dingin, karena jendela kamar yang tak tertutup rapat. Menyisakan sedikit genangan air yang merembes melalui celah-celah. Ia memandang ke arah jendela, hujan masih setia turun dari langit.

Badai pada malam kemarin sepertinya memberi efek sedikit tak nyaman pada diri Jeno. Petir yang menyala-nyala seperti merasuk pada mimpinya, membuat sketsa cerita yang begitu nyata, membuat dirinya ketakukan..

Seperti biasa, pelayan masuk untuk menyiapkan bak mandi, sedangkan ia masih setia duduk melamun diatas ranjang yang hangat. Mereka perlu waktu untuk menyiapkan mandi pagi, sehingga Jeno masih bisa menghabiskan sisa waktu melamunnya.

Maurice menghidangkan teh diatas nakas. Jamuan pagi ala bangsawan..

"Apa teh pagi ini?"

"Teh buah persik Tuan. Sangat fresh karena saya mendapatkannya langsung dari petani pagi ini."

Jeno mengernyit, dengan cangkir yang ia angkat untuk menyesap isinya. "Kenapa kau menyajikan sesuatu yang berbeda dari biasanya? Kau tau seleraku Maurice. Aku bahkan tidak berminat pada teh yang bukan kesukaanku."

Ia menaruh cangkirnya di atas nakas di samping tempat tidur.

"Ini buruk. Aku tak menyukai rasanya."

Maurice kemudian menjawab dengan senyum. Keluhan tuan mudanya seperti sekarang ini sudah biasa ia hadapi. Toh daripada majikannya yang lain, Tuan Muda Jeno yang paling kaku mengenai sesuatu. Ia tidak suka teriotorialnya diusik, kesibukannya diganggu, atau bahkan kegemarannya dirusak.

"Mohon maaf Tuan Muda. Kami menyesuaikan menu dan jamuan dikarenakan seorang tamu datang untuk berkunjung."

Jeno menaikkan sebelah alisnya. Jamuan? Tamu seperti apa yang datang?

Jika mereka mulai mengubah menu dan menyesuaikan selera dengan tamu, tentu saja yang datang bukanlah orang sembarangan. Ibundanya tak mungkin mau merepotkan diri untuk sibuk—merubah tatanan yang sudah berjalan hingga menciptakan sesuatu yang baru untuk dihidangkan.

"Apa dia tamu bisnis ayah?"

Maurice menggeleng pelan. "Seorang polisi Tuan. Scotland Yard."

Sesuatu dari dalam diri Jeno menyeruak keluar, menyampaikan rasa ketidaknyamanan ketika pelayannya mengucapkan dua kata yang demi Tuhan sangat ia benci. Terlebih dengan diubahnya menu yang sudah menjadi rutinitas dan kesukaannya dikarenakan sosok yang tidak jelas maksud dan tujuannya kemari.

Sepele, namun sekali lagi ini adalah Jeno Leonhart

Yang tak suka diusik..

Kemudian Jeno mengangguk sekilas, mempersilahkan Maurice untuk pergi sedang dirinya masih duduk di atas ranjang tanpa memiliki niat untuk segera bangkit bahkan hanya untuk sekedar mencuci muka.

Si sulung Leonhart penasaran setengah mati

Apa yang membuat sosok itu spesial hingga membuat dirinya merasa direpotkan di pagi hari..


Adolescence

Meja makan selalu menjadi tempat dimana keluarganya menghabiskan waktu bersamaan. Semuanya berkumpul, duduk berhadapan dengan kudapan enak di depan mata. Jeno melangkahkan kaki turun, melewati tangga megah dengan lukisan-lukisan mahal di sisi dindingnya.

𝓐𝓭𝓸𝓵𝓮𝓼𝓬𝓮𝓷𝓬𝓮 | Nomin Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang