Chapter 15 : Underground

1K 112 34
                                    



Lonceng gereja dari kejauhan terdengar nyaring. Minggu pagi, waktunya bagi orang-orang untuk beraktifitas dan beribadah. Tak jauh dari sana sosok pirang dengan manik biru hitam terbangun dari tidur.

Di ruangan serba sempit dan ranjang berderit ia merebahkan badan. Ini masih lebih baik daripada tempatnya yang terakhir karena tak ada penjaga yang mengawasi. Jeno, pemuda itu meregangkan tubuh, menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi kecil sebelum akhirnya ia bangun.

Hari ketika dirinya dibebaskan, seorang pelayan menjemput dan mengajak dirinya ke tempat ini. Bukan Maurice pelayan di mansionnya, wanita itu sudah dipenjara karena tuduhan membantu ayah dan saudaranya untuk melakukan aksi kejahatan. Sedangkan William, kaki tangan ayahanda sudah dieksekusi dua hari lalu.

"Tuan Muda, sarapan sudah siap."

Jeno mengangguk dan segera mengikuti pelayan itu. Tidak ada menu yang tersaji seperti biasa. Hanya ada bubur beras dan susu kedelai di atas meja.

"Seharusnya ini adalah waktu teh, namun kami tidak memiliki teh kualitas terbaik untuk dihidangkan." Sang pelayan membungkuk singkat sebelum mempersilahkan Jeno untuk duduk.

"Winter."

"Ya, Tuan Muda?"

Jeno menatap pelayannya lekat. "Panggil aku Jeno. Aku bukan bangsawan lagi sekarang."

Pelayan yang bernama winter itu membelalakkan matanya. "Ta—tapi Tuan—"

"Ini adalah perintah terakhir." Ujar sang tuan masih memandangnya tajam. Setelah ini semua kondisi akan berbeda. Tidak ada pelayanan seperti dulu, tidak ada penghormatan dan status yang harus dijunjung. Jeno hanya akan menjadi pria London biasa dengan mental yang menyimpang.

Winter menelan ludah, menatap wajah sang tuan dengan perasaan berkecamuk.

Salah seorang pria dewasa menghampiri Jeno di meja makan.

"Jeno, kau tak apa? Aku sudah mengurus Yard agar mereka tak bisa menjangkau dirimu lagi." Frederick, pria dengan rambut kecoklatan itu memeluk Jeno sesaat.

"Bagaimana dengan kondisi ibu? Dia yang paling menderita paman."

Frederick terdiam, menatap lelaki yang lebih muda darinya ini dengan pandangan bersalah. Segera ia menarik kursi untuk duduk berhadapan dengan Jeno.

"Aku hanya bisa mengambil ini darinya." Sebuah cincin ia berikan kepada Jeno. Cincin bermata biru safir dengan ukiran marga keluarga dibelakangnya.

Leonhart..

Setelah semua ini terjadi pantaskah dirinya menyandang nama itu? Pantaskah dia meneruskan bisnis kakek moyangnya yang dibangun ratusan tahun yang lalu?

Pantaskah dirinya menjadi seorang Earl dan menjaga saudaranya selamanya?

Frederick menjangkau tubuh Jeno dalam pelukannya sesaat. Pria seumuran ayahnya itu menepuk-nepuk punggungnya pelan—memberikan kenyamanan sekaligus dukungan. Dia sudah bersama Jeno dan Jemima sedari mereka lahir. Banyak moment dengan keluarga itu sudah mereka jalani bersama.

Meskipun pada akhirnya berakhir tak baik.

Jeno sangat terpukul. Sejak satu jam yang lalu, dirinya memang sudah memberitahu semuanya. Diawali oleh mansion Leonhart yang kini hanya tersisa abu. Semuanya habis terbakar.

Leonhart kini hanya meninggalkan nama. Tidak ada kejayaan, tidak ada status sosial, dan yang terpenting semua keluarganya pun lenyap.

"Aku masih berusaha untuk menjangkau Jemima. Tapi aksesnya masih sangat sulit. Penjara bawah London tertutup rapat, hanya akses untuk orang-orang tertentu saja yang bisa melewatinya." Tutur Frederick.

𝓐𝓭𝓸𝓵𝓮𝓼𝓬𝓮𝓷𝓬𝓮 | Nomin Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang