Chapter 11: Night

3.4K 335 16
                                    



Malam setelahnya, manison yang tadinya ramai oleh hiruk pikuk penghuninya mendadak tenang seperti air danau. Kesedihan masih menjadi latar belakang utama mengapa si penghuni diam. Tak terkecuali mereka yang memiliki kasta terendah, para maid..

Beberapa diantaranya terbunuh dengan mengenaskan. Menyisakan hanya beberapa orang saja yang selamat—itu pun dengan trauma yang membayangi. Wajar, malam itu penyusup datang memporak-poranda isi mansion dengan sadis.

Sang kepala keluarga melakukan rekonstruksi besar-besaran, mulai dari mengganti semua maid yang bekerja. Semua dibabat habis, yang mati dikuburkan dan yang selamat dipulangkan. Dinding yang terkena bercak darah segera diperbaiki. Meja dan kursi yang rusak, serta chandelier yang pecah segera diganti yang baru.

Cacat kecil dari kejadian itu seolah dihapuskannya. Membuat seolah mansion tanpak baru dan tak ada kejadian apa-apa.

Semua dilakukannya dengan harapan si anak bungsu lupa akan memori buruk. Sepertinya cukup berhasil karena keesokan harinya si kembar bungsu bangun tanpa berteriak ketakutan. Ini di luar ekspektasi Vincent yang membayangkan anaknya akan menolak apapun, bahkan ketakutan terhadap tempat tinggalnya sendiri.

'Jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu..'

Satu kesalahan kecil namun berakibat besar. Semua tak menyadari bahkan orang terdekatnya sekalipun...

.

.

Maria Leonhart tak ubahnya seperti orang tua di luar sana. Ia sangat menyayangi sang anak, mengasihinya dengan cinta dan kasih sayang yang berlimpah. Sering ia berdoa di pagi hari untuk kebahagiaan sang anak.

Maka dengan putusan hakim siang ini, hati orangtua mana yang tak hancur..

"Para penyusup yang datang malam itu memang datang karena uang. Kami sudah menyelidiki dan tidak ada pihak ketiga yang terlibat."

Vincent berdiri dari kursinya. Ia menggeram marah, menatap beberapa hakim di depannya dengan tangan terkepal kuat. "Aku tak peduli darimana bajingan itu berasal, karena aku bisa menyelidikinya sendiri." Ucapnya.

"Tapi yang menjadi permasalahan adalah, anda tak bisa semena-mena hanya menjatuhi hukuman ringan! Tempat tinggal kami hancur dan banyak korban berjatuhan termasuk puteraku sendiri!" Lanjut Vincent dengan lantang.

Salah seorang hakim yang memberi vonis membenarkan letak kacamatanya. "Lantas apa yang kau mau Leonhart."

"Hukum dengan guillotine. Ini termasuk kejahatan tingkat atas." Balas si kepala keluarga dengan sengit.

Tiga orang yang berdiri di depan mereka saling menoleh, memberikan isyarat aneh yang tak dapat dimengerti. Yang dapat ditangkap oleh Maria adalah mereka yang melempar seringai—mengejek.

"Sepertinya yang lebih berhak memutuskan adalah kami selaku hakim dari pengadilan London. Anda adalah bangsawan, seseorang yang harusnya tak perlu memberikan opini tak berguna."

Tok.. tok.. tok..

Suara palu yang diketuk di atas alasnya berbunyi nyaring tiga kali.

"Untuk kasus penyerbuan dan penyusupan mansion Leonhart, vonis dijatuhkan kepada para tersangka sebesar satu tahun kurungan penjara."

Maria semakin mengeratkan genggaman tangannya yang saling tertaut dengan tangan sulungnya. Di depan sana suaminya masih menggebu-gebu, dengan beberapa orang yang menahan pegerakan si kepala keluarga agar tak melebihu batas. Air mata yang dibendung Maria sedari tadi luruh begitu saja tanpa diperintah. Meskipun benaknya mengatakan ada yang salah dengan kasus malam itu, keluarganya pun tak bisa berbuat apa-apa karena hukum dari sang Ratu tidak dapat dibantah.

𝓐𝓭𝓸𝓵𝓮𝓼𝓬𝓮𝓷𝓬𝓮 | Nomin Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang