Keseharian Daniel

183 14 11
                                    

"Lo kemarin gue telpon, kenapa nggak diangkat?" Tanya Daniel kepada Dika yang sibuk dengan ponselnya. Saat ini Dika sedang duduk sendirian di kantin, dan Daniel yang baru saja sampai di situ.

"Lah anjir, gue aja nggak tau lo nelpon." Jawab Dika dengan heboh sendiri, sedangkan Daniel mulai duduk di depan Dika dengan tangan yang menyisir rambutnya ke belakang.

"Kemarin bang Danny diuber polisi! Gue yang jemput." Tiba-tiba suara Adrian menyahut dengan tangan yang mencubit telinga milik Dika, lalu ia menduduki bangku di sebelahnya.

"Ya nggak perlu jewer gue juga kali, Adrian!" Decak Dika sebal, mengelus telinganya dengan tangan. Sedangkan Adrian hanya membalas dengan tawa khas gantengnya. Yang membuat Dika sebal adalah, selisih umurnya dengan Adrian yang jauh. Ya, walaupun sudah terbiasa seperti ini, Dika pun tidak pernah mempermasalahkan. Persahabatan 12 orang itu, memang seperti ini adanya.

"Ada apa nih? Rame amat." Ucap Jendra. Raka dan Wawan ikut bermunculan, dan mulai mengisi tempat duduk yang kosong.

"Biasa deh. Bang Danny, semalem nyoret." Sahut Adrian sontak membuat Jendra menoleh menatap Daniel yang membuang muka ke arah lain.

"Lagian lo kayak nggak ada kerjain aja sih bang, skripsi noh selesain." Peringat Raka dengan helaan napas, yang dibalas dengan anggukan setuju oleh semuanya. Sedangkan Daniel hanya meringis dalam hati.

"Inget tuh bang!" Wawan ikut bersuara dengan rasa yang greget akan kelakuan sang tertua.

"Lo pada kan udah tau kalau gue emang kayak gini." Sahut Daniel dengan mood yang mulai berantakan. Kejadian seperti ini, memang sudah sangat sering terjadi. Bahkan Daniel sering juga mendapat nasihat dari satu persatu bagai kelas konsultasi. Namun bukannya berubah menjadi lebih baik, Daniel malah menambah kelakuan yang membuat geleng kepala.

Hening.

Semuanya hanya melamun, entah mengapa merasa sedih dengan keadaan Daniel. Mereka semua tahu, Daniel adalah sosok yang begitu tertutup. Bahkan kepada temannya sendiri.

"Woi! Kenapa nih? Pada diem-diem aje." Suara David terdengar nyaring, bahkan orang-orang di kantin menatap ke arahnya dengan risih. Jaden juga mengikuti dari belakang David.

"Belum pada pesen juga nih? Lo pada ke kantin kagak makan?" Ucap Jaden meneruskan kalimat David.

"Biasa nih bang. Bang Danny nyoret lagi semalem." David dan Jaden saling melempar pandangan, mereka bungkam jika sudah membicarakan Daniel yang mulai berulah kembali.

"Kita bahas itu, nanti aja." Suara Mahesa terdengar bersama dengan munculnya Aksa, Jevan dan Ezra.

"Mending makan dulu lah, gue udah laper banget." Jevan dan Aksa bergerak duduk di sebelah Jendra. Sedangkan Ezra duduk di sebelah Adrian.

"Kalau gitu, lo berdua pesenin ya?" Titah Mahesa kepada Jaden dan David.

"Oke! Mau pada pesen apaan?" David berujar dengan semangat. Ayolah! Ini masih pagi, harusnya suasana tidak seperti ini, pikirnya.

"Samain aja, udah." Jawab Dika anti ribet, setelahnya Jaden mengangguk mengerti dan mulai merangkul bahu David berjalan melengos pergi untuk memesan.

"Balap, kapan lagi?" Jevan bersuara dengan cengiran pada wajahnya.

"Jev, luka lo bekas balap kemaren juga belum sembuh. Jangan gila deh lo," ucap Aksa membalas ucapan Jevan dengan ketus maksimal hingga mengundang tawa dari semuanya.

"Tapi gue juga beneran pengen balap lagi." Sahut Raka menyetujui ucapan Jevan.

"Lo pada beneran mau?" Dika kini ikut bersuara sontak membuat semua atensi terarah kepadanya.

Kepalsuan | Choi HyunsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang