Perihal salah paham

64 5 1
                                    

"SUMPAH, JE! GUE NGGAK MACEM-MACEM SAMA DANIEL!" Akhirnya Dena berteriak di tengah-tengah Jeje dan Daniel sedang beradu mulut.

"Gimana gue bisa percaya?" Tanya Jeje serius kepada Dena dengan tatapan yang tajam. Sesungguhnya, Jeje khawatir Dena akan diperlakukan sama dengan lelakinya yang dahulu. Cukup itu saja, Jeje tidak ingin sang kakak mendapati yang baru. Belum saatnya.

Dena menatap Daniel memberi kode untuk pergi sementara, ia mengangguk mengerti dan langsung pergi kembali kepada teman-temannya di kantin, dengan rasa yang terkejut seperti Jeje. Jeje hanya menatap kepergiannya dengan napas yang naik-turun.

"Je, sumpah. Gue nggak ngapa-ngapain sama Daniel. Cuman jalan pake motor dia, kita keluar nyari angin. Jemput sama anterin gue balik juga, bahkan sebatas di lobi apart gue doang, Je." Jeje masih enggan menatap sang kakak.

"Daniel beda sama dia." Tangan Dena menuntun kedua bahu Jeje agar menatap dirinya. Ucapan sang kakak, cukup membuat Jeje sedikit senang.

"Please, trust me." Jeje melepas genggaman sang kakak pad bahunya dengan kasar dan berbalik, ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Gue nggak bermaksud kayak gini ke lo, kak. Kalo kayak gini, malah gue yang jahat ke lo. I just, don't want you being hurt anymore." Dengan pergerakan cepat, Jeje berbalik dan memeluk sang kakak dengan tiba-tiba.

"Gue ngerti, Je." Jawab Dena melirih, tangannya menepuk pelan bahu Jeje yang masih bergetar karena emosi.

"I'm really sorry." Yah. Siapa sangka seorang Jeje Nathan Hanasta yang terkenal garang, memiliki kepribadian yang luar biasa lembut kepada sang kakak?

"Gue mau ke tongkrongan lagi boleh kan, kak?" Tanya Jeje masih dalam dekapan pada sang kakak.

"Iya, boleh. Makasih ya, Je." Jeje hanya mengangguk pada bahu Dena, ia melepaskan dekapannya dengan lembut dan mulai berjalan keluar kampus setelah memakai helmnya.

Diam-diam Daniel mengamati keduanya dari kantin. Melihat itu, Jaden bersuara kepada Daniel.

"Jadi, itu tadi si Jeje kan? Lo ada masalah apa bang sama dia?" Tanya Jaden hati-hati dan segera mendapatkan atensi Daniel. Di kantin, mereka hanya berkumpul bertiga. Yaitu, David, Jaden dan dirinya. Info bagi yang kangen dengan Dika, ia akan tetap di Medan sekitar satu Minggu. Mohon bersabar.

"Dia salah paham sama gue. Dia ngira gue apa-apain adeknya, yang kemaren turun balap ama gue." Jaden dan David mengangguk mengerti, mereka ini memang anak-anak anti kalem. Berbeda dengan Jendra dan Dika.

"Itu karena kita memang kemusuhan aja sama si gengnya Jeje." Jawab David dengan tangan yang sibuk mengaduk bubur ayam yang sudah ia pesan.

"Eh, bentar. Jadi perempuan yang lo bilang itu, orang yang balap sama lo?" Tanya Jaden baru menyadari hal itu. Daniel hanya mengangguk sebagai balasan.

"Waw, cukup mind blowing." Sahut David, lalu menyuap bubur itu pada mulutnya.

"Mayan, bang. Gue restuin dah." Jaden ikut bersuara dengan senyuman.

"Lo beneran yakin gue nggak kayak yang Jeje bilang?" Tanya Daniel heran ketika David dan Jaden sama sekali tidak memarahi dirinya, atau menasihati.

"Ya nggak lah, bang. Karena gue sama David juga tau, kalo lo bukan orang yang kayak gitu." Mendengar jawaban Jaden serta anggukan dari David membuat Daniel tertawa dan diakhiri senyuman terharu.

"Tuh, orangnya udah balik." Titah David menunjuk sosok Dena yang melangkah mendekati Daniel. Daniel menatap Jaden dan David bergantian sebagai bentuk pamitan. Lalu ia bangkit dan melangkah pergi bersama Dena.

Kepalsuan | Choi HyunsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang