Haikal

114 13 1
                                    

Sebulan telah berlalu sejak Citra dan Sekar bertemu di sebuah kafé. Kini, Haikal sedang kembali bertugas menjemput nona muda keluarga Hutama tersebut dari kantor. Citra tadi pagi sengaja diajak oleh Rangga untuk menemaninya bekerja. Entah apa saja yang Rangga lakukan untuk membujuk putri kesayangannya itu agar mau keluar dari kamar. Semenjak pertemuannya dengan Sekar, Citra menjadi lebih banyak diam dan jarang keluar rumah. Cukup mengkhawatirkan Rangga serta Kalina yang terus menerus menanyakan perasaan putri tunggal mereka.

Rangga kira Citra hanya bosan karena gadis itu masih dalam masa 'libur' setelah kelulusan jenjang pendidikannya beberapa waktu lalu. Namun ditambah dengan seringnya putri mereka melamun, Rangga dan Kalina mulai khawatir. Tak sekalipun Citra memberikan jawaban yang menenangkan. Wajar bila orang tuanya menjadi panik seperti itu.

Apalagi di luar dugaan mereka, hari itu rupanya Citra tiba-tiba bersedia menemani sang ayah ke kantor meski hanya selama setengah hari saja. Rangga dan Kalina cukup lega dibuatnya. Setidaknya sang putri sudah menghentikan kebiasaan mengurung diri dalam kamar dengan berada di luar rumah selama lima jam.

Karena itulah kini Haikal mendapat panggilan tugas untuk menjemput Citra. Sesuai permintaan Rangga di telepon, Haikal diminta cepat datang. Citra terlihat sudah tidak betah di sana katanya. Ingin segera pulang, istirahat di dalam kamarnya yang nyaman.

Setelah membelah jalanan ibukota selama satu jam, akhirnya Haikal tiba di tujuan.

Dan di sanalah Citra menanti mobil itu berhenti. Tepat di depan pos keamanan kantor megah Rangga. Dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya, penampilan Citra makin elegan dan anggun di saat bersamaan.

Memacu jantung Haikal seperti berhenti berdetak sejenak saat gadis itu bergerak pelan menurunkan sedikit kacamatanya. Agar bisa bersitatap langsung dengan mata milik pemuda yang baru saja membukakan pintu mobil.

Citra tersenyum simpul sembari menggeleng. Memancing kernyitan Haikal.

"Tidak, Kal. Aku tak ingin duduk di belakang. Aku ingin duduk di depan, di sampingmu."

Ucapan santai Citra itu semestinya tak berefek apapun pada kesehatan jantung Haikal. Nyatanya, ia tetap dibuat serasa naik turun hingga tertegun selama beberapa saat bila suara pintu mobil yang ditutup dari Citra tak mengusik.

Haikal segera menutup kembali pintu kursi penumpang mobil belakang lalu berjalan ke depan. Menjalankan tugas sehari-hari yang terasa istimewa beberapa hari terakhir.

Setelah Haikal menutup pintunya ia memastikan apakah Citra, yang duduk di kursi penumpang sebelahnya, sudah memasang sabuk pengaman. Seperti sadar bila Haikal tengah menantinya, Citra justru sengaja membuang muka ke arah jendela. Membuat Haikal menghela nafas cepat.

"Maaf, Tra," panggil Haikal lembut.

Citra menoleh ke arahnya meski dalam hati Haikal tetap ragu. Kacamata hitam yang masih bertengger di wajah cantik itu membuatnya tak bisa memastikan, apakah sepasang mata indah Citra tersebut juga benar-benar menatapnya.

"Ya?"

"Sabuk pengamanmu?"

"Oh, maaf-maaf, aku lupa!"

Klik!

Begitu terdengar bunyinya, Haikal segera menyalakan mesin dan melaju. Dalam kecepatan sedang kembali membelah jalanan yang siang ini cukup padat.

"Kal," kali ini Citra yang memanggilnya.

"Ya?"

"Boleh aku memutar lagu? Aku khawatir bila ternyata bisa memecah konsentrasimu saat berkendara."

Citra Dan HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang