Prologue.

437 51 5
                                    

Beatrice,


Beatrice...

Seseorang memanggilku. Akupun mengikuti arah suara itu. Tempat apa ini? Sunyi, dingin bersalju, berkabut... Aku tidak ingat apa yang membawaku ke tempat ini. Suara yang memanggilku makin lama makin menjauh. Mau tak mau aku harus berlari mengikutinya.

Beatrice, ke arah sini...

Aku melihat seorang perempuan mengenakan dress biru tua. Wajahnya kukenal. Rambut pirangnya tergerai sampai ke bahu. Garis-garis wajahnya mengingatkanku pada seseorang. Ibuku. Betapa aku sangat merindukannya. Secepat kilat aku berlari menghampirinya kemudian aku jatuh ke dalam dekapannya.

Mataku basah oleh air mata kerinduan dan kebahagiaan karena telah dipertemukan oleh ibuku yang telah meninggal 2 tahun silam. Dia melepaskan pelukan itu. "Mama sangat merindukanmu, Beatrice. Andai mama bisa bersamamu lebih lama. Tapi waktu ini sangat singkat," kata perempuan yang telah melahirkanku itu sembari membelai rambutku yang berwarna sama seperti rambutnya.

"Apa maksud mama?" tanyaku terisak. "Mama membawa sebuah pesan pada mimpimu ini. Ketika kau terbangun, kau akan menyadari bentukmu tidak seperti normal lagi. Tapi kau tidak perlu takut. Satu cara yang dapat mengembalikan dirimu seperti normal lagi adalah dengan menemukan seseorang yang mencintaimu tulus. Cinta sejati," penjelasan mama membuatku bingung sekaligus takut setengah mati.

"A-aku, aku tidak mengerti. Mengapa semua i-itu akan terjadi?" tanyaku terputus-putus. "Kau hidup sendiri. Aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku sangat ingin tinggal dan berada di sisimu setiap saat namun tidak bisa. Inilah satu-satunya yang bisa membuatmu aman, mempertemukan dirimu dengan cinta sejati.

Kau tidak bisa melawan karena takdir telah ditetapkan. Kau berkata tidak namun bila Tuham berkata ya, mau tidak mau harus menjalaninnya. Selamat tinggal Beatrice, aku selalu menyayangimu..." kemudian tubuh ibuku terbawa angin. Sampai jauh sekali.

Betapa aku sangat ingin terus bersamanya. Namun aku tak mampu berlari lagi karena seakan ada yang menahanku. Aku berbalik, masih terisak. Bajuku tersangkut pada dahan pohon. Aku berusaha menariknya secepat mungkin agar bisa mengejar ibuku. Dahan itupun terlepas.

Aku bangkit berdiri untuk mengejarnya. Namun ibuku sudah tidak terlihat lagi. Aku menghempaskan tubuhku ke tumpukan salju itu. Aku tidak merasa kedinginan karena ini hanya mimpi... mimpi yang seharusnya tidak pernah kuimpikan. Aku masih terus menangis dan membayangkan wajah ibuku.

Srek,

Srek

Seseorang berjalan ke arahku. Aku tidak peduli jika ada yang ingin menyakitiku karena ini hanyalah mimpi. Aku memejamkan mataku, berharap terbangun dari mimpi yang tidak kuinginkan ini.

"Apa kau akan terus berbaring disini?" terdengar suara laki-laki dengan aksen Irlandia. Aku kaget dan langsung duduk tegak. Aku tak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas karena ada yang menghalangi mataku. "Hm, aku berusaha bangun dari mimpiku dan.... ehm ini mimpikan?" tanyaku kikuk.

Dia tertawa puas. Kulitnya yang putih dan rambut blonde nya mengingatkanku pada Niall Horan. Anggota boyband yang paling kusuka. Astaga masih sempat-sempatnya aku berpikir tentang Niall Horan di tempat asing seperti ini.

"Kau akan segera terbangun. Sebentar lagi," katanya samar-samar.

Buk!

★★★

Author's note

Sorry yaaa kalau pendek

Jangan lupa VOTEEEE dan COMMENT

Invisible // n.h [stopped]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang