Fourth.

225 26 4
                                    

Don't be a sider please. At least vote this story, thank you xx

★★★

"Dan kurasa, ada seseorang yang membutuhkanku agar membuatnya kembali seperti manusia biasa. Maksudku agar tubuhnya kembali terlihat dan tidak invisible lagi," kata Niall.

APA DIA SUDAH MENYADARINYA?

"Apa maksudmu Niall? Kau tahu kejadian seperti itu hanya terjadi di cerita fiksi," kata seorang pria yang berdiri di dekat pintu.

"Aku pernah bermimpi seperti itu. Aku percaya kalau mimpi kenyataan," kemudian secara refleks bibirku membentuk sebuah senyuman.

"Well, sebaiknya kita lanjutkan sesi photoshoot ini sebelum nona transparan kembali mengganggu," Demi Lovato dan para fotografer terkekeh bersamaan. Niall hanya tersenyum. Betapa manisnya senyum itu. Aku sangat ingin menjadi alasan atas senyumannya itu.

★★★

"Apa maksud dari ucapanmu tadi, Niall?" tanya Demi pada Niall yang berada di hadapanku. Mereka sedang berada di taman tempat tadi aku berjalan-jalan. Di sini, aku berdiri mematung seraya memandangi adegan yang menyakitkan dari belakang punggung mereka.

"Banyak yang kukatakan, maksudmu yang mana?" tanya Niall kemudia Demi terkekeh. Demi menyenderkan kepalanya ke bahu Niall. "Saat kau berkata tentang mimpimu. Seseorang yang membutuhkan bantuanmu untuk mengembalikan tubuh normalnya," kata Demi menjelaskan.

Hatiku terasa panas ketika Demi bersandar pada Niall..... dan kemudian Niall meletakan dagunya diatas ubun-ubun Demi. Demi apapun aku ingin pergi dari tempat ini jika aku dapat meninggalkannya tanpa kehilangan jejak Niall.

Duk!

"Apa kau mendengarnya?" tanya Niall pada Demi. Sial. Dia mendengar bunyi kakiku menendang tiang di dekat bench. "Yang kudengar hanya suara perbincangan kita, sayang," ugh! Kemudian Demi mencium pipi Niall.

Kenapa adegan menyakitkan ini harus kuperhatikan. Dan kulihat mata mereka saling berpandangan. Wajah mereka semakin mendekat. Kemudian aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

Air mata membasahi pipiku. Aku berlari menuju lahan parkir di gedung tersebut. Sepi. Kemudian aku duduk di tangga yang menyambung jalanan dengan gedung. Aku berusaha melupakan kejadian tadi yang masih berputar di kepalaku.

As the tears fall I let go everything

"Mengapa kau menangis di tangga? Apakah itu penyebabmu meninggalkan dunia ini?" kata seorang anak kecil. Apa?! Meninggalkan dunia?!

"Hey, aku masih hidup! Lihat, aku masih-" aku baru sadar tubuhku invisible. Tapi, bagaimana dia bisa tahu?

"Terimalah kenyataan. Kau sudah seharusnya pergi ke sana," katanya sambil menunjuk ke arah langit. "Selesaikanlah semua masalahmu yang membuatmu tetap tinggal di bumi. Roh-roh lain mengatakan surga itu sangat indah. Malah mereka lebih memilih di atas sana. Oh ya, aku belum bilang kepadamu ya kalau aku bisa melihat makhluk halus?" tanyanya seraya menaikan sebelah alisnya.

Jadi maksudnya aku makhluk halus?! "Belum, tapi aku percaya padamu. Namun, aku bukan makhluk halus dan sejenisnya, tapi aku-" aku menunduk. Anak laki-laki itu menepuk pundakku.

Kepalaku kembali tegak dan mataku mengarah pada mata biru lautnya. Dari dalam sana, terpancar suatu kenyamanan yang membuatku ingin menceritakan semuanya pada anak laki-laki ini. "Aku tidak pernah bertemu dengan orang sepertimu. Tapi aku yakin kau akan melewatinya dengan baik, percayalah dan jangan putus asa." ujarnya panjang lebar.

"Jacob, apa kau sedang berbicara dengan mereka?" tanya seorang wanita yang menghampiri kami berdua. Rambut coklatnya tergerai sampai bahu. Dress merah berbunga-bunganya menambah kesan ideal di tubuhnya.

"Ya, namun kali ini berbeda" jawab anak yang ternyata bernama Jacob itu yang kemudian mengedipkan sebelah mataku ke arahku dengan senyuman ceria. Aku terkekeh melihatnya.

Dia sungguh membuatku kembali ceria. Ibu itu tersenyum terhadapnya kemudian mengacak rambut Jacob. Mereka bergandengan tangan menuju mobil sedan hitam yang dikendarai oleh supir.

Aku teringat ibuku. Aku ingat saat dia menuntunku masuk ke dalam restoran tempat ia bekerja. Aku selalu merindukannya. Berharap punya waktu lebih lama lagi untuk bersenang-senang dengannya.

★★★

Mobil ini berhenti. Akhirnya aku bisa sampai di rumah the boys dan- rumah siapa ini? Rumah the boys tidak bercat biru langit. Aku menembus lewat pintu mobil. Aku melihat pekarangan rumah ini. Ada pohon Magnolia di sudut taman. Lampu-lampu kecil juga tak kalah menghiasi taman ini.

Kulihat Niall membukakan pintu untuk Demi. Masa bodo, aku langsung masuk ke dalam rumah itu. Memang sih tak sopan, tapi daripada melihat pemandangan itu lagi? Lagian aku tak terlihat jadi tak apalah.

Rumah ini tertata sangat rapi. Aku yakin pemilik rumah ini sangat berkecukupan karena dilihat dari luar saja rumah ini sangat besar. Aku memandangi beberapa foto keluarga, aku menemukan wajah Demi Lovato di foto keluarga itu(liat di mulmed). Sudah pasti ini rumahnya.

Tapi untuk apa Niall datang? Dia tidak akan macam-macam kan pergi ke rumah pacar- ehm maksudku teman wanita di saat larut malam seperti ini? Mungkin dia hanya mau mengantarkannya dan pul- oh tidak!

Aku berlari keluar rumah ingin melihat keadaan mereka. Ketika aku sampai di luar yang kulihat hanya,

Demi yang sedang berjalan ke arah pintu rumah. Sial! Niall meninggalkanku begitu saja. Apa dia tidak menyadari aku tidak hafal alamatnya... ah iya, menyadari keberadaanku saja tidak, bagaimana dia bisa menyadari bahwa aku tidak hafal alamatnya.

Well, apa boleh buat? Aku harus bermalam di rumah Demi. Seharusnya aku tidak menyelonong masuk begitu saja, ah itu semua salahku!

Aku membalikkan badanku. Kulihat Demi sudah tidak ada. Tanpa berpikir dua kali, aku masuk ke rumahnya. Aku mencarinya di lantai pertama. Namun tidak ada. Mungkin dia di lantai dua.

Akupun segera menaiki tangga. Kulihat pintu balkon terbuka, mungkin dia di sana. Aku segera menuju balkon dan yang kulihat Demi sedang memandang ke luar. Angin malam membuatnya menggunakan sweater rajut berwarna peach yang terlihat sangat manis dipadukan dengan kemejanya yang tadi. Dia sedang tersenyum dan bersenandung.

Sepertinya dia bersenandung lagu 18 by One Direction. Dari lirik yang kutangkap-yaa aku hafal liriknya karna aku directioner, liriknya menceritakan tentang seseorang yang sedang terlarut di dalam cinta. Orang itu sudah mencintai pasangannya jauh sebelum mereka berdua saling mencintai. Kurasa Demi lebih dulu menyukai Niall jauh sebelum mereka terjalin cinta satu sama lain.

Namun makin lama kulihat senyumnya pudar.

Demi Lovato's POV

Meskipun Niall menemaniku tadi, rasanya tidak seperti itu. Dia--

★★★

Author's Note

Nanggung banget ya? HAHAHAHA maap dehh biar makin seru aja. Biar readers makin geregetar hehehe

25++ votes for next chapter yaa...

Maaf kalo ada kekurangan, makanya aku butuh comments tentang kritik dan saran supaya bikin cerita ini better. Okay?

bunches of love xx

Invisible // n.h [stopped]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang