December 2020
Aktivitas kuliah daring membuatku tak sadar sudah penghujung 2020. Aku sibuk dengan gagal self healing gangguan kecemasan, tak keluar rumah selama pandemi, kecuali pergi KKN online domisili, juga ke instansi sembari mencari masalah penelitian. Aku bahkan tidak terlalu banyak melakukan kontak dengan teman-teman kecuali hanya tugas dan zoom meeting. Diperparah aku menderita penyakit bronkitis yang sangat-sangat membuatku serasa ingin mati. Aku tak lebih dari mayat hidup yang duduk di depan laptop. Terbatuk meringkuk dalam tidur, menahan sakit dan tangis mengalir membasahi bantal.
Namun, ketika mendengar suara isak bayi Nara-anak Kak Tara membuatku kembali tersadar. Aku harus hidup, aku harus bertahan. Karena aku resmi sudah menjadi seorang bibi, di usia 21 tahun. Aku duduk meringkuk menangis, di kala semua orang melihat kehadiran bayi Nara. Nara lahir di hari kematian ayah. Awalnya aku masih belum menerima keberadaan Nara datang ke keluarga, sementara ayah tidak ada di sini. Namun, mendengar suara tangis dan pegangan jemari kecil Nara di telunjukku. Aku sangat tersentuh. Aku ingin melindunginya sebagai bibi. Walaupun aku belum bisa memberikan apa-apa untuknya.
Entah kenapa aku seakan diberi kekuatan dari tangisan dan pegangan tangan keponakanku. Aku tergerak untuk keluar rumah kembali setelah lama tidak. Lebih tepatnya ke kuburan ayahku-bersama ibu dan Isyan. Aku menangis, sejadi-jadinya memeluk batu nisan ayahku. Atas apa yang aku lakukan selama ini. Diriku yang masih terlihat utuh menapaki tanah, sebenarnya telah lama hancur tak berbentuk. Hanya masih terisi roh yang membuatku bisa bernapas.
"Jangan menangis, Nak." Ibu menghapus air mataku.
"Lana kangen ayah, tapi masih Lana banyak dosa sama ayah dan ibu."
"Bangkitlah dari sekarang, ibu yakin kamu bisa mengatasinya."
April 2021
Penyakit bronkitis yang kuidap sudah berangsur sembuh, namun Anxienty Disorder masih belum. Meski begitu aku memberanikan diri kembali ke kampus, menemui beberapa teman kampus terutama Nindi dan Dipa. Nindi telah menyelesaikan studinya. Kini hanya tinggal aku dan Dipa. Setidaknya Dipa menemaniku berkonsultasi judul dengan Pak Apri. Aku memberanikan diri pergi ke beberapa instansi untuk menggali masalah penelitian. Dan ujung-ujungnya aku, kembali ke instansi tempat aku magang. Menemui Bang Riza untuk diwawancarai dan akhirnya mendapatkan data. Aku pun menyusun beberapa proposal penelitian walaupun masih terkesan abstrak.
Dan akhirnya pada hari Kartini judul proposal penelitianku diterima. Tak bisa membayangkan buncahan rasa. Aku langsung memeluk ibuku. Setelah sekian lama, aku kembali merasakan tangis bahagia-terakhir kali aku merasakannya sewaktu diterima jalur SBMPTN. Namun, hari itu juga. Aku melihat instastory Rama muncul di beranda. Dia mampir makan malam di pasar malam kotaku. Seketika senyumku kembali hilang.
Otakku kembali berhenti berfungsi. Ada tanda tanya besar dalam kepalaku. Kenapa? Seharusnya hari ini bahagiaku. Kenapa rasa sakitnya kembali? Kecemasanku meningkat lagi. Jemariku bergetar. Aku mengecat kuku dengan hena maroon untuk menghilangkan rasa stress. Ya, it's work a while but, useless. Melihat kepalaku kembali blank. Kak Tara dan Kakak Iparku kebetulan ingin keliling provinsi-mereka mengajakku beserta Ibu dan Isyan keluar kota-sekadar refreshing. Sekaligus bersilaturrahmi ke rumah keluarga.
Sepanjang perjalanan lambat, aku hanya menikmati pemandangan alam dari kaca jendela mobil. Merekam pemandangan pantai pasir putih yang berwarna emerald serta perahu-perahu kapal yang tersusun rapi. Rombongan keluarga kami hanya singgah sebentar saja sekadar untuk mengabadikan momen dengan foto. Namun, ketika aku hendak meng-upload foto tadi ke instastory, aku termangu. Rama juga kembali instastory-nya berlatarbelakang kotaku. Lebih tepatnya, tempat yang sering aku lewati ketika ke pasar. Memakai baju yang sama bahan dasarnya dengan baju yang aku pakai sekarang. Dan ... bersama seseorang perempuan. Yang aku yakini pacarnya. Yang menjadi pertanyaannya, kenapa harus di kotaku? Kenapa tidak kota lain?
![](https://img.wattpad.com/cover/275356991-288-k246862.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahita Raswa ✓
RomanceSahita Raswa (sans) : Perasaan & Rahasia. Move on dari seseorang memang hal yang paling sulit dilakukan. Lana Ishara hanya seorang mahasiswi biasa, terjebak dalam pikiran sendiri setelah detik-detik titik temu dengan Rama Hanggara, kakak tingkat mis...