33: Empty

145 26 15
                                    

Made With Love
Please read with love too.
© venusura

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

Goresan-goresan kepedihan ini masih membekas dan tersimpan jelas
di dalam palung hati.
Aku takut, tempat ini sangatlah hening.❞
—Hening dan tersiksa, Dwiki Yulianto.

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

**Mungkin feelnya bakalan kurang atau bahkan tidak ada sama sekali.
Maaf untuk itu.

[]
Mungkin memang benar adanya, Jungkook tiada karena dirinya, pun Taehyung menderita sebab ia egois. Dalam hidupnya, Jeongguk tak pernah memikirkan bagaimana perasaan orang lain bekerja, bagaimana cara pandang orang lain pada dirinya. Ia tak pernah memedulikannya, sebab yang orang lain katakan tak sepenuhnya merujuk pada siapa ia.

Tetapi, ketika manik Yoongi mengutuknya juga disertai kalimat pembunuh, Jeongguk tak lagi singgah pada tempatnya. Tuhan telah menarik jiwanya, beserta dunianya. Ia tak lagi memiliki kekuatan untuk sekedar mengangkat dagu dan membalas tatapan itu. Jeongguk sudah tak sanggup lagi.

"Yoongi-ya," suara lembut bunda Choi mendayu, pun elusan tulus wanita itu berikan pada pundak Jeongguk yang tengah naik turun karena terisak. "Jangan menjadi Jeongguk kedua." Katanya. "Jeongguk telah menyalahkan Taehyung atas kematian kakaknya, dan kini ia memilih untuk berdamai. Lalu apakah kau akan menggantikan Jeongguk jika begini? Jika iya, kau tidak ada bedanya dengan Jeongguk."

"Bunda."

"Berdamailah, nak."

Yoongi bisa menangkap senyum wanita dihadapannya, tak jauh berbeda dengan cintanya yang telah tiada. Bunda Choi mewariskan banyak hal pada Jungkook, termasuk senyum yang akan selalu ada sekalipun keadaan tak memungkinkan.

Sedang ayah Choi hanya memberikan elusan pada pundaknya. "Kematian tidak akan pernah bisa dihindari jika kau telah dilahirkan. Dan dengan cara apapun kau kembali pada Tuhan, itu hanyalah proses. Sama seperti Jungkook. Tuhan memanggilnya untuk pulang melalui Taehyung. Terlepas Taehyung yang menabraknya dan lepas tanggung jawab, semuanya telah diatur. Bahkan kau, Yoongi-ya. Mungkin sekarang dendam dalam hatimu untuk Jeongguk masih banyak, tapi suatu saat nanti. Kau tidak akan berbeda dari Jeongguk. Menyesal telah melakukan semua ini."

Terdapat jeda cukup banyak bagi Yoongi untuk menjawab, "Aku masih butuh waktu, Yah." Pun bukan ini yang ia harapkan, bukan senyum serta anggukan hening dari pria paruh baya di sampingnya. "Aku juga tidak yakin jika hubunganku dengan Jeongguk akan membaik setelah aku memilih jalan mana yang akan aku ambil."

Lagi dan lagi, anggukan serta tarikan sudut bibir ayah Choi suguhkan, pun tepukan halus pada telapak tangan pria itu berikan pada yang lebih muda. "Ayah hanya berharap kau berdamai dengan diri sendiri. Tetapi jika kau bisa berdamai dengan Jeongguk, itu adalah pilihan luar biasa yang kau ambil."

❦❦❦

Rasa bersalah semakin membumbung tinggi dalam hati Jeongguk. Selepas pembicaraan dengan tiga orang lainnya di ruang tengah kediaman keluarga Choi, putra kedua Choi itu lebih memilih untuk berdiam diri dan mengurusi kepindahannya dari Malta dibantu bibinya di sana. Bahkan ia hanya mengucapkan salam perpisahan kepada Nina melalui panggilan suara. Tak memiliki keberanian untuk kembali menginjakkan tungkai di negara seberang.

Hari-harinya selalu dipenuhi sendu, terlebih ketika mendaratkan seikat seruni putih di atas pualam sang kakak. Pengakuan Taehyung dua minggu lalu masihlah membekas, terkunci dengan kuat dalam jiwanya. Apakah benar Taehyung telah mencintai dirinya sebagai Jungkook?

Pertanyaan itu terus bergejolak dalam relung, sebab setelah pertemuan terakhir keduanya di atas bukit, Taehyung tak lagi terlihat di seluruh penjuru Busan. Jeongguk tak penasaran, hanya khawatir. Takut jika Taehyung kembali ke keluarganya dan diusir begitu saja. 

Sama seperti dirinya, Taehyung tak memiliki rumah selain ia. Dan kini Jeongguk harus kehilangan rumahnya.

Mungkin ini yang dulu dirasakan pria Shin saat ia memutuskan untuk melompat di atas jembatan, hampa dan hening. Rasanya seolah hidup seorang diri di luasnya dunia. Bahkan keramaian yang berada disekitar Jeongguk pun tak lagi berarti sebab sanubarinya terlalu sepi.

Kini, Jeongguk sendirian. "Pagi, Kak." Dan hanya akan menyapa angin lalu di bawahnya pohon rindang, gemar mengelusi pualam indah milik saudaranya, pun berceloteh banyak hal dan akan ia akhiri dengan permintaan maaf sebelum beranjak pergi dan berpapasan dengan Yoongi di pintu masuk tanpa kalimat sapa.

"Harusnya aku memperlakukanmu dengan baik, ya?" Tawa kecilnya mengudara, pun sedikit lelehan air mata menyambangi pipinya serupa pagi kemarin. "Bukan meminjam namamu dan bersenang-senang dengan identitas baru. Maaf jika aku butuh waktu untuk menyadari kesalahanku, Kak."

Jeongguk ingat ketika mereka masih berusia sepuluh tahun. Jungkook akan menepuk pundaknya sembari mengucapkan tidak papa, membuat kesalahan adalah hal yang wajar. Lalu akan mendekapnya serta memberikan elusan lembut pada puncak kepala. Jeongguk kecil benar-benar dibanjiri kasih sayang dari sang kakak, tetapi entah kenapa, ia justru membalasnya dengan ini.

"Harusnya juga, kau tidak perlu menyusulku kemari waktu itu."

Ia kembali menyelami masa lalu. Jeongguk total mengingat bagaimana nada khawatir dari pemilik ukiran nama pada pualam, berkata bahwa akan segera menyusul dari bandara ke rumah sakit. Memintanya untuk tetap sehat selagi Jungkook dalam perjalanan menggunakan taksi, pun setengah jam berikutnya, pria yang lebih tua itu menawarkan jeruk yang dilihatnya di jalan.

Sesungguhnya, Jeongguk telah menolak. Hanya ingin melihat wajah kakaknya selepas lama tak berjumpa. Tetapi, Jungkook memaksa, dan membuatnya mengalah. Selang beberapa menit berikutnya, ponsel Jeongguk kembali berdering, menampilkan nama sang kakak pada layar panggilan.

Gerutu kesal Jeongguk berikan, tetapi di seberang justru suara lain yang mengabarkan bahwa Jungkook sedang menuju rumah sakit dengan ambulance. Raganya hancur berkeping-keping, bahkan bertambah hancur saat mobil Taehyung tertangkap pada kamera pengawas lalu lintas melaju dengan kencang, tak berhenti sama sekali ketika Jungkook telah tergeletak.

Ia mencoba menolak kenyataan itu, tetapi selang dua hari setelahnya, kedua orang tua Taehyung datang. Mendaratkan sekoper uang dan mengatakan bahwa itu adalah biaya pengobatan Jungkook, bersama kalimat tambahan yang menjadi awal dendam Jeongguk terbentuk.

"Tapi tolong, jangan membawa kasus ini ke polisi, dan mari akhiri hubungan kita sampai disini."

Pada akhirnya, semuanya tak lagi bisa dikendalikan. Beberapa jam sebelum kedatangan mereka, Jungkook telah menutup mata terlebih dulu, tetapi keluarga Shin bahkan tak mempertanyakan hal itu. Sehingga yang ada dalam pikiran Jeongguk hanyalah mereka tak punya hati nurani. Bahkan ayah dan mama Shin tahu jika ia masih hidup, namun ternyata keduanya menutup mulut dengan rapat dari Taehyung

"Kak," Jeongguk kembali mengelus pualam sang kakak selepas mengenang. "Aku akan membayar yang mereka lakukan pada keluarga kita dengan jalan yang benar. Tetapi, sebelum itu, izinkan aku membayar perbuatanku padamu lebih dulu."
[]

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

Sejauh aku ngetik ini, aku sendiri ga dapat feel soalnya.. kaya memaksakan gitu.. kalau kalian gimana???

Udah terjawab belum ya? Kenapa Jungkook meninggal? Kalau udah berarti tinggal Jeongguk wkwk

Oh iya, ke depannya bakal pakai sudut pandang Jeongguk terus ya. Untuk yang tanya Taehyung kemana, sabar wkwkw



Made With Love ㅱ Taekook (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang