2| Bedebah

6 4 0
                                    

Pukul 22.39

Arsen baru saja memarkirkan mobil nya. Alisnya mengerut saat tak ada satupun tentara yang berjaga di gerbang markas yang terletak 15 KM dari markas utama, bahkan markas terlihat remang. Pemuda berjaket tebal itu melangkah kan kakinya menuju markas, sekilas terdengar suara suara tawa dan kata hinaan. Arsen yang tidak bodoh, ia pelan pelan memasuki ruangan tanpa mengeluarkan suara apapun, bahkan suara tapak sepatu.

Sebuah keberuntungan, saat pintu ruangan tidak tertutup, dengan penuh tentara di dalamnya tengah duduk mengitari meja besar di terangi oleh cahaya lampu menyoroti meja yang penuh dengan lembaran uang, kartu, beberapa botol anggur dan puntung rokok. Masih tak mengeluarkan suara apapun, Arsen diam mendengar perkataan mereka.

"Baik lah, perjudian ini dimenangi oleh Frans. Dia pemilik gadis di dalam kandang itu" kata salah seorang tentara.

Arsen mengeraskan rahangnya, saat melihat seorang gadis terbaring lemas, tengah dikurung di dalam jeruji, pakaiannya sangat minim, hanya tertutup kain tipis, sepertinya gadis ini akan menjadi korban pelecehan, atau sudah menjadi korban.

"Ya perempuan jalang, apa kerjamu hanya tidur saja? Kau akan bisa tidur saat mem-" perkataan Frans terputus saat suara tembakan menggelegar, membolongi atap markas, para tentara sontak menoleh kearah sumber suara, salah seorang tentara menghidupkan lampu. Betapa terkejutnya mereka saat melihat sang jendral menodong kan pistol kearah Frans.

"A-arsen, kapan kau datang?" Frans mencoba untuk tetap tenang, walau sebenarnya wajah dan suaranya berkata sebaliknya. Sedangkan anggota lainnya ketar ketir membersihkan meja. karena tahu, seorang Arsen tidak akan segan segan memenjarakan bagi siapapun mereka yang berjudi.

"Menjauh dari gadis itu, berbaris sekarang juga" suara rendah Arsen sukses membuat bulu kuduk Frans berdiri. Dalam hitungan detik, para tentara dengan jumlah 10 orang sudah rapi berbaris di samping meja besar.

Arsen berjalan mendekati gadis malang itu, memberikan jaket kepada nya, tanpa melihat kearah gadis itu.

"Pakai lah, jangan biarkan mereka melihat apa yang tak seharusnya mereka lihat" gadis lemah itu menerima jaket Arsen memakainya dengan tangan bergetar.

Arsen menyeret salah satu kursi, lalu mendaratkan bokong nya di sandaran kursi tersebut, pemuda itu menatap setiap manusia yang berdiri dihadapannya penuh amarah. ini adalah kejadian kedua selama lima tahun Arsen menjadi seorang pemimpin mafia, saat kejadian pertama, pelaku ditembak mati didepan para anggota yang ikut serta dalam kegiatan terlarang itu, apakah kejadian kali ini Frans dan tentara itu akan di tembak juga.

"A-arsen, ku rasa kau salah paham" Frans berbicara sekuat tenaga saat menyadari Arsen bangkit dari duduknya, menghampiri Frans.

Plak

Tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kiri Frans, membuat 10 anggota itu menunduk tak berani menatap kedepan,

"salah paham?" Arsen menaikkan satu alisnya, lalu berpindah ke tentara di samping Frans, terlihat nama Jhon di saku nya

"Apa alasan mu salah paham juga?"

Plak

Tamparan kedua mendarat di pipi Jhon. tak ada yang berani melawan hingga tentara terakhir mendapat jatah tamparan yang sama.

"Hukuman seperti apa yang cocok untuk bedebah seperti kalian? Ku rasa, ku hukum mati pun kalian tak akan cukup. Berani sekali kalian berjudi dan mempermalukan wanita di markas ini" ucap Arsen saat kembali ke singgasana nya

"Kalian tetap berdiri di tempat sampai matahari tepat di atas kepala, dan akan menerima hukuman yang pantas" lanjut nya

"Kenapa kau begitu egois Arsen, kau lebih muda dari ku, kau lah si bedebah itu" Frans entah dapat kepercayaan diri dari mana, kata kata itu sukses memancing amarah Arsen

Tak berpikir panjang Arsen menodongkan pistol ke arah Frans "justru aku lebih mudah dari mu, harusnya kau tahu batasan" saat hendak menarik platuk, tiba tiba Dion muncul di ambang pintu,

"Arsen, turunkan senjatamu"

Tanpa menoleh, Arsen tahu jelas siapa pemilik suara itu, tentu saja Dion. tanpa sepengetahuan Arsen Dion diam diam mengikuti Arsen dari belakang.

"Apa yang kau lakukan disini, Dion?" Sang pemimpin itu masih tak menoleh ke arah Dion.

"Aku mendapat laporan bahwa tentara markas di perbatasan sedang melakukan perjudian, Hans memberikan laporannya." Jelas Dion. Arsen mengangguk, memamerkan senyum miring nya

"Dimana tentara yang lain?" Tanya Dion mengerutkan alisnya.

"Apa kalian tuli setelah ku tampar tadi? Haruskah ku tampar satu kali lagi agar pendengaran kalian kembali?" Suara berat Arsen menggema di setiap sudut ruangan.

"Me-mereka kami i-stirahatkan di dorm" jawab seorang anak buah anggota

"Bagus. Kalian istirahatkan mereka, sedangkan kalian berbuat hal tidak baik disini?" Dion menatap sinis. Tak ingin memerintah tentara bedebah untuk memanggil anggota yang di istirahatkan, Dion melangkah kan kakinya menuju dorm.

Selang beberapa menit, sekitar 15 orang anggota memasuki ruangan bersama Dion, mereka tampak terkejut saat melihat keadaan markas sangat kacau, yang lebih terkejut lagi, ada Arsen yang tak memberi tahu kedatangannya.

"Bawa mereka ke penjara sementara" Titah Dion, tak menunggu perintah dua kali, tentara bedebah itu beriring iringan meninggalkan markas menuju penjara sementara.

Dion hanya diam saat menyaksikan Arsen berlutut untuk di hadapan gadis itu, guna menyamakan pandangannya.

"Maaf kan kelakuan bawahan saya, mereka akan di hukum sesuai kejahatan yang mereka kerjakan" Bibir Arsen bergerak menuturkan kata maaf, Arsen sangat menghargai wanita, sebagaimana ia menghargai ibu nya.

"s-saya takut" ucap gadis itu terbata bata, ekspresi nya sangat jelas ia sangat ketakutan.

Arsen bangkit hendak mencari kunci, namun kegiatannya terhenti saat Dion menyodorkan kunci nya "bebaskan dia, aku akan pergi memantau para bajingan"

....

"Jadi, kau adalah Gretta Haidee?" Arsen memastikan kembali, saat tiga puluh menit yang lalu ia menyelamatkan gadis bernama Gretta. Keadaan gadis itu sudah membaik, bibir nya yang pucat kini berwarna merah cerah.

Gadis itu hanya mengangguk, kini mereka berada di ruang makan markas, sang jendral menyeduh kan secangkir teh.

"Dimana kau tinggal?" Arsen mulai mewawancarai Gretta. Gadis itu tersenyum simpul "apakah anda percaya tuan, jika saya beri tahu dimana saya tinggal?" Gretta melontarkan pertanyaan, "tergantung. jika kau mengatakan kau tinggal di atas awan, tentu aku tidak percaya" Pemuda itu tersenyum memperlihatkan gigi gigi nya.

"Baik lah tuan, saya tak memiliki tempat tinggal, saya bekerja di toko, dan menginap disana" Gretta mengeratkan jaket Arsen yang masih menyelimuti tubuhnya. Arsen mengangkat alisnya, menandakan ia mulai tertarik. "Lalu,, bagaimana dengan keluarga?" Gretta mendesah pelan, ia menggigit bibirnya. Tersirat rasa khawatir. Haruskah ia menceritakan pada Arsen yang baru saja ia temui?

"Baiklah jika kau tak mau memberi tahu, Aku-"

"Tidak, bukan begitu, maaf sudah memotong perkataan anda. Saya akan menceritakannya"

"Tidak Gretta. tidak sekarang, aku harus kembali ke kota bèss, aku sudah berjanji. Ikutlah bersamaku, aku bersumpah kau akan aman dengan ku" Gretta sangat tak enak hati, tapi jika dia menolak, apakah semua akan baik baik saja. Gadis itu mengangguk, lalu mengikuti Arsen menuju kota bèss.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Tbc...

Danke for reading:)♡

Manusia Dengan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang