3| Bèss & Perth

7 4 1
                                    

Saat ini pukul 03.29. Kendaraan yang dikendarai oleh Arsen tidak begitu laju, ia bersama Gretta sekarang. Demi kenyamanan gadis itu, Arsen membawa kendaraannya di bawah rata rata.

Selama perjalanan, tak ada satu pun di antara mereka yang membuka pembicaraan. Hanya terdengar suara mesin mobil dan kencangnya angin, Gretta menyukai suasana seperti ini.

Setelah hampir tiga puluh menit berkendara, mereka akhirnya sampai di kediaman seorang Arsen Cyrano. Kediaman yang cocok untuk di katakan istana, bangunan megah berlantai 3, di lengkapi pilar pilar tinggi.

"Kita sudah sampai. kau tak perlu khawatir aku tidak tinggal sendirian disini, ada Dion, aku, lima orang penjaga, dan lima orang pembantu" jelas Arsen. Gretta hanya mengangguk, sejujurnya Gretta sangat tidak nyaman atau lebih tepatnya segan dengan perlakuan Arsen yang menurutnya itu sudah lebih dari cukup.

"Karl, tolong bawa gadis ini ke kamar samping ruang pribadi ku, layani dia" bisik Arsen kepada Karl, ketua penjaga di kediaman Arsen.

"Mari nona, saya antar ke ruangan anda" Karl tersenyum ramah,

Saat Gretta memasuki rumah megah itu, tak dapat disembunyikan ekspresi terkejut nya melihat senjata senjata terpajang di ruang utama, beberapa guci bercorak tersusun rapi. Gretta tak pernah berpikir untuk bisa memasuki rumah semewah ini. Entah lah ini sebuah keberuntungan atau malapetaka.

"Nona, perkenalkan saya Karl, ketua dari seleruh pembantu dan penjaga disini, ini adalah kamar anda, tidak perlu khawatir. Perabotan di dalamnya adalah milik anda" Karl membukakan pintu ruangan, terdapat ranjang dan lemari yang besar, dengan hiasan hiasan dinding.

"Silahkan beristirahat nona" pemuda itu membungkuk hormat, "terima kasih tuan" Gretta ikut menunduk membalas hormat.

...

Hujan deras tengah mengguyur seluruh kota Bèss, suara petir menggelegar di beberapa titik kota militer itu.

Beberapa peristiwa seakan terekam kembali, Arsen yang tengah duduk di sisi ranjang memperhatikan satu demi satu wajah yang terpajang di album bersampul hitam yang sudah kusam. Hari ini adalah peringatan lima tahun hilangnya seluruh keluarga tercintanya. Akibat gempa besar yang terjadi lima tahun yang lalu, dari seratus persen warga kota Bèss, hanya dua puluh persen yang hidup. Bangunan bangunan menjulang tinggi runtuh dalam beberapa menit saja.

Saat kejadian itu, Arsen sedang menjalankan tugas di kota perth. Keadaan yang juga tidak mendukung, membuat pemuda itu sangat sulit untuk kembali ke kota Bèss. Saat Arsen mendapat kabar bahwa semua keluarga nya menjadi korban nyawa, Arsen tengah di nobatkan dan menjadi kepercayaan untuk memimpin mafia yang berada di kota bess dan perth, di bantu dengan beberapa atasan.

Tanpa Arsen sadari, air matanya menetes begitu saja. Arsen pemuda brutal di 'medan perang' mengeluarkan air matanya. Hati nya begitu renyuh seperti di gores pisau tajam bisakah dia meminta kepada tuhan agar memutar waktu, jika ia tahu apa yang akan terjadi, ia rela untuk tidak menerima tugas yang di berikan kepadanya

Buru buru pemuda itu mengusap air matanya, saat seseorang mengetuk pintu nya, Arsen hapal siapa dia wanita parubaya yang selalu mengingatkan dan menyiapkan makanan nya, namun dengan begitu Arsen menganggap wanita itu seperti ibu nya.

"Saya akan keluar lima belas lagi bibi" Arsen bergumam begitu sopan.

"Nak, turun lah untuk makan malam dalam dua menit, makanannya akan dingin jika harus menunggu lima belas menit lagi" tak menunggu jawaban, Bibi pergi begitu saja

Seperti apa yang di perintahkan Bibi, Arsen datang keruang makan dalam waktu kurang dari dua menit, matanya masih terlihat sembab.

"Apa yang kau pikirkan, Arsen?" Tanya Bibi penuh perhatian. "Tidak ada Bibi, saya hanya teringat keluarga" jawabnya singkat lalu menyendokkan nasi kedalam mulutnya.

"Bibi, dimana yang lain?" Arsen tak pernah membeda bedakan siapapun yang ada di rumahnya tak peduli pembantu atau penjaga, Arsen senang jika seluruh orang di rumahnya  ikut bergabung di meja makan.

"Mereka sudah makan lebih dulu Arsen, hanya kau, Dion Karl dan gadis itu" Arsen berhenti mengunyah, sungguh dia lupa akan keberadaan Gretta di rumah nya. "Bibi aku akan kembali" hanya ucapan itu yang terlontar sebelum pemuda itu meninggalkan ruang makan untuk menemui Gretta.

...

Malam yang dingin, Gretta memeluk dirinya di atas ranjang masih memikirkan apakah ini keputusan yang tepat untuk menetap di rumah megah seperti ini? Seharusnya ia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Sungguh, pikirannya sangat kacau.

Lamunannya terpaksa berhenti saat Arsen mengetuk pintu dan langsung membukanya.
"Maaf saya sudah lancang, turun lah untuk makan malam bersama" ucap Arsen masih di ambang pintu.

...

Dion telah bergabung di meja makan bersama Karl, Arsen dan Gretta. "Arsen, bagaimana rencanamu untuk rapat kedua?" Tanya Dion, membahas taktik penyerangan di meja makan.

"Akan tetap berlanjut, Dion. Tapi kurasa, haruskah kita mulai menyerang terlebih dahulu? Tanpa harus menunggu di serang?" Dion mengerutkan alisnya "kenapa kau berpikir untuk menyerang lebih dulu Arsen?" Dion meminta Arsen untuk memberi alasan yang tepat, pemuda itu melirik ke arah Gretta sambil berkata "aku hanya tidak ingin korban bertambah, Dion" pemuda bernama Dion itu mengangguk.

"Lakukan lah yang terbaik, Arsen. Kau memiliki banyak anggota mafia tangguh, mereka harus bisa membantumu" Dion sudah menyelesaikan makan malamnya "aku akan istirahat sekarang" ia pun beranjak meninggalkan meja makan, disusul oleh Karl "saya juga permisi tuan" Arsen mengangguk, ia lalu menoleh ke arah Gretta. Gadis itu masih memakai jaket pemberian Arsen,
"Gretta, kenapa kau tidak mengganti pakaian mu?" Tanya Arsen
"Hanya ini yang saya punya tuan," gadis itu menunduk, sebeb baru saja ia ketahui bahwa pemuda yang berada di hadapannya ini bukanlah orang sembaranagan.

"angkat kepalamu. Jika sedang bicara dengan ku, tatap mataku juga. Aku tak akan menyiksamu"

Dengan sedikit kepercayaan, gadis berambut coklat bergelombang itu mengangkat kepalanya, memandang manik mata Arsen. Arsen merasakan jantungnya berdebar kencang saat matanya bertemu mata indah milik Gretta.

"Semua pakaian yang ada di lemari, itu milikmu. Jika itu kurang pas dengan mu, katakan pada sera, pembantu yang mengurus ruangan itu, untuk memberikan pakaian yang cocok atau pas untuk mu" Ucap Arsen panjang lebar untuk meredakan debaran jantungnya. Gretta menangguk "terima kasih tuan"

"Kau, masih punya hutang penjelasan dengan ku, aku akan menunggunya. Kapan pun kau siap, aku juga siap" Arsen menarik nafas nya panjang "aku selesai, aku akan kembali ke kamar. Kau juga harus istirahat" lanjut nya sebelum meninggalkan meja makan.



.~.~.~.~.~.~.~.~.~.

Tbc...
Danke for reading♡

Masih buanyak banget kekurangan di dalamnya. Kadang aku mikir, cerita ini bakal tamat ga ya? Bakal rame ga ya? Intinya banyak deh yang di pikir kan. Apa lagi kalau tiba tiba punya pemikiran "duh unpublis aja kali ya?"
Tapi kalau aku punya pikiran kayak gitu terus, kapan aku maju? AHAHAH

Udah deh itu aja

Typo harap maklum

Kritik dan sarannya babe♡

Xivvmmv ♡

Manusia Dengan RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang