"hey-hey Jendral muda, itu terlalu cepat. seharusnya kau berbasa-basi terlebih dahulu" Reejen memperhatikan sebuah lukisan berlapis kaca yang pecah akibat tembakan dari Arsen. "kau memecahkan lukisan kesayangan ku, jendral" Pria berkepala empat itu mengambil pecahan kaca yang berserakan di lantai ruangannya. Arsen hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh Reejen.
Pria itu menghembuskan nafas kasarnya "kau terlalu cepat bertindak, Arsen. Seharusnya kau memikirkan bagaimana nasib rakyat mu itu jika kau bersikap egois. Kau hampir menghilangkan nyawa ku, yang berarti kau hampir membunuh rakyat tercinta mu itu, secara tidak langsung." Arsen mendengar itu tak menurunkan keegoisannya, bahkan keinginannya untuk menghilangkan nyawa orang dihadapannya semakin membesar.
"jangan terlalu banyak omong kosong, Tua." kalimat yang baru saja keluar dari mulut Arsen membuat segaris senyuman terukir di bibir Reejen. "baiklah anak muda" Reejen menekan tombol hitam disamping tumpukan kertas, tak emnunggu waktu lama, seorang penjaga dengan tubuh tegap hadir diantara kedua petinggi militer tersebut.
"ada yang bisa saya bantu, tuan" tanya pemuda yang sepertinya tak jauh beda usianya dengan Arsen.
"kumpulkan semua para ajudan dan tawanan sialan itu di lapangan" perintah Reejen .
Pemuda itu hanya mengangguk menuruti perintah atasannya. Seperginya pemuda itu Arsen diam menunggu apa selanjutnya yang akan dilakukan oleh Reejen.
+++
Lapangan yang digunakan untuk melakukan upacara terlihat begitu gersang, pasir pasir halus berterbangan mengikuti arah perginya angin. Sore ini, atas perintah Reejen seluruh tentara, -tak terkecuali tentara kota Bess-, para atasan kedua belah pihak, dan para sandera.
Arsen menggeram saat para rakyatnnya diseret paksa dari balik bangunan bertuliskan 'penjara' baru saja ia ingin melangkah untuk protes namun gagal karena Franky menahannya, Dion juga mengingatkan untuk tidak terlalu gegabah.
"salam sejahtera semua, hari ini kita kedatangan tamu yang tidak kita undang. Mereka mencoba untuk mengambil apa yang milik mereka, aku hargai itu. Tapi jendral Arsen, seperti yang aku katakan tadi harus ada satu nyawa untuk mengambil rakyat sialan mu itu"
Arsen menatap Reejen penuh amarah, matanya memanas. Arsen tahu ucapan reejen tidak pernah main main, tetapikali ini nyawa siapa yang akan dia berikan.
"setuju"
satu kata keluar dari jendral Franky sontak membuat dirinya menjadi pusat perhatian manusia yang hadir dilapangan. "dengan cara apa, haruskah orang itu mati dihadapanmu atau kami harus pulang dan kembali dengan seorang mayat?" Kalimat itu sukses menarik ujung bibir Reejen, tapi tidak dengan Arsen dan Dion. itu benar benar ide buruk.
"Bagaimana kalau mati di hadapan ku?" Reejen melipat tangannya di dada dengan senyum yang sumringah.
"setuju, tentukanlah salah satu dari kalian yang akan bertarung tanpa senjata"
"Jendral, apa anda baik-baik saja?" bisik Dion yang tidak yakin dengan ucapan atasannya ini. Franky mengangguk, "aku akan menunjuk Arsen untuk maju, ku rasa itu akan baik-baik saja" Arsen yang mendengar itu sontak menolehseraya menggelengkan kepalanya.
"William!" pemuda bertubuh besar dan berotot maju menghadap Reejen yang duduk di dahadapannya "bagaimana William, apa kau sejutu?" tak menjawab, william hanya mengangguk.
Arsen yang melihat itu tersenyum manis, ia sama sekali tidak bisa memprediksi siapa yang akan kalah dalan tarung tanpa senjata.
+++
Suasana rumah besar milik Arsen terlihat sepi dari biasanya. Sera, Bibi, dan Adam sedang pergi ke pusat perbelanjaan untuk satu bulan kedepan. Hanya ada Gretta dan dua pelayan dirumah, keadaan gretta sangat tidak baik. Sejak kemarin panas tubuhnya tidak turun, ganis itu anya berbaring lemah di kamar besarnya itu, ia sengaja menyuruh Sera untuk pergi bersama Bibi. Ia sangat tidak tega membiarkan bibi membeli kebutuhan dapur sendiri, tugas Adam hanya mengantar dan akan dijemput saat Bibi selesai berbelanja, seperti itulah peraturan untuk Adam.
Entah lupa atau bagaimana, Sera tidak meletakkan segelas air mineral di nakas Gretta, hal itu memaksa Gretta untuk bangkit dan dengan sempoyongan ia berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah. Sesampainya di dapur, Gretta sama sekali tidak menyadari juka seorang Marco tengah memperhatikan gerak-gerik gadis itu. karena Gretta sama sekali tidak menyadari hadirnya marco, pemuda itu pun mengangkat suaranya.
"bagaimana kabar anda, Nona?" Gretta hampir saja menyemburkan minumannya sebab terkejut melihat Marco yang ia tidak tahu sejak kapan pemuda itu hadir di rungan yang sama dengannya.
"anda mengagetkan saya, Tuan. Saya baik-baik saja, hanya suhu tubuh saya belum turun, tuan " ucap Gretta dengan suara pelan berserak. Marco mengangguk mengerti, "bagaimana jika saya menemani anda melihat taman-taman di rumah besar ini, nona? Tuan Dion menyukai bunga mawar"
Gretta berpikir sejanak lantas mengangguk, "saya setuju, tuan. saya akan mengganti pakaian saya terlebih dahulu. Anda bisa menunggu saya di ruang makan" gadis itu tersenyum hangat, tidak peduli bibir nya yang kering dan pecah-pecah.
"baiklah nona, saya akan menunggu."
+++
Arsen, Dion, maupun Franky. Kabar duel ini juga hanya beberapa ajudan saja yang tahu, Hans di perintah Franky untuk merahasiakannya.
Aksi tinju meninju telah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu, tidak ada babak kedua dalam tarung tanpa senjata ini. Terdengar riuh para penonton yang antusias dengan kegarangan kedua tentara itu, dengan mudah Arsen memberikan pukulan keras di rahang William yang sudah berdarah di pelipisnya. Tak mau kalah, William juga melakukan hal yang sama, mengancang ancang memberikan pukulan keras pada wajah Arsen, Arsen bak dewa perang menyadarinya, dengan sisa tenanganya ia membanting William dan duduk di dada pemuda itu.
Tak tinggal diam, Arsen memberikan pukulan yang begitu keras yang terus menerus menghajar wajah William tanpa henti, bahkan wajah pemuda itu sulit untuk di kenali lagi. Hingga dipukulan terakhir, William tak lagi bergerak.
"aku tahu kau masih hidup, sebelum malaikat maut menjemputmu, akuilah kekalahan mu" bisik Arsen pada pemuda di bawahnya itu,namun tak ada jawaban sama sekali yang Arsen dengar darimulut Wiliam yang bersimbah darah.
"lihat! dia belum mati, sebelum aku benar benar mengubahnya menjadi mayat, pikirkan lagi ucapan kau Rejeen," dengan nafas yang memburu Arsen bangkit, berjalan kehadapan Rejeen.
sedangkan pria berkostum militer itu terdiam menyaksikan apa yang baru saja Arsen lakukan pada 'tangan kanan'nya ini. "Cukup"
"kau benar benar pecundang, kau menunjuk bawahan mu untuk melawan musuh mu. Dimana harga dirimu" Arsen tersenyum miring saat melontarkan kalimat ejekannya itu, Rejeen yang mendengar itu hanya terdiam dan memerintah kan untuk membawa William menuju klinik pribadi di lingkup militer itu

KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Dengan Rahasia
Jugendliteratur"Untuk mu... Seseorang yang saya cintai, tak bosan bosan saya ucapkan cinta untuk mu. Membawa berjuta juta warna didalam kehidupan saya. Terima kasih telah hadir. Katakan pada tuhan, jika kau terlahir kembali, sudi lah menjadi milik saya, dan tingga...