P E R I N G A T A N :
Semua yang tertulis hanya berdasarkan imajinasi, baik tempat maupun waktu tidak ada sangkut pautnya dengan XH di kehidupan nyata. Jadilah pembaca yang bijak, ya.—
4 Desember, H-2.
19:12 (KST)"Hyung,"
Sebuah panggilan merebut paksa atensi Gun-Il untuk menoleh, lantas tersenyum tipis pada pemuda tengil yang duduk di sebelahnya dengan tangan tak bisa bisa diam, saling memilin untuk salurkan kegugupan. Wajahnya pias, terlihat jelas jika ia menahan rasa gugup yang membuncah dalam dada. Bahkan sesekali dirinya menggigiti kuku—percayalah! Ia gugup luar biasa.
Atau, mungkin saja pemuda itu hanya drama. Gun-Il sudah hapal tingkahnya di luar kepala.
"Kenapa, Ji?" Gun-Il sedikit menyerongkan posisi duduknya lantas menarik kedua ujung bibirnya lebih lebar, berikan senyum teduh pada pemuda yang baru saja ia panggil Ji agar tenang.
"Gue nervous banget."
Sebaris kalimat pendek yang baru saja Jiseok—pemuda yang Gun-Il panggil Ji tadi— katakan, kontan membuat sepasang alis Gun-Il menyatu heran. "Nervous kenapa?"
Sekonyong-konyong Jiseok berhenti menggigit kuku, langsung memukul lengan Gun-Il sedikit keras hingga empunya mengaduh. "Harus banget lo nanya kenapa?"
Jika ditanya apakah Gun-Il heran, tentu saja iya. Pemuda tertua dari kelompoknya itu benar-benar tak mengerti kenapa Jiseok tiba-tiba sewot disaat sebelumnya bertingkah seperti orang tidak waras, menggigit kuku sambil melirik kesana-kemari dengan keringat mengucur deras.
"Lah emang kenapa?"
Salahkan Gun-Il yang sedikit memiliki eror pada sistem kerja otaknya. Jadi seandainya satu tamparan melayang mengenai pipi Gun-Il, itu bukan salah Jiseok. Tapi salah Gun-Il yang lemot. Ralat, sangat lemot.
"Lo pura-pura bego apa bego beneran sih?" Sewot Jiseok pada akhirnya, jengkel karena Gun-Il terlalu tidak peka.
"Ya emang ada apa si—"
"LUSA KAN KITA DEBUT, HYUNG! MASA LO GAK ADA DEG-DEGANNYA SAMA SEKALI SIH?"
Jiseok nyaris menggebrak meja kafetaria saking gregetnya. Malah, pemandangan Gun-Il yang hanya mengangguk-angguk dengan bibir membulat semakin membuat pemuda kelahiran dua ribu dua itu menelan emosi yang bisa meledak sewaktu-waktu.
"Lo—"
"Jangan norak, please."
Lonceng di atas pintu kafetaria berdentang, bersamaan dengan langkah seorang pemuda bersama sebaris kalimatnya sukses menarik perhatian Gun-Il dan Jiseok sekaligus. Kata-kata Jiseok terpaksa terpotong di tengah jalan, tergantikan dengan dengusan keras manakala sepasang onyx-nya mendapati Seungmin berjalan mendekat. Seperti biasa, Seungmin dan aura congkaknya.
Ternyata Seungmin tak sendirian, Hyeongjun menyusul di belakangnya. Pemuda yang tak terlalu banyak bicara itu menyumpal kedua telinganya dengan earphone, dengan mengemut permen stik, Hyeongjun mengekori Seungmin.
"Why are you so fucking tacky, man? Kita cuman mau debut, it's nothing specials."
Seungmin baru saja mempertemukan pantatnya dengan permukaan kursi, namun satu jitakan sudah menghampiri kulit kepalanya. Sang pelaku, tak lain tak bukan adalah Jiseok. Bersungut-sungut ia menatap Seungmin yang melotot tak terima.
"Why did you fucking hit me?!"
"Nothing special, gundulmu, Seung." Sewot Jiseok. "Kita mau debut dan lo bilang gak ada yang spesial?" Jiseok menggeleng dramatis, tatap Seungmin penuh ketidakpercayaan membuat pemuda Oh mengernyit heran. "Udah sinting lo, gak waras."
"Waahh, ngajak berantem."
Seungmin bangkit, nyaris menempeleng kepala Jiseok andai Hyeongjun tak mencekal pergelangannya lalu dengan paksa mendorong Seungmin hingga ia kembali duduk di atas kursi.
"Gak usah berantem. Gue bisa hajar lo berdua kalau mau."
Jika Hyeongjun sudah angkat suara, itu artinya memang sudah final. Nekat bertengkar sedikit saja, Seungmin dan Jiseok mungkin sudah mengalami cidera pergelangan tangan. Ketika Hyeongjun berderap menghampiri Gun-Il dan duduk di sebelah pemuda itu, Jiseok dan Seungmin sempat-sempatnya saling sikut sambil mencibir pelan.
"Apa lo liat-liat?!" Sungut Jiseok, sepasang matanya dipaksa melotot lebar untuk menakut-nakuti sang lawan bicara, Seungmin, namun tak memberikan efek sama sekali. Seungmin malah balas melotot makin lebar.
"Lo yang apaan, njir! Dasar prik!"
"Lo berdua kalau gak bisa diem, gue cekek aja deh, ya!"
Sebagai penonton dan saksi mata, Gun-Il hanya menyeruput americano-nya dengan santai. Diam menyaksikan Seungmin dan Jiseok yang kini berteriak sambil memukul-mukul permukaan meja karena Hyeongjun menekan tengkuk keduanya sekaligus.
"Lepasin, Jun! Sakit, bangsat!"
"Gue lepasin kalau kalian gak berantem lagi."
"Iya-iya, kita gak berantem lagi. Lepasin!"
"Hyeongjun sialan, sakit nih!"
Gun-Il terkikik, geli sendiri melihat bagaimana Hyeongjun mengerahkan seluruh tenaganya untuk menekan tengkuk Jiseok dan Seungmin ke atas meja kafetaria. Disaat keempat pemuda itu rusuh sendiri, keributan lain muncul tepat setelah lonceng kembali berdenting. Dua pemuda muncul secara bersamaan, memendarkan pandangan sekilas sebelum berteriak nyaring ketika dilihatnya empat kawanan yang menempati sebuah meja di ujung ruangan.
"Hyung, gawat! GAWAT!"
Kopi di mulut Gun-Il nyaris tersembur manakala Jooyeon tiba-tiba datang sambil menggebrak meja. Peluh sebesar jagung mengucur deras, wajahnya memerah. Melihat bagaimana panik seorang Lee Jooyeon, juga Jungsu yang sibuk mengatur napas di sebelah pemuda itu. Hyeongjun langsung melepas cekalan tangannya dari tengkuk Jiseok dan Seungmin. Dua pemuda korban kekerasan Hyeongjun itu spontan berdiri tegak, segera meraup oksigen banyak-banyak sementara wajahnya semerah tomat.
"Kenapa, Joo?"
Alih-alih menjawab, Jooyeon malah heboh sendiri. Sibuk menunjuk dengan mulut tergeragap membuat Jungsu jengah. Akhirnya Jungsu memutuskan untuk mengambil alih percakapan, menarik napas sejenak sebelum menjelaskan dengan tenang.
"File Happy Death Day kita ilang."
"What the fuck!?"
:-:
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Death Day - Xdinary Heroes
Fiksi PenggemarWait for your death day, baby. - I'll see you. Hanya ada satu pertanyaan yang tersemat, siapa orang gila yang berulah? Gun-Il, Jungsu, Jiseok, Seungmin, Hyeongjun, dan Jooyeon harus menemukan jawabannya sebelum terlambat. Sebelum mereka gagal debut...