CHAPTER 2 | I'm Gonna Write A Song

131 40 10
                                    

CHAPTER 2 | I'm Gonna Write A Song

-:-

Petikan terakhir Jooyeon pada senar bass-nya mengakhiri sesi latihan hari ini. Ruangan kecil yang selama dua jam terakhir terisi oleh suara gaduh akibat permainan musik mereka yang keras, mendadak hening dalam sekejap sapuan mata. Hyeongjun melepas tali gitarnya untuk kemudian ia gantung kembali ke tempat semula, pada dinding bercat putih yang bersebrangan dengan pintu masuk. Jiseok juga melakukan hal yang sama, sampai akhirnya mendecak karena Jooyeon merengek. Menitipkan bass-nya pada Jiseok agar dikembalikan.

"Manja banget, kampret!" Umpat Jiseok. Kendati demikian, pemuda itu tetap mengulurkan tangannya dan menyabet bass dari tangan Jooyeon dengan wajah jengkel. Sang maknae malah terkekeh, mengucapkan terimakasih singkat pada Jiseok sebelum menceletuk tengil.

"Manja-manja gini lo gemes kan sama ke-kiyowo-an gue, hyung! Hahah!"

"Najis!"

Nyaris saja Jiseok hantamkan bass yang baru saja ia gantung, ke kepala Jooyeon. Namun berkat ketabahan yang ia miliki, Jiseok bisa menahan diri. Mungkin hari ini Jooyeon lolos, tidak tahu untuk esok hari. Jiseok tak bisa menjamin apakah Jooyeon masih bisa mem-betot bass lagi atau tidak.

Setelah mencabut kabel dan memastikan tak ada satupun alat musik yang terhubung dengan stop kontak, Jungsu mengomando lima pemuda lain untuk segera keluar dari ruang latihan. Disaat semua keluar dengan tertib, Jiseok dan Jooyeon sempat-sempatnya adu jotos. Hyeongjun yang jengah, akhirnya memutuskan untuk menengahi keduanya.

"Gue pukul lo berdua nih ya kalau masih ribut."

Alih-alih takut, semua malah tertawa. Gemas dengan pemuda kecil yang sedang kumat mode galaknya. Disaat semua pemuda sibuk berbincang di sela-sela langkah menuju dorm untuk beristirahat di pukul satu dini hari, Seungmin tiba-tiba menghentikan langkah. Spontan membuat yang lain otomatis ikut berhenti hanya untuk menatapnya yang berpijak sejauh tiga langkah.

"Kenapa, Seung?" Gun-Il bertanya.

"Kalian ke dorm duluan aja, gue mau nyari angin sebentar."

Sebelah alis Jungsu tertarik ke atas, agaknya sedikit heran dengan sikap teman satu kamarnya. "Jangan lama-lama, gue tunggu paling lama satu jam dari sekarang."

Seungmin mengangguk cepat dengan bibir membentuk kurva lebar begitu mendapat lampu hijau dari Jungsu tanpa harus ribut cekcok dengan Hyeongjun yang terlampau disiplin seperti biasa.

"Siap!" Seungmin mengangkat tangan kanannya ke pelipis sebagai gestur penghormatan. Baru saja hendak berbalik namun suara Hyeongjun menginterupsi.

"Cuma satu jam, Seung. Jangan telat!" Pemuda dengan hoodie abu kedodoran itu menyentak. Sedikit sewot, terlihat dari cara sepasang alisnya yang menukik.

"Bawel lu, bocil."

Akhirnya selepas mengusak surai Hyeongjun dengan asal, Seungmin terbirit sambil menahan tawa. Sementara Hyeongjun mencak-mencak di tempat karena tak suka rambutnya diusap sembarangan. Apalagi jika orang itu adalah Seungmin, Hyeongjun berjanji akan menjambak pemuda itu satu jam dari sekarang.

-:-

Seungmin memutuskan untuk nyari angin di sini, di sebuah bangku bercat putih gading yang teronggok di pinggir jalan. Bersama sekantong kripik dan minuman kaleng yang ia beli di minimarket dekat dorm sepuluh menit lalu, Seungmin meletakkan tablet dan buku catatannya di atas meja. Yah, sepertinya akan menyenangkan memikirkan sederet kalimat untuk menyempurnakan lagu yang ia tulis kali ini.

"Day6 sunbaenim identik sama lagu galau, masa kita mau galau juga? Kasian anak orang lo bikin ambyar mulu."

Seungmin teringat perkataan Gun-Il ketika mereka semua berdiskusi tentang konsep lagu beberapa jam lalu sebelum latihan, waktu Jungsu mengusulkan agar konsep musik mereka tak jauh-jauh dari Day6. Sebenarnya ia setuju dengan usul Jungsu, namun terpaksa mengiyakan bantahan Gun-Il karena apa yang dikatakan tetua itu benar adanya.

"Kayaknya healing nggak buruk." Seungmin bermonolog, sepasang netranya menerawang jauh pada aspal yang diterpa remang lampu jalan. "Selain cinta, gue udah bosen sama love self sama dreaming. Mungkin setelah galau, lo butuh penyembuhan."

Seungmin berhenti sejenak, tersenyum manis pada langit malam yang rupanya tertutup kabut tipis. Sampai akhirnya pemuda itu berkedip, Seungmin tiba-tiba bergidik. "Sialan, cringe banget gue, anjir."

Selama beberapa saat Seungmin bergidik, masih merasa ngeri akan kalimat yang satu menit lalu terucap. Seungmin rasa, yang mengatakan soal penyembuhan itu bukan dirinya, tapi khodamnya.

"Oke, Seung. Fokus, dan tulis semua yang ada di pikiran lo!"

Selanjutnya, Seungmin benar-benar fokus dengan apa yang memenuhi kepalanya, yang kemudian ia tuang ke dalam berderet kalimat di atas kertas. Seungmin tidak menyesal nekat berjalan sendirian di tepi jalan bersama udara dingin ya terasa menusuk tulang. Duduk sendirian di bawah naungan langit gelap, dengan cahaya bintang yang meredup tertutup kabut, sama sekali bukan ide yang buruk untuk mencari inspirasi.

Seungmin tersenyum. Sepertinya ia mulai bangga pada dirinya sendiri.

:-:

Happy Death Day - Xdinary HeroesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang