Lisa itu cantik
.
Minggu pertama ajaran baru SMA cuma diisi sama MOS untuk anak kelas sepuluh dan pengenalan ekstra kulikuler sekolah. Untuk pertama kalinya mereka ga sekelas setelah dari jaman SMP sampai kelas sepuluh Jherin sama Lisa selalu ada di kelas yang sama.
Jherin ingat hari itu.
Hari terakhir MOS, sekaligus acara puncak ekskul expo, Jherin ingat dengan jelas gimana Lisa nari di tengah lapangan dengan pakaian adat Bali lengkap dengan tatanan rambut dan make up. Dia tahu Lisa gabung di ekskul tari, tapi ga pernah mikir kalau temennya itu beneran jago nari.
Lisa ga senidiran, ada tiga anggota ekskul yang nari bareng cewek itu, tapi senyum manis Lisa yang ga luntur sembari cewek itu menari sesuai irama musik memperlihatkan kalau Lisa bahagia dengan apa yang selama ini Jherin anggap cuma main-main.
Hari Sabtu, kelas sebelas, minggu pertama di bulan Juli, untuk pertama kalinya Jherin sadar kalau Lisa itu cantik.
Sadar kalau cewek yang selama ini dia anggap ga lebih dari anak tetangga depan rumahnya itu cantik, adalah langkah pertama dari Lisa menginvasi perasaan remaja cowok tersebut, dan Jherin sadar dia mirip ayahnya, yang tiap hari dia katain bucin.
"J, menurut lo gue cantik ga?" Jherin yang sedang mengerjakan tugas fisikanya terdiam sesaat, kemudian mengangguk. Mereka sekarang ada di semster pertama kelas dua belas, dan Jherin masih aman aja pakai kata teman diantara mereka.
"ya kalau gue yang cantik serem, Lis," tanggapnya kemudian mendapat pukulan di lengan atasnya dari Lisa. Jherin mah nyengir aja ditabok, tapi dalam hati mengamini banget bahwa cewek yang berstatus temannya itu cantik-banget, "tumben tanya begitu, biasanya juga cuek aja lo?" tanyanya.
Lisa meneguk kaleng pocari nya, mereka lagi ada di taman baca deket perpus, sekarang udah jam setengah empat sore dan Lisa lagi istirahat setelah latihan bersama anak-anak dari ekskul tari. Cowok delapan belas tahun tersebut dalam hati mengumpati Lisa, yang sama sekali ga peka.
Gimana bisa cewek itu habis selesai latihan, dengan keringat yang masih sedikit menetes di dahi, duduk disampingnya, nguncir rambut, ngelap keringet pakai handuk Jherin bekas dia pakai latihan voli tadi. Mana muka Lisa tepat di depan matanya pula, Jherin bahkan bisa ngitung jumlah bulu mata cewek itu. Emangnya mami Kusuma ga pernah ngajarin Lisa apa kalau cowok akhir belasan itu kudu dihindarin?
Jherin yang notabene harus nunggu Lisa selesai latihan untuk balik bareng, duduk anteng dibawah pocin; singkatan dari pohon cinta, yang berupa pohon mangga super besar yang biasa dibuat pacaran, makanya disebut begitu sama guru BK mereka. Jherin mengernyit ketika Lisa menyodorkan layar hape ke depan mukanya, menampilkan room chat Lisa dengan orang yang diberi kontak Kak Kaftan.
"Kaftan? Ketos jaman kita masih kelas sepuluh?" tanya Jherin.
Lisa mengangguk, tangannya meraih satu molen mini isi pisang keju yang Jherin beli di depan gerbang sekolah tadi, "kata Yuriel, dia bilang gue cantik," mulut Lisa masih mengunyah pelan cemilan sorenya, tanpa sadar gimana ga ramahnya muka Jherin pas melototin isi chat si mantan ketua osis. "Yuriel bilang doi naksir gue dari jaman masih jadi ketos. Sama Riel dikasihlah nomor gue," ujar Lisa lagi.
Jherin mendengus, membalik layar hape Lisa kembali menekuni buku fisikanya, sambil berpikir kayaknya kapan-kapan dia harus ngajak sepupu Lisa si Yuriel main PS.
KAMU SEDANG MEMBACA
THINGS
Fanfiction11 hal yang Jherin tahu tentang Lisa. warning!harsh words ©leviousaar https://open.spotify.com/playlist/6vLyXCZEX2pDX4dElyzj4Y?si=LGc66rFgRLKDzANuJhub8g&utm_source=copy-link