Chapter 4
Petir dan guntur tiba-tiba saja terdengar nyaring menghentikan Sasuke untuk mengeluarkan suaranya. Lalu beberapa detik setelahnya gerimis hujan mulai berjatuhan memaksa mereka berlari masuk ke dalam panti untuk berteduh. Sasuke mengumpat samar, seharusnya dia masuk saja ke dalam mobil dan bukannya mengikuti Naruto yang berlari sambil menarik Menma masuk ke dalam panti.
Hujan mengguyur dengan sangat deras, hawa dingin pun mulai menusuk-nusuk kulit Sasuke membuatnya sedikit menggigil. Terdengar suara anak-anak yang berlarian masuk ke dalam ruangan tidak jauh dari tempat Sasuke berdiri karena takut dengan suara petir.
"Kau baik-baik saja?"
Sasuke beralih menatap Naruto yang tengah berlutut di depan Menma sambil mengusapkan handuk kering pada rambut anak itu. Naruto terlihat begitu khawatir sementara Menma hanya menampilkan wajah datarnya.
"Ibu, aku baik-baik saja. Ibu juga basah." Sasuke tidak bisa mendengar baik suara percakapan keduanya karena suara hujan yang begitu deras. Sasuke memperhatikan kini handuk yang mengeringkan rambut Menma itu beralih ke kepala Naruto. Anak itu tersenyum manis sambil mengusapkan handuk itu dikepala Naruto.
Mereka terlihat sangat dekat, terlalu dekat dari seorang yang tinggal di panti. Mereka seperti keluarga. Seperti—Tidak! Itu tidak mungkin.
"Naruto? Kau juga harus membawakan handuk untuk pria itu." Menma menghentikan kegiatannya lalu menatap ibu pemilik panti. Dia melirik Naruto menatap ibunya yang terlihat enggan untuk menghampiri Sasuke.
"Biar aku saja."
"Tidak. Kau masuk saja di ruang dongeng. Ibu akan menyusul." Naruto langsung merebut handuk itu, dia tidak ingin Menma berbicara yang tidak-tidak lagi pada Sasuke. Menma tersenyum menatap ibu panti sebelum menyusul ibu panti menuju ruang dongeng seperti anak panti yang lain.
"Kau membutuhkan ini atau ini?" Naruto menyodorkan sebuah payung dan handuk kering. Sasuke menatap kedua benda itu lalu mengambil handuk kering. Dia mengusapkan ke kepalanya membuat rambutnya yang tertata rapi menjadi berantakan. Glekk—Naruto memalingkan wajah. Sial! Kenapa wajah Sasuke terlihat semakin tampan saja?
"Kau belum menjawab pertanyaanku."
Naruto memutar bola matanya, "Lebih baik kau melupakannya Sasuke. Itu bukan hal yang penting." Sasuke menggeleng, dia mendudukkan dirinya di salah satu kursi panjang yang ada di lorong panti itu.
"Aku tidak suka berhutang."
Naruto mendesah, "Aku tidak punya kuasa untuk menghancurkan harga dirimu kalau kau ingin melunasi hutang itu." Sasuke tersenyum membuat Naruto tertegun, itu adalah senyum tulus pertama yang dilihatnya selama dia mengenal Sasuke.
"Kalau begitu kau cukup mengatakannya."
Naruto kembali mendesah, entah sudah yang keberapa kalinya. Dia hendak mengambil handuk Sasuke yang terkalung di leher laki-laki itu namun Sasuke menahannya. Laki-laki itu juga menarik sebelah tangan Naruto agar mengusap rambutnya.
"Lakukan seperti yang kau lakukan pada Menma. Maka, aku akan melupakan soal ganti rugi itu." Naruto mendelik, namun dia tetap melakukan perintah Sasuke. Dia mulai mengusapkan handuk itu di rambut Sasuke—err sedikit kasar.
Sasuke menghentikan gerakan tangan Naruto lalu mendongak menatap mata biru yang terlihat jernih itu. "Apa benar aku telah jatuh cinta padamu?"—Suara Sasuke teredam dengan suara petir membuat Naruto mengerinyit heran.
"Kau mengatakan sesuatu?"
Sasuke menggeleng, dia menyingkirkan tangan Naruto dari kepalanya. "Sana pergi, aku akan pergi setelah hujan redah." Naruto mendengus dan mengusap rambut Sasuke sedikit kasar sebelum berjalan menuju ruang dongeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
SasuNaru - Truth, Cry and Lie (✔️)
Fiction généraleKebenaran yang mungkin tidak pernah Sasuke bayangkan mengguncang kehidupan sempurnanya. Tangisan dan kebohongan menjadi satu saat dia yang tidak pernah menangis dalam hidupnya harus menerima kenyataan yang menyakitkan. ....