---
Hujan dan kehilangan. Sunghoon tidak pernah mengerti mengapa kehilangannya selalu berjalin erat dengan hujan. Entah semesta sengaja ikut membuat tangisan, entah agar perasaannya luruh bersama aliran air dari awan yang mungkin saja sengaja menemani.
Cerita ini sudah dimulai lama sebelum hadirnya pandangan netra Jongseong yang terpaku memandangi Sunghoon di bawah hujan sore itu. Menengadahkan kepala, menikmati terpaan tetes air pada wajah indahnya, sedikit menari, seakan menggambar pada dunia atas rasa yang tercipta. Mengucapkan beberapa kata setelahnya.
“Hujan… nggak pernah bikin ngerasa sebebas ini.”
Jongseong tersenyum saja, “bukannya karena kamu akhirnya berani ngambil risiko, buang sampah yang lama?”
Seketika tarian Sunghoon terhenti.
Jongseong awalnya benar-benar menyangka bahwa sunghoon sudah muak dan akan menjadi bahagia ketika sampahnya sudah dibuang, tapi ia tebak, dalam hati masih ada luka yang tertoreh saat membuangnya. Mungkin sebenarnya sampah itu memiliki benda tajam dan membuat Sunghoon tergores sedikit. Luka, yang awalnya tidak terasa, namun jika diperhatikan perihnya menjadi tidak tertolong.
Padahal Jongseong, sebagai tempat tuju Sunghoon setelah membuang sampah tadi, ketakutan kalau-kalau ia tinggal, ia tidak akan bisa kembali lagi, menemani Sunghoon.
Sunghoon, yang tidak punya tempat untuk menempatkan hati pada dunia, bahkan kata-kata yang ringan hanya akan terasa berat untuknya. Jongseong, yang kemudian selalu memutuskan untuk berada di sisinya.
Untuk semua tempat yang pernah mereka tuju, sembari bergenggaman tangan. Jongseong hanya mengerti bahwa sunghoon sedang tidak baik, Jongseong hanya mengerti bagaimana Sunghoon berniat untuk menjadi bahagia, dan mengapalah Jongseong menggenggam tangan Sunghoon hari demi hari. Karena Jongseong tahu bagaimana ia tidak bisa menghibur Sunghoon dengan cara lain.
“Kalau aku lepas tangan kamu, bagaimana?”
Di suatu hari, kalimat yang mungkin hanya sebuah candaan dari mulut Sunghoon.
Ia tidak mengerti, ya? Atau hanya pura-pura bodoh?
Walaupun kemudian, setiap bertanya begitu, hanya genggaman yang semakin erat pada tangan yang Jongseong rasakan. Hangat, Jongseong menoleh untuk memperhatikan wajah indah Sunghoon.
Jongseong hanya mengerti, Sunghoon juga ketakutan.
Dan persetan bahwa si sampah kembali, menangisi Sunghoon, katanya? Meminta untuk kembali, katanya? Sunghoon… tidak pernah siap untuk ini. Hati itu sudah membekas retak, namun garisannya masih meraung, meminta agar si sampah kembali. Bahagia ketika penoreh lukanya berlutut.
“Sunghoon. Kamu tahu persis dia tidak baik.”
“Tapi Jongseong… cinta itu memang buta, ya?”
Jongseong hanya menghela napasnya lagi, takut-takut kalau Sunghoon-nya terlukai lagi. Kalau bisa memutar waktu, mungkin Jongseong akan memilih pergi dimana ia belum bertemu Sunghoon.
Belum merasa peduli atas apa yang Sunghoon lakukan. Belum merasakan gelagapan saat Sunghoon tidak ada kabar.
Belum merasakan sakit, saat Sunghoon kembali menjatuhkan cintanya pada orang lain.
---
“Sunghoon?”
Surai hitam yang hari-hari setelahnya kembali muncul dengan kepala tertunduk, hampir basah kuyup. Pemandangan yang sungguh tidak asing sama sekali bagi Jongseong. Tapi yang dipanggil tidak menyaut. Melanjutkan langkah kaki yang tidak jelas akan ritmenya.
“Sunghoon!”
Berdiri di ambang pintu, menghentikan langkah kakinya hanya untuk berkata lirih, “Kamu benar, Seong. Kamu selalu benar. Aku tahu dia tidak baik, aku hanya ingin percaya dia bisa menjadi baik. Maaf.”
Lengan itu ditahan ketika sengaja hendak menutup pintu, mungkin terlalu malu untuk menghadapi satu-satunya orang yang faktanya, paling peduli dengannya.
“Nggak bisa aku aja, yang jadi pelampiasanmu?”
Manik penuh semesta yang kini menatap netra di hadapannya. Penuh dengan kesungguhan, rasanya dalam dan Sunghoon ingin sekali tenggelam.
“Kamu nggak lagi serius kan, Seong?”
Walaupun Sunghoon tahu persis, pria di hadapannya tidak sedang bercanda. Jongseong sangat amat payah bercanda jika sudah menyangkut perasaan. Dan entah Sunghoon hanya berpura-pura bodoh atau memang tidak mengerti, kalau Jongseong memang sebegitunya peduli dengan dirinya.
“Hoon. Aku memang nggak punya kesempatan, ya?”
Sunghoon ingin sekali, ingin… sekali berkata bahwa Jongseong selalu punya kesempatan itu. Mungkin kisahnya bisa berakhir bahagia. Mungkin ia pada akhirnya bisa menempatkan hati pada dunia. Mungkin kali ini pilihannya tidak salah.
Tapi karena hari ini hujan, ia merasa akan melukai Jongseong jika kemudian itu terjadi.
Karena hari ini hujan, ia tidak akan pernah siap untuk bisa kapan saja kehilangan Jongseong.
Karena hari ini hujan, ia akan berkata tidak dan meminta maaf pada Jongseong. Besok mereka akan berbaikan dan kembali menggenggam tangan masing-masing.
Jadi, mereka bisa mempertahankan hubungan begini... kan?
[]
🎵oceanfromtheblue-shower.
###
hadiah uas lol habis ini aku uas!! (Lagi)
good luck buat ujiannya semua<3 sehat sehat terus yaaa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
intermittent • jayhoon
Hayran Kurguintermittent (adj.) occurring at irregular intervals; not continuous or steady. [ jayhoon oneshot collection; mostly angst! ] ⚠bxb! jayhoon © taekiyaa, 2021