Chapter 9 - Satu Lawan Sepuluh

10 4 2
                                    

Ransel dia jatuhkan, kerah baju dia gulung, kaki siap memasang kuda-kuda. Firman tahu, sesuatu yang menantang dirinya akan berlanjut lebih semarak. "Sebelum kita mulai, apa ada yang mau izin pergi duluan?" tantang Firman menyombongkan diri dengan posisi pertahanan yang kokoh. 


"Saya kira bakal ngobrol dulu, ya udah deh. boleh..., Sekalian saya mau balas dendam yang kemarin," ujar salah satu dari gerombolan preman desa itu. Dia adalah jambret yang sempat berkelahi dengan Firman tempo hari. Orang ini sempat kalah dalam pertarungan satu lawan satu. Namun, bagaimana jika kali ini dia bersama sembilan orang temannya melawan Firman seorang diri.


"Saya nggak hobi basa-basi." Firman dilingkari oleh sepuluh orang berbadan besar. Tanpa pemanasan dan tanpa ampun, mereka langsung menyerang Firman tanpa bergantian. Hal itu malah dimanfaatkan oleh mantan narapidana ini untuk membuat musuh-musuhnya saling memukul satu sama lain. Sebab, banyaknya pukulan seolah menarget bagian tubuh yang sama, yaitu ke wajah.


Yang terjadi adalah, ketika Firman menunduk, tidak ada waktu bagi mereka menarik kembali kepalan tangannya. Yang ada hanyalah pukulan yang saling bertumbuk. Pukulan tanpa dasar teknik yang jelas, meski dari sepuluh orang sekalipun, tidak akan cukup berarti bagi seorang yang telah bertahun belajar silat.


Sementara Firman melalui kelenturan kakinya mencoba keluar dari kepungan dengan cara merampingkan badan melewati sela-sela langkah mereka yang memiliki kaki paling panjang. Firman jadi tahu, bahwa lawannya hanyalah preman modal tampang seram. Bukan preman  sungguhan, apalagi para jawara. Mereka bahkan tidak tahu bagaimana cara melumpuhkan satu orang meskipun sudah memakai cara keroyokan.


"Saya pikir, kalian hebat. Ternyata nggak lebih dari pasukan tawuran," leceh Firman bertolak pinggang.


Beberapa dari mereka ada yang berjatuhan karena tumbukan itu. Namun, yang bangkit lebih dulu adalah mereka yang kemudian langsung menyerang Firman dengan emosinya. Pukulan diarahkan berkali-kali hanya ke sekitar wajah. Tentu mudah bagi Firman untuk menghindar. Dia tidak akan butuh banyak teknik untuk melakukan pertahanan karena lawannya menyerang dengan cara dan pola yang sama. Juga mentah.


Kini, mereka telah belajar dari kesalahan, mereka pun pada akhirnya melawan secara bergantian. Tidak ada serangan mereka yang ampuh, tidak ada yang mampu mengenai secubit pun kulit Firman. Yang ada malah mereka beberapa kali terkena pukulan kawannya sendiri. Cara yang paling bisa diandalkan oleh seorang petarung ketika menghadapi lawan yang bermain keroyokan.


Sambil menangkis dan menghindari beberapa serangan, Firman ingin segera mengakhiri perkelahian ini. Itu bukan karena dia takut kalah, hanya saja dia tidak punya banyak waktu untuk meladeni mereka. Lagipula dia cukup lelah karena telah berjalan jauh untuk sampai ke tempat ini.


Akhirnya, niat untuk menyudahi perkelahian pun diwujudkan dengan serangan kaki. Firman menendang mereka satu persatu dengan cara memutar badan. Baik kaki kanan dan kiri secara bergantian membidik perut mereka dengan disertai tenaga dalam yang mampu membuat mereka semua terpental dua-tiga meter.


Kini mereka telah tumbang, tak satu pun berani berdiri lagi. Agaknya mereka sadar akan kemampuannya tak tidak sebanding dengan lawannya ini. Barangkali pemuda ini hanya sedikit saja menggunakan kemampuan ilmu beladirinya. Itu pun sudah cukup membuat sepuluh orang berparas sangar roboh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNIFIER ( A Couple Hero's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang