𝙲𝚑𝚊𝚙𝚝𝚎𝚛 𝟼

3.5K 243 8
                                    

Eriza menatap malas ke arah pintu gerbang sekolah yang tampak sepi. Dia sedang menunggu ojek online yang sudah dia pesan sejak lima belas menit yang lalu. Rasanya waktu berjalan begitu lambat, dan kejenuhan mulai merayap dalam dirinya. Koridor sekolah yang biasanya ramai kini hanya menyisakan anak-anak ekskul yang sibuk dengan kegiatan mereka.

Beberapa siswa terlihat bercanda di dekat lapangan, sementara yang lain sedang latihan di aula. Eriza tidak terlalu memperhatikan detail-detail itu; pikirannya melayang ke tempat lain, memikirkan bagaimana dia bisa segera sampai di rumah dan beristirahat. Hari ini benar-benar melelahkan, dan dia hanya ingin segera mengakhiri semuanya.

Angin sore yang sejuk sedikit menghibur, tapi tidak cukup untuk menghapus rasa jenuhnya. Eriza menghela napas panjang, berharap ojeknya segera datang. Sesekali, dia melirik layar ponselnya, memastikan tidak ada pembatalan atau perubahan dari pengemudi. Namun, tak ada pesan baru. Koridor yang lengang dan suasana yang tenang hanya menambah rasa sepinya menunggu.

"Kenapa belum pulang?" tanya Hazard yang tiba-tiba sudah berdiri di samping cewek itu dengan santainya menikmati batang nikotinnya.

Eriza mengerjapkan mata, sedikit terkejut dengan kehadiran Hazard yang mendadak. "Masih nunggu ojek," jawabnya singkat, pandangannya kembali ke layar ponsel yang menunjukkan posisi pengemudi yang tak kunjung mendekat.

Hazard menghembuskan asap rokoknya perlahan, tatapannya lurus ke depan. "Ayo," ujar cowok itu yang hanya direspon dengan lirikan mata Eriza.

"Gue anter."

"Nggak, gue udah pesen ojek"tolak Eriza.

Hazard mengangkat alis, menatap Eriza dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Ojeknya lama. Udah, nggak usah batu. Gue aja yang anter."

Eriza menghela napas lega melihat seorang driver tiba di hadapanya.

"Mba Eriza ya?"tanya ramah driver itu senyum mengundang hawa mematikan dari Hazard.

Eriza mengangguk. "Iya, saya."

Saat akan melangkah, pinggang Eriza ditahan oleh Hazard dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain membuang puntung rokoknya. Hazard mengeluarkan dua lembar uang berwarna merah dari sakunya dan menyerahkannya kepada driver ojek online itu.

"Ini buat pengganti biaya pesanan. Saya yang anter dia," kata Hazard dengan nada tegas, tanpa memberikan kesempatan untuk protes.

Driver ojek online itu tampak bingung sejenak, tapi akhirnya menerima uang tersebut. "Baik, Mas. Terima kasih. Hati-hati di jalan, Mas Mba" katanya kepada Eriza sebelum pergi.

Eriza, yang masih terkejut dengan tindakan tiba-tiba Hazard, hanya bisa terdiam. "Apa-apaan sih lo," protesnya cewek itu tak suka.

Hazard melepaskan genggamannya dari pinggang Eriza, menatapnya dengan mata serius namun lembut. "Gue nggak bisa liat lo sama cowok lain, Za. Gue cuman mau pastiin lo sampai rumah dengan selamat."

Eriza menghela napas, merasa bingung dengan campuran emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Namun, rasa lelahnya lebih mendominasi, membuatnya enggan untuk berdebat kali ini. Akhirnya, dia pasrah dan berjalan menuju tempat di mana mobil Hazard terparkir.

Hazard mengikuti di belakangnya, tetap menjaga jarak tapi memastikan Eriza tahu bahwa dia ada di sana. Mereka sampai di mobilnya, sebuah civic hitam yang terlihat terawat.

Eriza membuka pintu penumpang dan masuk dengan cepat, membiarkan kelelahannya meresap saat dia menyandarkan kepala di jendela. Hazard duduk di sisi pengemudi, menyalakan mesin dengan cekatan.

Dia hanya diam, merasa terlalu lelah untuk berkata-kata. Dia melihat keluar jendela, menyaksikan sekolah yang perlahan menghilang dari pandangannya saat mobil mulai bergerak.

Selama perjalanan, keheningan di antara mereka menciptakan suasana tenang di dalam mobil. Mereka berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Eriza merasa campur aduk; di satu sisi, dia menghargai perhatian Hazard, tapi di sisi lain, dia merasa canggung dengan situasi yang tiba-tiba ini. Hazard, yang fokus pada kemudi, sesekali melemparkan pandangannya ke arah Eriza.

"Ini bukan jalan ke apartement gue"ucap Eriza mengernyit.

"Memang"jawab Hazard santai memasuki sebuah komplek perumahan.

Eriza menatap Hazard dengan curiga. "Jadi kita mau ke mana?"

Hazard tersenyum misterius.

Mobil mereka meluncur pelan di sepanjang jalan kompleks yang rindang, dengan pepohonan besar yang memberikan keteduhan. Di kejauhan, Eriza bisa melihat sebuah rumah besar yang tampak megah dan anggun.

"Gue mau ganti baju sebentar," ucap Hazard yang sudah membukakan pintu.

Mau tidak mau, Eriza memutar matanya malas dan mengikuti cowok itu masuk ke rumah. Begitu mereka masuk, Eriza langsung terpesona oleh Eriza memandang sekeliling interior rumah yang didominasi oleh warna hitam dan putih. Kesederhanaan desainnya justru menonjolkan keanggunan dan kesan elegan. Lantai marmer putih bersih dengan garis-garis hitam menciptakan pola yang menarik, sementara dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto hitam putih yang menambah sentuhan artistik.

Ruang tamu memiliki sofa kulit hitam yang nyaman, ditemani oleh meja kopi kaca yang ramping. Beberapa lampu gantung modern dengan cahaya hangat memberikan kesan yang ramah dan mengundang. Di sudut ruangan, terdapat rak buku berwarna hitam yang dipenuhi dengan koleksi buku-buku dan beberapa tanaman hias yang menambahkan sentuhan hijau pada palet monokromatis.

Hazard melemparkan kunci mobil ke meja dekat pintu, melihat itu Eriza mendengus.

"Apa?"tanya Eriza horror saat tangannya digenggam cowok itu.

"Ke kamar gue"

"Gila lo??! Nggak, gue di sini," tolak Eriza mentah-mentah, menarik tangannya dengan tegas.

Hazard tertawa kecil, jelas menikmati reaksi Eriza yang langsung waspada. "Santai aja, gue cuma bercanda. Tapi kalau lo mau sih ayo." ," ujarnya sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.

"Nggak usah macem-macem lo"Eriza memandang Hazard dengan mata menyipit, memastikan tidak ada niat tersembunyi dari ajakan itu

"Mba bikinin minuman"kearah dapur sebelum berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, meninggalkan Eriza yang kini berdiri sendirian di ruang tamu yang luas. Ia mengambil duduk di sofa empuk, merasa sedikit canggung dengan suasana saat ini.

Tak lama kemudian, Hazard turun kembali dengan pakaian yang lebih santai. "Ayo, ada sesuatu yang mau gue tunjukkin."

"Nggak gue mau balik" tolak Eriza, merasa sungguh butuh mericharge daya hidupnya.

"Gue jamin lo nggak akan nyesel, trush me"

Eriza berdiri, masih merasa sedikit bingung dan melas bercampur menjadi satu namun karena malas mengeluarkan tenaga kembali akhirnya dia mengikuti Hazard keluar dari rumah. Mereka kembali masuk ke dalam mobil, dan Hazard melanjutkan perjalanan mereka.

"Kita mau ke mana?"tanya Eriza saat tidak sengaja melihat tanda rute yang memilih kea rah luar kota.

Hazard hanya diam, menolak memberi jawaban langsung. "Nanti juga lo tahu," ucapnya dengan nada misterius yang sama.

Toxic Hazard [New Versi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang