Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gulfie Arkana Traiptanakul seorang laki-laki 21 tahun, tampan dan cantik menjadi sebuah kesatuan membuatnya seperti malaikat yang datang dari langit. Berkat kesempurnaan yang dimiliki Gulfie, sekarang ia menjadi model di salah satu perusahaan lumayan ternama di kota ini sebagai ambasador produk mereka.
Gulfie memiliki kakak perempuan, Graceli Arjanita Traiptanakul. Tak jauh berbeda, sang kakak juga terlihat anggun dengan dua lesung pipi menghiasi bawah puppy eyes-nya.
“Berhenti mengejekku, Phi!” rengek Gulfie pada saudara perempuannya Graceli yang kerap kali menggoda adik laki-lakinya ini.
Dua bersaudara ini kerap sekali berdebat seperti layaknya kakak adik pada umumnya. Graceli yang mendominasi menindas Gulfie, beberapa kali mendapat kekuasaan sebagai sang kakak. Namun, hal itu hanyalah guyonan saling sayang berbentuk ejekan dan perdebatan yang datang tiba-tiba.
“Nanti kalau sudah menikah kan gak bisa lagi mengganggumu, Nong.” Graceli terkekeh yang membuat Gulfie semakin kesal.
Gulfie yang kesal dengan ulah saudara perempuannya itu memilih untuk mendekati sang ibu yang sedang asyik menonton drama kesukaan di depan layar TV.
“Mae! Lihat Phi Grace, dia menggangguku terus.” Dengan suara manja sambil memeluk lengan ibunya berharap akan mendapat pembelaan.
“Kenapa, hm~?” Sangat lembut meski duo kakak beradik ini begitu bising.
“Katanya aku akan menikah!” Mengerucutkan bibirnya manyun.
“Kenapa harus marah? Apa yang dikatakan kakakmu kan benar.”
“Gupi gak kenal sama dia, Mae! Lagian kalau Gupi menikah, Mae sama siapa? Phi Grace kan sudah menikah, dia tidak tinggal di rumah ini lagi, Mae akan sendirian.” Bahkan itu membuatnya takut.
Laki-laki manja, anak kedua dari Traiptanakul itu memiliki sifat yang anggun layaknya seorang gadis lebih mendominasi di dalam dirinya.
“Dia datang ke sini cuma mau menggangguku saja, bukan mengunjungimu.”
“GR! Aku ke sini rindu sama mae tau,” protes Graceli sambil berlari dan ikut memeluk lengan mae di sisi lain.
“Nanti kan juga kenal. Mae harus menepati janji … ini permintaan terakhir ayahmu, Nak.”
Sekilas mereka teringat sedih mengenang si tulang punggung telah tiada. Seperti mimpi, bahkan seperti baru kemarin sang ayah masih bersama mereka namun sekarang sudah tenang di alam peristirahatan. Perjanjian sudah dibuatnya sebelum meninggal bahwa akan menikahkan sang putra kedua dengan anak sahabatnya yang berjenis kelamin sama dengan Gulfie.
Saat itu Gulfie sangat terkejut dengan permintaan sang ayah, tapi ia tak sanggup untuk menolak ketika tangan yang lemah menggenggam erat memintanya langsung agar setuju dengan permintaan tersebut. Bahkan sahabat ayahnya, Antone Jongcsirivat meminta Gulfie juga untuk menjadi menantunya di depan orang tua dan kakak Gulfie kala itu. Berat hati Gulfie menimbang permintaan ini untuk melepas kepergian ayahnya agar lebih tenang, Gulfie menyetujui hal tersebut meski kini usianya belum matang untuk menikah.
