Ketika Gempa membuka matanya, dia sudah berdiri di jalur berpasir putih yang membelah lautan. Gempa menatap ke depan, berusaha melihat ujung dari jalur tersebut. Merasa tak dapat melihatnya dia lalu menoleh ke belakang. Namun hasilnya pun tetap sama.
Hal tersebut membuat si bocah cilik berumur lima tahun gemetaran. Gempa tidak tahu mengapa dia bisa ada di tempat yang asing ini. Bahunya semakin bergetar, kala merasakan dinginnya udara ditambah gelapnya malam hari yang membuat lautan yang luas terlihat tak bersahabat.
"Ayah...?"
Gempa perlahan menyusuri jalan tersebut sambil memeluk dirinya sendirinya.
"Kakak...?"
Menyadari suara yang dikeluarkannya tak cukup besar, dia lalu mencoba berteriak.
"Apa ada orang?!"
Lalu sekeras apapun dia berteriak. Tetap saja tak ada jawaban. Suasana begitu sepi. Bahkan deburan ombak dan suara angin laut yang biasanya nyaring pun tidak ada.
Gempa mengerjap ketika menyadari dirinya sekarang mengenakan piyama bermotif bintang. Keningnya berkerut karena berpikir keras. Apa mungkin dia sedang bermimpi? Tapi mengapa terasa nyata?
Semenit. Dua menit. Hingga lima menit tidak ada yang berubah. Dia sudah berusaha mencubit lengannya sendiri atau memencet hidungnya. Gempa tidak dapat terbangun.
Wajah Gempa memucat memikirkan jika situasi yang menimpanya memang nyata. Sontak bocah cilik itu berjongkok dan menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca diantara lipatan lengannya. Dia menatap pasir putih halus dari celah lengannya seraya bergumam.
'Gempa tidak boleh nangis ... kan sudah TK.'
Gempa mencoba menenangkan dirinya. Walaupun berbagai pertanyaan yang ingin dia segera ketahui jawabannya sedang menyerbu benaknya. Seperti bertanya mengapa dia ada di sini? Di mana orang-orang? Atau bagaimana caranya pulang?
Dia kembali tersadar dari pikirannya ketika merasakan sebuah cahaya muncul dari depannya. Bocah cilik itu merasa penasaran lalu mendongak. Netra emasnya langsung melebar begitu melihat benda di depannya.
Gempa berdecak kagum. Beberapa langkah didepannya sekarang terdapat sebuah bulan sabit kurang lebih setinggi kepalanya. Bulan tersebut memancarkan cahaya emas dengan serbuk berwarna serupa yang mengitarinya.
Rasa penasaran Gempa kembali bermunculan. Mengapa bulan bisa ada di sini? Apa ukurannya memang sekecil itu? Apa dia diizinkan menyentuhnya? Apa dia boleh membawanya pulang?
Gempa kemudian berlari riang mendekati bulan sabit itu. Dia merasa heran ketika menyentuhnya. Berbeda dengan perkiraannya. Benda itu tidak keras, malah terasa lembut dan empuk seperti bantal. Sepertinya sangat nyaman untuk dipeluk.
Gempa kemudian mencoba duduk di atasnya seolah dia menunggangi kuda. Lalu memeluk bagian atas dari bulan sabit itu sambil tertawa riang. Dugaannya benar, bulan sabit itu benar-benar nyaman! Bocah cilik itu kini benar-benar melupakan fakta dirinya yang sendirian di tengah-tengah lautan.
Tak lama berselang, tiba-tiba saja air laut naik kepermukaan dengan cepat. Air terus naik hingga menutupi permukaan jalur putih sepenuhnya. Gempa menatap syok kejadian tersebut. Dia tak sanggup membayangkan nasibnya jika sedikit saja terlambat menaiki bulan sabit.
Gempa mengeratkan pelukannya pada bulan sabit. Dikala dirinya hampir menangis, seberkas cahaya di atas sana menyilaukannya. Gempa tersentak lalu dengan cepat mendongak. Dan lagi-lagi dirinya dibuat kagum.
"Wah! Seperti permata dan mutiara!" pekik Gempa takjub.
Di atas sana, langit malam tanpa awan terlihat dihiasi taburan bintang yang sangat terang. Keindahan tersebut cukup menjadikan Gempa tak mengingat kejadian pasangnya air laut tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST (BoBoiBoy Elements Story Tell)
FanfictionSetiap malam, ketika Gempa kecil memejamkan matanya. Selanjutnya dia akan tiba di berbagai tempat dengan berbagai cerita. ✒⬩⬩ BEST 1: The Moon Boat ✔️ BEST 2: The Moon Flower Brotherhood||Gem Youngest AU||Sextuplet AU! 🆂🆃🅰🆁🆃: 090222 🅵🅸🅽🅸🆂�...