"Hidup adalah pembelajaran, untuk menjadikan kita seseorang yang lebih baik kedepannya."
•
•
•Rumah yang luas bergaya modern, dengan cat berwarna biru dipadu warna jingga membuatnya indah dan bagus dipandang. Latar rumah yang hijau dihiasi bunga berbagai macam jenis membuat rumah itu semakin cantik.
Sheila, pemilik rumah itu, lebih tepatnya milik orang tua dia. Walaupun rumah mewah dan megah, ia tidak sombong hati. Apalagi sifat kedua orangtuanya yang sangat lemah lembut menghadapi Sheila yang terkadang suka berbuat salah.
Tapi kini suasana rumah itu sedang dalam keadaan yang hening, Sheila, juga Nana-Mamanya, dan Fernanda-Papanya dalam keadaan yang canggung satu sama lain, mereka enggan berkomentar atau membuka suara, takut salah ucapan yang akan merugikan satu sama lain.
Setelah beberapa menit mereka kalut dalam pikiran masing-masing, Fernanda bergumam membuat Sheila serta Nana menoleh kepadanya.
"Kamu sudah janji, sejak dulu." Fernanda menjeda kalimatnya, "kalau kamu mau menerima perjodohan ini. Kenapa sekarang berubah?"
"Maaf, Pa." Sheila menjawab dengan pelan. "Aku bukannya bermaksud seperti itu," tambahnya lagi, kini kepala Sheila menunduk.
"Apa kamu sudah punya pasangan, Sayang?" Suara Nana yang lembut mampu membuat hati Sheila merasakan kesedihan yang dalam akibat menolak harapan mereka yang ditunggu-tunggu sejak dulu.
"Pa, Ma. Kan dulu aku pernah bilang, akan menerima perjodohan ini kalau aku udah bertemu dengan dia, ini hidupku, Pa. Aku harus pintar dalam mengambil keputusan, pernikahan bukan hanya seujung kuku, tapi selamanya. Maka, lebih baik aku bertemu dia, kita saling kenal satu sama lain.
Tapi sampai sekarang Papa sama Mama belum mempertemukan aku sama dia, jadi aku bingung, Pa, Ma." Sheila menarik napasnya yang sempat tercekat.
Fernando mengangguk dia mengelus-elus pucuk rambut Sheila dengan lembut mengerti perasaan anaknya sambil menatap Nana dengan tatapan yang penuh arti.
"Tante Heny sama Om Bobi belum pulang dari Kanada. Udah lama banget Mama juga nungguin mereka, tapi mereka kemarin ngabarin Mama belum sempat pulang ke Indonesia soalnya lagi sibuk banget di sana."
Nana menatap wajah anak semata wayangnya dengan tatapan yang teduh. "Mereka minta maaf sampai sekarang belum mempertemukan kalian berdua. Dan kabarnya juga masih lama, kamu yang sabar ya, Sayang."
Sheila mengangguk, pikirannya kalut mengingat janjinya dulu yang ia ucapkan dan kini membuat hidupnya terbebankan. Ia pamit kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke kamar dengan alasan ada tugas dari kampus.
|~•~|
"Bantuin gue, makanya." Velly mendengus kesal menatap Alzio yang kini sedang bersidekap di depan televisi.
Alzio tertawa renyah, menertawakan film yang sedang dia tonton, tatapan Velly kini berubah menjadi tatapan yang penuh amarah. "Gue ngomong dikacangin! Kurang ajar lo. Ya udah, gue pulang aja lah."
Televisi itu mati dengan sekejap. Alzio membuang sampah kulit kacang dari mulutnya, lalu bergumam pelan memberikan kode supaya Velly mau duduk bersamanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Sehati [ON GOING]
Teen Fiction📌FOLLOW DULU YUK AUTHORNYA SEBELUM BACA 📌PLAGIAT? MENJAUH SANA, BENALU AJA LO🚫 ••••• Bukan kisah cinta segitiga, dan juga bukan kisah cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, ini adalah kisah cinta yang tiada ujungnya, tiada jalan keluarnya, terkec...