"Ka-Karina?"
Dengan susah payah Nadira mengontrol ekspresinya.
"Iya. Kamu kayaknya kenal deh. Dulu sering main ke kelas."
"Karina temenmu dari TK?" tanya Nadira lagi.
Pras agak terkejut. "Oh? Kamu tahu juga soal itu?"
"Iya. Dia temanku dari TK. Jodoh emang nggak ada yang tahu ya, Nad," ucap Pras lalu menatap ke depan.
Hening.
"Pokoknya kamu harus datang ya," kata Pras sambil tersenyum menatap Nadira.
"Pras ini cara lo ngehukum gue kah?"
"Karina juga berharap kamu bisa datang."
Nadira diam-diam menghembuskan nafas panjang. "Oke. Makasih untuk tumpangannya ya."
"Eh, Nad..."
"Aku doain semoga lancar sama hari H ya. Salam buat Rina juga. Dah!"
Tanpa menoleh ke arah Pras sekali lagi, Nadira langsung menghilang dibalik pagar rumahnya.
"Tapi, Nad...jangan nyesel ya kalau suatu saat Pras udah berpaling dari kamu. Kuharap nanti kamu nggak merasakan fase itu dan bertemu dengan orang tepat. Aku duluan ya."
"Nad, kok di kamar terus sih? Ayo makan. Masakan udah siap tuh!"
Terdengar suara Risa dari luar pintu kamar.
"Nanti aja, Ma," jawab Nadira yang berusaha keras untuk tidak mencurigakan.
"Kamu kenapa? Kemarin malam pulang sama siapa?"
"Sama temen, Ma. Udah, Ma. Nadira harus ngerjain tugas dulu."
"Oh-oke. Jangan lupa makan ya tapi."
"Iya."
Nadira menggigit guling dengan keras untuk menyembunyikan isak tangisnya.
"Nggak. Ini salah. Lo kenapa nangis, hey? Lo kenapa begini, Nadira?"
Tangis Nadira semakin tertahan di balik selimut.
"Nad? Sadar, Nad! Lo nggak ada hak untuk nangis!"
Tapi rasanya sakit banget bagi Nadira. Padahal harusnya Ia tak punya hak untuk menangis ataupun sedih. Harusnya dia bahagia karena doanya selama ini terkabul agar Pras bisa menemukan sosok yang mencintainya dengan tulus.
Ta-tapi kenapa dari sekian banyaknya perempuan harus Karina?
DOK! DOK! DOK!
Tiba-tiba terdengar suara pintu digedor dengan agresif.
"Nad! Keluar lo!"
Suara itu sudah pasti milik Elle.
"Gue tahu lo di dalam lagi nggak baik-baik aja. BUKA!"
"Sayang, jangan teriak-teriak aduh! Rumah orang ini."
Nadira juga bisa mendengar suara Sandi disana.
"Tante Risa punya kunci serep kamarnya Nadira nggak?"
"Kunci cadangan ya? Bentar, Elle. Kayaknya ada."
Suara kehebohan itu menghilang sejenak. Nadira akhirnya turun dari kasur dan membuka pintu kamarnya secara mandiri.
Klek.
Pintu kamar terbuka.
"NADIRA, YA TUHAN!"
Semua terkaget melihat Nadira muncul dengan tampilan yang menyedihkan. Rambut berantakan, muka memerah, dan kedua mata sembap ditambah kantung mata menghitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Precious Memories
Romance📌 Episode 1-8 available ✅ Semenjak menolak pernyataan cinta Prasatya delapan tahun yang lalu, Nadira tak bisa melupakan lelaki itu meskipun kini mereka telah berada di jalan yang berbeda. Rasa bersalah dan juga rindu terus menghantui gadis itu. Nad...