Episode 2 : (jangan sampai) Jadi Jomblo Abadi

50 12 0
                                    

September, 2021.

"Gue baru aja menginjakkan kaki di umur baru udah ditawarin laki baru aja."

Nadira yang baru saja memasuki Kafe langsung disambut dengan ocehan Elle, sohibnya yang kini perutnya makin besar. Ya, temannya itu sedang hamil 5 bulan.

"Maka dari itu, sista. Lo harus mengawali umur 25 tahun dengan pengalaman cinta yang menakjubkan. Definisi umur baru, laki juga baru. Gue jamin deh lo bakalan suka sama cowok kali ini."

"Udah berapa kali lo bilang kayak gitu? Gue jadi korban mulu," sungut Nadira.

Elle meringis. "Udah deh nggak usah mengungkit masa lalu."

Ini bukan kali pertama Elle merancang kencan buta untuk Nadira dan semuanya selalu gagal.

"Elle, mending lo fokus aja deh sama dede bayi. Berhenti nyariin gue cowok," kata Nadira dengan tatapan memohon.

"Justru itu sebelum dede bayi lahir dia harus udah punya Om!"

Nadira menghela nafas panjang.

Elle dan Nadira seumuran tapi keduanya bertolak belakang, terutama dalam urusan percintaan. Elle telah menikah dengan Sandi —yang juga teman Nadira.

Elle, Nadira, dan Sandi adalah teman satu angkatan waktu SMA. Mereka satu kelas ketika kelas 12, sedangkan Elle dan Sandi sudah sekelas sejak kelas 10. Mereka pacaran awet sampai menikah tahun lalu. Nadira melihat itu sebagai sesuatu yang menakjubkan.

"Jodoh nggak akan kemana, Elle. Gue percaya itu. Lo dan Sandi adalah role model gue," ujar Nadira sambil meneguk jus jeruknya.

Elle menghela nafas. "Jodoh emang nggak kemana. Bener. Tapi kalau nggak usaha ya percuma. Lo pikir gue sama Sandi dulu haha hehe doang biar bisa awet sampai gue bunting begini? Nggak, Nad. Semua ada perjuangan dan usahanya."

Nadira udah males banget kalau Elle udah mulai ceramah begini.

"Jangan sampai jadi jomblo abadi, Nad."

Nadira yang mulai mengeluarkan laptop untuk melanjutkan naskah novelnya terdiam sejenak.

"Emang siapa sih yang mau dikenalin ke gue?" tanya Nadira tiba-tiba.

Kedua mata Elle si bumil itu mendadak berbinar. "Lo mau ketemu? Kalau iya, gue atur semuanya."

Nadira menatap layar laptopnya yang menampilkan naskah novelnya yang belum selesai. Nadira belum melanjutkan karena Ia belum memikirkan karakter yang tepat untuk tokoh laki-lakinya.

"Boleh deh," kata Nadira.

"YESSSS!" Elle kegirangan. "Lo tenang aja semua bakalan gue atur. Lo tinggal siapin jiwa raga aja."

Ya siapa tahu bisa jadi sumber inspirasi gue.














"Maaf ya, Nad. Kayaknya project novel keduamu bakalan dilimpahin ke temenku untuk ngedit naskah. Aku beneran dilarang keras sama Dokter untuk kerja dulu."

Nadira menghembuskan nafas panjang ketika mendengar suara Mbak Santi yang sudah menjadi editor naskah novel Nadira sejak perilisan novel pertamanya tahun lalu di ujung telepon.

"Ya mau gimana lagi, Mbak. Kesehatan Mbak lebih penting."

Sore itu Mbak Santi mengabari kalau dirinya harus bedrest karena kena radang usus buntu. Seharusnya novel kedua Nadira yang dijadwakan rilis pertengahan tahun bisa selesai lebih cepat, tapi karena sejak awal Mbak Santi mengeluh sering merasakan sakit, pekerjaan untuk mengedit naskah jadi tertunda.

"Aku kasih kontak temenku ya nanti kamu chat dia."

"Orangnya baik kan, Mbak?" tanya Nadira agak khawatir kalau ternyata sikap dia dan calon editor barunya berlawanan terus jadi rawan cekcok karena hubungan penulis dan editor, kan harus lumayan dekat ya biar sama-sama enak nantinya.

Our Precious MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang