30

417 38 2
                                    

2025 : A KISS




Jake's POV


"Adek, semalem tidurnya sama siapa?" aku menggoda Daniel yang tengah memakan pancake daun bawang buatanku.

"Sama Papa, hehehe," ia menoleh pada Heeseung yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Heeseung tak bergeming, aku rasa ia sudah diganggu lagi dengan urusan kantor.

"Aku berangkat ya.. boleh dibekal nggak buat aku?" ia mendongak, menatapku dengan raut gusar.

"Kenapa buru-buru?" tanyaku.

"Kebiasaan.. ada investor lagi. Aku juga nggak ngerti kenapa aku diajak meeting terus.. aku cuma akuntan," keluhnya.

"Mungkin mereka percaya sama kamu. Siapa tau bentar lagi jabatan kamu naik."

"Amin. Biar bisa nabung. Kalo segini mah pas-pasan banget sebulan habis.."

"Nanti aku bantu. Aku 'kan juga kerja sekarang?"

"Jangan. Uangmu ya uangmu, simpen buat kebutuhanmu juga. Apalagi kamu disini bakal lama, iya 'kan?" ia kini menatapku berbinar. Aku mengangguk.

Setelah yang kusaksikan semalam, betapa akurnya ia dan Daniel, aku menetapkan keputusanku untuk tinggal — kalau memang semesta mengizinkan.

"Udah tugasku, Jake. Kamu tuh yang penting kasih kita makan aja, aku nggak minta banyak," ia mencolek ujung hidungku, membuatku mengernyit. Aku pun bergegas ke dapur dan memisahkan pancake jatah Heeseung ke dalam kotak bekal.

"Nih. Hati-hati ya," aku memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas yang ia tenteng.

"Makasih sayang," ia mengecup bibirku, kemudian menepuk pucuk kepala Daniel.

See? Bahkan Daniel terkejut. Ia membelalakkan matanya dan tampaknya ia nyaris tersedak.

"Papa pergi. Baik-baik sama kakak cantiknya, jangan dibikin sedih lagi," ujar Heeseung sebelum ia membuka pintu dan pergi.

"Papa aneh.." dengus Daniel saat aku kembali duduk di hadapannya, di meja makan. "Papa nggak pernah cium Papi. Kok Papa cium kakak? Kakak ada apa sama Papa?"

"Eum.. kakak punyanya Papa. Sama kayak Danny," sahutku. Aku pun bingung. Heeseung ceroboh, aku belum siap dengan penjelasan panjang lebar agar putra kecilku ini mengerti.

"Papi bukan? Bukan punya Papa?" Daniel lagi-lagi membelalakkan mata bulatnya.

"Bukan.. Papi sama Papa temen. Kayak Daniel sama anak-anak di kelas. Bedanya Papi nggak jahat kayak mereka," aku mengusak pipi berisi Daniel. Ia pun membentuk bibirnya menjadi huruf 'O'.

"Selera Papa bagus."

"...hah?"

"Papa sukanya yang cantik-cantik, sama kayak aku," angguknya, disertai cengiran di wajah mungilnya.

"Papi emang nggak cantik?" kekehku.

"Lebih cantik kakak. Kakak kayak Princess. Kalo Papi tuh kayak pangeran.. sama kayak Papa," angguknya.

Aku pun menggigit bibir bawahku dengan gemas.

"Kakak boleh cium adek? Kakak gemes.. adek pinter banget ngerayunya..."

'Cup'

Daniel mengecup bibirku tanpa ragu-ragu, lalu ia tersenyum menang.

"K-kok.." cicitku.

"Nggak mau kalah sama Papa," cengirnya.



- - -



Siang harinya, Sunghoon datang ke sekolah. Ia mengantar makan siang untukku dan Daniel. Kami bertiga pun makan di ruang serbaguna yang kosong.

"Lo gabut banget ya di tempat Seon? Bisa masak sampe lengkap gini?" tanyaku sembari menatap berbinar rantang makanan yang telah ia siapkan.

"Iya. Abis sarapan dia pergi, urusan kerjaan. Jadinya gue cuma nonton drama. Tempatnya juga bersih banget karna selalu pake room service. Rasanya lebih capek kalo nggak ngapa-ngapain. Kebiasa jadi bapak rumah tangga kali ya? Apa abis ini gue bersihin rumah sambil nunggu Daniel pulang?" keluhnya.

"Boleh.. makasih loh. Tau aja gue nggak akan sempet."

"Lo 'kan kerja, Jakey. Gimana sih.." Sunghoon mencubit pipiku, dan Daniel menepis tangannya.

"Nggak boleh pegang. Ini punya Papa sama aku," hardiknya. Kedua matanya bahkan memicing, ia benar-benar seperti Heeseung saat sedang kesal.

"O-oke... ini ada apa?" Sunghoon terkekeh gugup.

"Trust me.. you really don't wanna know," ringisku.

"Alright, let's eat. Especially you! Makan yang banyak ya, lo tuh kurus banget ternyata pas udah nggak ha—"

Sunghoon berhenti berbicara saat aku memelototinya dan menggeleng.

"...iya, lo kurus banget sekarang maksud gue. Gue sedih liatnya," sambungnya.

"Ih! Nggak, Hoon. Pipi gue aja tumpah.."

"Itu karna lo masih bayi.. nanti juga ilang. Tapi badan lo itu loh.. bener-bener kayak tengkorak. Except for your ass tho it's always been nice and round..."

"Sunghoon!" pekikku. Tentu saja aku malu, ditambah Daniel kini menatap kami bergantian dengan raut bingung.

"Nggak kok.. badan kakak pas, hangat lagi. Enak buat dipeluk," ujarnya.

"Yey, dibelain. Tuh denger," cibirku pada Sunghoon yang lantas menaikkan sebelah alisnya.

"Daniel.. kamu nggak naksir 'kan sama kakak cantiknya?" Sunghoon bertanya dengan suara pelan. Daniel pun buru-buru menggeleng.

"Kakak punya Papa. Aku juga punya Papa. Jadi, kakak cantiknya punya aku juga."

Aku menepuk dahiku dengan sedikit keras. Entah mengapa itu terdengar sangat salah.

"Nice, Jake. That really sounds like you," dengus Sunghoon.

"Sorry about that. My man kissed my mouth in front of him this morning and I didn't know a better way to explain. Blame it on him.." aduku.

"Oh you bet I will! I'll teach that horny bastard some good lesson before I leave. And that includes Parenting 101. worry, I got you."







......tbc

HI, BYE, PAPA [HeeJake / HeeHoon / SungJake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang