4

1K 144 7
                                    

“Selain negeri yang dikenal sebagai negeri 1000 armada terkuat di benua. Lunaria juga dikenal sebagai negeri yang mempunyai perpustakaan termegah dan terlengkap.” Seokjin mulai memulai pidato yang dia hafal diluar kepala setiap ada diplomat negara lain berkunjung ke istana. Dari keistimewaan Lunaria bahkan sampai sejarah dan silsilah kerajaan Seokjin tidak akan berhenti bicara sampai mereka sampai ruang makan–sebenarnya Seokjin sudah  berlatih dan  menghitung jarak tempuh dan paragraf narasinya agar sesuai.

Sementara Jimin dan pelayan lain mengikuti dari belakang. Rombongan Kaisar Min juga berjalan berdampingan dengan mereka. Persis di samping Jimin, lelaki dengan perawakan tinggi semampai, rahang tegas, baju zirah perak dengan pedang di pegang kuat-kuat di sampingnya. Jenderal Jung, orang kepercayaan  Kaisar Min dan sepertinya orang yang terpisah dengannya siang tadi. Jenderal Jung memiliki pembawaan tegas dan sedikit menyeramkan, Jimin sedikit segan bicara dengannya. Dia hanya pelayan.

Tapi bukan hal itu yang paling mengganggunya sekarang. Melainkan tatapan sang kaisar yang berjalan di depannya. Rambut keemasan diikat dengan sanggul naga emas. Aura nya jauh mengintimidasi dan sangat berwibawa. Sangat berbeda dengan orang yang dia temui di pusat kota. Atau jangan-jangan sebenarnya memang orang berbeda?? tapi kenapa dari awal Kaisar itu menginjakan kaki di istana tatapannya tidak pernah luput dari Jimin.

Jimin ngeri.

“Kita sudah sampai di ruang makan, Sepertinya cerita saya itu membosankan ya bagi anda yang mulia kaisar?”

“Hmmm?” Netra kucing itu menatap Seokjin, terlihat jelas kalau dia sama sekali tidak menaruh perhatian pada cerita panjang Seokjin tentang silsilah kerajaan yang membosankan. “Tidak, saya mendengarkan. Maaf tapi bahasa ku belum begitu lancar jadi saya tidak menimpali.”

Jimin mendengar dengusan dari jenderal di sebelahnya. Jendral Jung malah keliatan sedang menahan tawa. Baiklah Jimin mengambil kembali kembali kata-katanya tentang  Jenderal Jung adalah orang yang mengerikan.

“Aku mengerti, tapi perlu saya puji pelafalan anda sangat bagus. Pasti anda sudah mempelajarinya berbulan-bulan?” Seokjin mendekat ke salah satu kursi, seakan sudah melihat cue nya Jimin menarik kursi tersebut dan mempersilahkan sang putra mahkota untuk duduk.

Pandangan masih kebawah, sebuah kode etik nya sebagai pelayan untuk terus menurunkan pandangan tapi juga karena alasan lain. Tatapan kaisar padanya makin tajam hingga membuat Jimin bergidik. Terlebih mereka duduk berhadapan. Dalam hati dia merasa menyesal tidak menolak permintaaan Seokjin untuk menemaninya karena jika seperti ini dia lah yang ingin dipenggal oleh sang kaisar.

“Ah tidak, aku belajar bahasa ini selama perjalanan saja. Aku hanya bisa melakukan percakapan sederhana,” pintu kembali terbuka dan kali ini para pelayan masuk dengan tudung saji. Saat itu pula atensi sang kaisar teralih, pria berdarah biru itu kembali lagi menatap Jimin yang tengah memastikan tatanan sajian diatas sempurna.

Tudung saji terbuka, asap menguar dengan aroma mengisi seluruh ruangan yang sanggup mengundang air liur. Tidak hanya dari indera penciuman, Koki Lee juga menata piring bagaikan sebuah lukisan. Warna merah lobster begitu mencolok di atas meja makan, seumpama panggung teatrikal Lobster rebus iu adalah primadona indah.

Jimin bahkan kagum melihat Koki Lee menunjukan kebolehannya malam ini. Tapi rasa kagum itu langsung lenyap karena lagi-lagi dia merasakan tatapan menusuk dari sang kaisar.

Serius? bahkan dengan seluruh hidangan menggugah selera ini Kaisar Kucing ini masih menatapnya seolah-olah Jimin lah hidangannya?

Jimin mengalihkan pikirannya dan kembali sibuk dengan pekerjaan nya. Mengambil sendok perak, Jimin meyuap sebagian kecil dari setiap hidangan di piring. Mengunyah sambil memalingkan wajah, berusaha tidak fokus dengan sensasi gurih dan juga tekstur lembut daging yang meleleh di lidah. Tugas dia hanya satu, mencicipi makanan untuk mengetahui apakah ada racun yang tersemat di sana.

Sambil terus melumat makanan di bibir, Jimin melirik makanan di atas meja dan mata ebony nya kembali bertemu dengan netra jelaga sang kaisar. Jimin hampir kehilangan nyawanya karena tersedak.

“Jimin? kau tidak apa??” Melihat butlernya terbatuk saat mencicipi salah satu makanan, rasanya jantung Seokjin jatuh ke lantai. Dia takut di dalamnya terdapat racun dan membunuh sahabatnya.

“T-tidak apa-apa. Maaf, saya hanya tersedak. Makanannya aman. Silahkan dicoba Yang Mulia, maafkan saya telah membuat anda khawatir,” Jimin membungkuk dalam kehadapan Seokjin, Jenderal Jung dan Juga kaisar Min. Merasa malu karena hal kecil itu menurunkan performa nya malam ini.

“Tidak, tidak apa–”

“Mulai besok Hoseok saja yang mencicipi makanan.”

“Bbbuuh!!! Uhuuk!! Uhukk?!??” Kali ini Jendral Jung yang wajahnya hampir biru karena teh yang salah masuk ke tenggorokan saat mendengar Kaisar Min berkata demikian. “Apa?? kok saya???” Matanya membulat, bibir terbuka dan kecewa yang begitu kentara.

Jimin menahan tawa melihat Jenderal Jung yang terlihat begi jenaka.

Hal itu tidak luput dari netra kucing sang kaisar. Bibir bersungut kecil, mata memicing sipit menatap Jenderal Jung dengan sengit. “Besok kau yang akan menjadi pencicip makanan. Perintahku mutlak dan absolut Jung Hoseok!”

Rahang Jenderal Jung menggantung, kening berkerut bingung mencari dimana letak salahnya, padahal dia hanya menyesap teh untuk membasahi tenggorokannya yang kering? Dia ingin menyangkal, adu argumen hingga pagi pun dia berani dengan Kaisar Min tapi karena mereka tamu di negeri orang, Jenderal yang mempunyai julukan Ujung Tombak Kekaisaran Min iu menelan kekalahannya dalam diam.

Senyum Jimin tidak bisa ditahan, mengabaikan sang kaisar yang wajahnya sudah tertekuk bagai kakek tua.

[Yoonmin] His Serendipity Complete ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang