Hari sudah senja, langit orange itu terlihat begitu indah atau mungkin hanya karena perasaanku sedang bahagia saat ini. Aku dalam perjalanan pulang sesekali melirik ke arah Faresta. Memastikan bahwa ia tak memiliki trauma menggunakan mobil. Tapi melihat selama di perjalanan anak itu hanya diam melamun. Sesekali ku tegur ia, dia melihatku dengan memberikanku senyumannya.
Rumahku masuk di dalam gang, rumah di paling ujung gang. Orang tuaku membeli tanah disana karena melihat view gunung dari sebelah kiri rumah.
Sesampai di rumah Faresta tak melepaskan tanganku. Ia juga sejak turun dari mobil ia tak mau lepas dari pelukanku.
“Siapa itu nak?” Ucap bunda Maria. Tetangga sekaligus waliku sejak kedua orangtuaku tiada.
“Sore bunda, ini Faresta. Ayo Faresta di sapa dulu tante Maria.” Ucapku menyapa Bunda Maria. Faresta hanya melihat ke arah Bunda Maria dan kemudian kembali menempelkan pipinya di pundak ku.
“Hei Faresta.” Ucap bunda Maria. Mencoba menarik perhatiannya. Tapi Faresta tetap tak mau menyapanya.
“Maaf ya bunda kayaknya dia masih capek. Kami masuk dulu ya bunda. Permisi bunda duluan.” Ucapku. Pergi masuk ke dalam rumah.
“Selamat datang di rumah Dokter. Faresta anggap saja ini rumah sendiri.” Ucapku dan aku mau menurunkan dia. Ternyata ia sudah tertidur lelap. Mungkin karena dia kelelahan hari ini. Pantas saja dia tidak mau membalas sapaan dari Bunda Maria.
“Hei... Hei... Faresta bangun dulu ya sayang. Sudah sore ngak baik tidur sore.” Ucapku sambil menggoyangkan tubuhnya berusaha membangunkannya. Faresta dengan berusaha membuka matanya yang sudah berat itu. “Bangun ya! Mandi dulu udah bau nih badannya biar dokter temenin deh.” Ucapku dengan menurunkannya dari gendonganku.
Faresta berjalan masuk dengan masih keadaan mengantuk. Aku begitu gemas melihatnya seperti itu. Ku lepas jasku dan menggantungkan-nya di gantungan yang berada di dekat pintu.
Faresta berbaring di atas sofa dan berusaha untuk menjaga matanya terbuka. Aku pun segera menghampirinya dan mengangkatnya dan membawanya ke kamar mandi.
“Ayo Fares tangannya di angkat.” Ucapku. Sambil mendudukkannya di atas mesin cuci. Dia mengangkat kedua tangannya. Ku angkat bajunya sampai menutupi kepalanya dan langsung menggelitiknya.
“AHAHAHA... dokter geli ih.” Ucapnya sambil berusaha menggoyangkan badannya mencoba menghindari jariku yang menggelitiknya.
“Iya iya hihihi” jawabku. Dan ku bantu ia melepaskan bajunya. Kini wajahnya sudah mulai tampak bertenaga kembali.
“Ih Dokter curang, nyerang tiba tiba.” Ucapnya. Dengan mengembungkan pipinya sebelah kiri.
“Lagian Fares ngantuk sih jadi dokter usulin deh.” Ucapku sambil mencolek hidungnya.
“Dokter itu apa?” Tanya Faresta sambil menunjuk bathtub. Faresta mungkin baru pertama kali melihatnya.
“Itu bathtub, sebentar dokter nyalakan dulu ya airnya.” Ucapku. “Selagi nunggu airnya penuh. Kamu dokter bilas dulu ya biar nanti tinggal berendam aja.” Sambungku setelah menyalakan air.
Aku memandikannya dan beberapa kali kami bermain saling mengelitik dan menggosok punggung satu sama lain. Sebelum akhirnya kami masuk ke dalam bathtub. Dan berendam bersama di air hangat tersebut. Mendengar tawa dan senyuman Faresta membawa kebahagiaan yang menenangkan ku akhir akhir ini.
Selama berendam kami tak banyak berbicara hanya aku sesekali mengusili nya. Dan kami menikmati nikmatnya berendam dalam bathtub itu. Selesai berendam aku mengangkat Faresta dan mendudukannya di meja westafel kamar mandi. Aku menggosok kepalanya dengan handuk dan mengelap tubuhnya juga. Kemudian ku nyalakan hairdryer ku arahkan ke rambutnya agar ia tidak masuk angin. Faresta hanya menikmati perlakuanku padanya. Dia tak banyak bicara dan sesekali kegelian karena aku gelitik.
“Habis ini naik ke atas ya masuk ke kamar kanan tangga. Nanti buka aja lemarinya coba cari baju yang pas ukuranmu.” Ucapku menjelaskannya.
“Okay!” Ucapnya dengan semangat.
“Faresta mau minum susu apa? Coklat atau vanilla? Biar dokter buatkan.” Tawarku padanya.
“Faresta mau coklat” jawabnya.
“Okay” balasku.
Keluar dari kamar mandi aku yang hanya memakai celana panjang langsung menuju dapur dan membuat 2 cangkir susu. Sedangkan Faresta hanya dengan handuk yang menutupi tubuhnya ia berlari menuju ke kamar seperti yang ku suruh.
Selesai membuat susu aku memeriksa isi kulkas ku dan memikirkan makan malam apa yang bisa ku sajikan untuk anak itu. Aku seketika mengingat ada nugget buatan kakakku sebelum ia berangkat 2bulan lalu.
“Hmm... Sepertinya masih bagus. Ok lah mari di coba masak. Tapi sebelum itu masak nasi dulu.” Ujarku pada diriku sendiri.
Ku cuci beras dan memasukannya kedalam ricecooker dan menyalakan tombol memasak. Dan ku tinggalkan beras itu dan pergi menyusul si faresta yang cukup lama di atas tak bersuara.
“Faresta kamu baik baik aja sayang?” Ucapku saat masuk kedalam.
Melihat ke arah lemari dengan banyak baju yang berhamburan dan faresta berdirindi tengah tengahnya dengan kondisi telanjang saat ini. Dia menatapku dengan kesal.
“Eh...? Faresta kamu baik baik aja kan?” Ucapku bingung mengapa tiba tiba raut wajahnya kesal.
“Ngak ada baju yang sesuai ukuran Faresta dokter. Ini baju orang dewasa semua.” Jawabnya.
“Ah maafkan dokter!” Ucapku sambil menghampirinya. Untuk sementara pakai jaket ini dulu ya. Biar dokter Carikan di tempat lain baju yang ukuranmu.” Sambungku sambil memberikannya hoddie kuning yang terdekat di tanganku saat ini.
Faresta menggunakan hoddie itu tanpa basa basi. Melihat dirinya menggunakan hoddie yang begitu besar itu. Dia malah membuatku terpesona akan aura keimutannya.
“Uwah... Fares kamu imut banget pakai itu.” Ucapku sambil memeluknya.
“Ih dokter lepasi sesak tau.” Jawabnya tak nyaman akan pelukanku.
“Ya udah yuk turun gitu aja dulu nanti dokter bersihkan sama Carikan baju yang pas buat kamu. Sayang susunya ntar keburu dingin.” Ucapku.
Kemudian kami turun faresta meminum susu coklatnya di depan tv sambil menonton tv sedangkan aku sibuk di dapur sedang menyiapkan makan malam.
“Dokter, Faresta mau bantu” ucap Faresta menghampiriku yang sedang sibuk memasak.
“Boleh boleh, itu buka lemari di bawah situ anda piring tolong bantu susunkan di meja ya.” Ucapku dengan bahagia.
“Okey!” Ucapnya dengan langsung ia mengambil piring dan gelas yang ada di dalam lemari itu.
“Makasih ya Faresta. Nonton aja dulu lagi nanti dokter panggil kalau sudah siap.” Ucapku. Ia hanya mengangguk dan pergi kembali ke depan tv.
~
Setelah menyajikan makan di atas meja. Aku langsung memanggilnya untuk makan malam bersama.
“Faresta ini makanannya sudah siap ayo makan” ucapku memanggilnya.
“Okay” ucapnya dengan berlari ke arah meja makan. Dia langsung duduk di atas meja dengan begitu semangat melihat nugget. Faresta begitu semangat menghabiskan makan malamnya. Setelah makan aku membersihkan bekas makan dan faresta kembali menonton tv. Setelah berbesih dan mencarikan baju yang sesuai untuk faresta aku menemaninya menonton tv. Hingga ia ketiduran di sandaran ku saat menonton.
Perlahan dia ku angkat dan membawanya ke dalam kamarku. Ku baringkan dia dengan perlahan dan ku selimuti dirinya. Dan aku kembali turun mengecek pintu dan jendela mematikan di ruang tamu. Dan kembali ke dalam kamar menyusulnya untuk tidur.
Saat aku masuk kedalam selimut aku mendengar Faresta sedang mengigau.
“Papa mama faresta sayang kalian.” Ucap anak itu.
Melihatnya mengigau begitu menggemaskan. Ku cium keningnya dan aku berbaring di sampingnya sebelum terlelap aku memegangi tangan. Dan perlahan lahan rasa kantuk menghilangkan kesadaran ku.
~
Pagi hari tiba aku merasakan kasurku basah dan dengan kaget aku bangkit dan memeriksa mengapa kasurku basah. Dan terlihat sumbernya berasal dari Faresta.
“Hey sayang bangun sudah pagi” ucapku membangunkannya. Tapi tubuhnya terasa panas dan wajahnya memerah. Aku sempat panik karena tubuh Faresta panas dan wajahnya memerah. Segera ku ambil handuk dan air untuk mengkompresnya.
Setelah mengkompresnya aku segera menenangkan diriku memikirkan kemungkinan yang sedang terjadi. Dan hal yang paling wajar terjadi hanyalah tubuhnya sedang beradaptasi dengan lingkungan baru makanya tubuhnya panas bagaikan sedang demam. Mengingat kasurnya sedang basah karena ompolnya aku segera mengangkatnya memindahkannya ke kamar di bawah bekas kamarku yang lama. Aku juga mengganti pakaiannya.
Aku mencuci sprei selimut dan baju yang kena ompol Faresta. Selagi menunggu mesin cuci mencuci aku memasak bubur dan menyiapkan susu hangat untuk Faresta. Setelah siap bubur dan susu hangat, aku membawakannya dan ku bangunkan dia dengan perlahan.
“Faresta, Faresta sayang yuk bangun dulu sebentar ini dimakan dulu biar mendingan.” Ucapku dengan pelan. Faresta bangun dengan perlahan dan ku bantu bangkit.
“Yuk dimakan dulu ini dokter buatkan bubur sama susu buat kamu.” Ucapku. Sambil menyuapinya dengan perlahan. Ia hanya makan setengah bubur dan ia ingin berhenti. Aku meletakkan buburnya di meja yang ada di samping kasur. Ku berikan dia minum dan ia meminumnya dan kembali berbaring untuk istirahat.
“Faresta, dokter berangkat kerja ya. Nanti dokter minta tolong bunda Maria temenin kamu. Nanti dokter usahakan untuk pulang cepat. Kamu gak apa apa kan?” Tanyaku padanya. Dia hanya mengangguk kepadaku. Dan akhirnya ku tinggalkan dia dan bersiap untuk berkerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Small Reason For Happiness
Teen FictionNata dokter muda di suatu kota kecil yang terkenal di kalangan dokter disana. Semua pasiennya adalah anak anak. Tapi tak pernah ada anak anak yang takut untuk berobat karena keramahannya. Hingga suatu ketika sebuah kecelakaan besar terjadi banyak ko...