07

1 0 0
                                    

Suara ruangan begitu tenang, kurasakan sedang di pegang dengan erat. Aku bangun dan langsung mendapati dokter semalam yang sedang memegang tanganku dengan erat. Aku memperhatikan wajah dokter ini. Aku melihat ada kantung mata di bawah matanya. Aku yang tadinya ingin membangunkannya tidak jadi karena melihat kantung mata itu.

Aku duduk di atas kasur itu kedua kakiku ku temukan dan memeluknya dengan tangan kananku. Sedangkan tangan kiriku masih ku biarkan di genggam oleh dokter ini.

Aku berfikir apa aku bisa menemukan arwah ayah dan ibu. tapi pikiranku itu di bantahkan dengan mengingat bahwa aku tak pernah melihat arwah nenek sejak kematiannya bahkan karena kematian nenek aku dapat anugerah ini. Tapi di dasar hatiku aku berdoa agar bisa melihat mereka sebelum pergi.

Tak lama kemudian dokter itu terbangun dan langsung menyapaku.

"Oh hei, sudah bangun dari tadi?" Ucap dokter itu dengan kaku. Aku membalasnya hanya dengan anggukan.

"Lukamu bagaimana masih sakit?" Tanyanya. Aku membalasnya dengan menggelengkan kepala.

"Syukurlah, kalau begitu tunggu sebentar dokter ambilkan sarapan untukmu." Ucap dokter itu dan pergi meninggalkanku sendirian.

Tak lama kemudian dokter itu kembali dengan membawa semangkuk bubur, segelas susu dan 2buah pisang. Ia memberikan kepadaku dan mengambil 1 pisangnya.

"Ini dimakan dulu sarapannya, setelah itu dokter mau periksa kondisi luka lukamu okay." Ucap dokter itu. Lagi lagi aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

Setelah sarapan selesai dokter itu mengecek luka lukaku. Dan melakukan beberapa pemeriksaan. Aku mengikuti semua yang ia minta aku lakukan. Dan di akhir pemeriksaan aku menanyakan.

"Dokter, apa setelah ini Faresta boleh pergi keluar?" Tanyaku.

"Ya tentu saja, kamu bisa keluar tapi hanya di lingkungan rumah sakit saja." Jawabnya.

"Kenapa tak boleh pergi keluar dari lingkungan rumah sakit?" Tanyaku lagi dengan polos.

"Kamu masih terluka sayang. Dan kami belum mendapatkan info tentang keluarga mu yang masih hidup." Jawab dokter itu.

"Faresta sudah tidak punya siapa siapa lagi." Ucapku setelah mendengar kata kata dokter tersebut.

"Eh...? Maaf Faresta gimana maksudnya tadi?" Tanya dokter itu dengan wajahnya yang kaget.

"Iya, ayah dan ibu sudah tiada. Dan nenek sudah pergi dari dulu. Faresta tidak punya siapa siapa lagi." Jelasku dengan polos. Dan perlahan mataku mulai berkaca-kaca mengingat akan ayah dan ibu.

Dokter itu tak bisa berkata apa apa lagi saat itu. Ia hanya sedang berusaha membuatku berhenti menangis saat itu.

~

Kini aku berjalan mengelilingi rumah sakit ini seorang diri. Aku berjalan di pinggir berusaha untuk tidak menggangu orang lain. Hingga sampai aku melihat makhluk hitam yang saat itu ku lihat. Ia berdiri di depan pintu dan seperti sedang melihat ke dalam ruangan.

Aku melihat makhluk itu seketika nafasku menjadi berat dan tidak teratur, Perasaanku begitu ketakutan, badanku tiba tiba berkeringat begitu banyak dan akhirnya aku terjatuh ke lantai. Dan tiba tiba suster yang semalam mengobati luka lukaku membantuku untuk berdiri.

"Kamu gak apa apa?" Tanya suster itu.

Tapi aku yang trauma melihat makhluk hitam itu tak bisa berkata apa apa dan raut wajahku begitu ketakutan. Dan karena aku tak merespon pertanyaanya suster itu menarik tanganku membawaku ke taman rumah sakit dan duduk di bawah pohon yang rindang.

"Faresta, kamu gak apa apa sayang?" Tanya suster itu sekali lagi.

Kini perasaanku perlahan kembali tenang. Ku tarik nafasku dalam dalam dan ku hembuskan mencoba menenangkan diriku. Hal ini pernah di ajarkan oleh Bu guru saat di TK jadi aku melakukannya secara mandiri.

"Iya suster Faresta sudah baik baik aja." Jawabku.

"Apa yang kamu lihat disana? Kamu begitu ketakutan." Tanya suster itu penasaran.

"Faresta melihat makhluk hitam itu lagi suster." Jawabku.  Jelasku karena kupikir ia sudah mempercayai ceritaku semalam.

"Apa yang ia lakukan disana?" Tanyanya lagi.

"Tak ada dia hanya berdiri disana seperti yang dia lakukan saat itu." Jawabku.

"Kalau begitu kamu tenangkan dirimu disini dahulu biar suster yang pergi memeriksa disana ya." Ucap suster itu. Aku hanya membalasnya dengan mengangguk dan ia pergi meninggalkan-ku.

~

Aku kini memikirkan sesuatu di dalam kepalaku. Hingga seorang mendatangiku dengan kursi rodanya. Dia menyapaku dengan senyuman yang lebar terpancar dari wajahnya.

"Hei, hallo aku adhien. Kamu bisa panggil aku Adhie. Nama kamu?" Ucap anak yang duduk di kursi roda itu sambil mengulurkan tangannya padaku.

"Ha..halo.. Faresta. A..aku Faresta."jawabku dan membalas uluran tangannya.

"Salam kenal Faresta." Ucap Adhien.

Kemudian  dia banyak bercerita tentang dirinya dan pengalamannya. Dan juga ia berusaha membuatku tak murung lagi. Aku juga menceritakan soal kecelakaan dan menceritakan soal makhluk hitam itu. Dan untuk pertama kalinya anak seumuran ku percaya akan apa yang ku katakan. Dia tidak membantah ucapanku soal aku bisa melihat hantu. Dan karena itu aku jadi sedikit terbuka dengannya. Di sela pembicaraan kami dokter datang dan Adhien mengenalkan ku dengan dokter itu. Dokter itu bernama dokter Nata. Dan karena dokter itu juga aku mengetahui kemampuan mengingat Adhien yang begitu hebat. Dan tak lama kemudian Adhien di bawa pergi untuk beristirahat.

Kini hanya ada aku dan dokter Nata. Aku menjawab beberapa pertanyaan nya dan dia sering kali mencoba mengakrabkan dirinya denganku. Hingga ia bertanya soal keluargaku.

"Faresta Apa kamu masih memiliki keluarga yang bisa kami hubungi? Biar dokter membantumu untuk pulang kerumahmu." Ucapnya.

Aku mendengar ucapan itu, membuat perasaanku tak nyaman dan sedikit murung. "Tak ada ayah dan ibu tak mengenalkan-ku dengan keluargaku yang lain aku juga tak tau apa kami punya keluarga lain apa tidak." Jelasku padanya.

"Ah... Jadi kau tak tau dimana keluargamu yang lain ya." Balas dokter itu.

Kini aku baru kepikiran bagaimana nasibku? Aku sudah tak punya keluarga lagi kini hanya diriku seorang yang tersisa. Aku melihat ke dokter dan bertanya "Dokter, apa yang akan terjadi padaku jika seperti ini?" Tanyaku dan sepertinya dokter itu sedang memikirkan sesuatu juga di benaknya.

"Apa yang akan terjadi. Ada beberapa kemungkinan sih. 1 kamu akan di bawa ke panti asuhan. 2 kamu akan di pertemukan sama keluarga yang mau merawatmu." Jelasnya padaku.

Mendengar penjelasannya aku sedikit bersyukur mendengar itu. Tapi di lubuk hatiku ada perasaan penolakan akan hal itu tapi aku tak bisa mengatakannya.

Tiba tiba ia mengelus rambutku. "Tenang saja, dokter akan membantumu menemukan keluargamu." Ucapnya.

Perasaanku tersentuh mendengar ucapannya walau aku sendiri tak tau apa yang ia maksud dengan keluarga. Aku memeluknya tanpa berkata sepatah katapun lagi. Dan ia membalas pelukanku dengan lembut menghangatkan hatiku yang sebelumnya terasa dingin.

Just A Small Reason For HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang