ᶜᵒᵗⁱᵈⁱᵉ

87 13 4
                                    

Rumah tangga keduanya kini memasuki bulan ke tiga. Semuanya berjalan lancar, baik Deran maupun Tara, keduanya perlahan menerima kehadiran satu sama lain, mencoba terbuka dan menyatu. Satu hal yang Deran sangat suka dari kebiasaan suaminya yang tak berubah, Tara selalu meminta izinnya meski hanya untuk sekedar memeluk, meskipun bagi Deran hal seperti itu tidak perlu meminta persetujuannya karena lumrah bagi pasangan.

Pagi ini dimulai dengan mencuci piring bekas makan bersama, diselingi obrolan ringan seputar pekerjaan. Ya, Deran sudah mulai bekerja di sebuah Rumah Sakit Umum sebagai Dokter Spesialis Anak tiga minggu yang lalu. Mereka pernah membahas ini, Tara memang tak melarang Deran untuk bekerja atau tidak, ia membebaskan Deran memilihnya.

"Aku sebenernya masih kurang bisa adaptasi sama anak anak mas, tapi sejauh ini ga terlalu repot sih."

"Ya wajar, lagian kamu selama ini kan sendirian jadi gatau caranya ngadepin anak kecil, apalagi kalo sakit kan?." Jawab Tara, diangguki Deran. Suaminya benar, tapi tetap saja Deran tidak puas dengan dirinya sendiri karena kadang masih merasa takut pada anak kecil apalagi ia kurang paham cara mengatasi pasiennya jika tantrum pada saat pemeriksaan.

"Kamu berangkat jam berapa hari ini?."Tanya Deran, keduanya sudah selesai mencuci piring, kini tengah duduk bersampingan di sofa ruang tengah.

"Jam 9 aja deh, ga ada jadwal sebenernya hari ini, tapi males kalo tiba-tiba mendadak diminta kesana kan mending disana aja sampe jam 3 paling. Kamu mau aku anter jam berapa?."

"Sekarang." jawab Deran sambil menenteng tasnya. Tara mengangguk, keduanya berjalan keluar menuju mobil. Meski arah tempat mereka bekerja berlawanan, Tara selalu memaksa mengantar Dirinya, padahal menurut Deran itu melelahkan mengingat jarak tempatnya bekerja cukup jauh dari rumah mereka juga tempat Tara bekerja.

"Aku rencananya pulang kerja mau anter bunda ke butik." Tara melirik sekilas suaminya disamping lalu mengangguk.

"Jadi pulangnya aku gausah jemput?." Deran mengangguk, "Kamu yakin tetep mau hadir di acara mba Dian?Aku ga masalah kalo kamu gamau pergi Ran, kita bisa bilang ga dapet izin dari RS."Lanjutnya.

"Aku gapapa kok, ga enak juga masa udah di undang ga datang, itu juga acara keluarga kamu mas. Aku sama bunda kok, tenang aja."Jawab Deran sambil tersenyum.

Tara tak ingin Deran pergi ke acara tujuh bulanan sepupunya bukan karena apa, tapi terakhir kali ia membawa Deran sebulan yang lalu, mereka langsung dicerca tentang momongan, lebih tepatnya Deran. Ia berkali-kali mendapat pertanyaan soal anak, Tara tak ingin Deran kembali dengan raut sedih dan tertekan, lagipula mereka sudah memutuskan untuk tidak membahas soal itu, Tara menerima Deran begitu pula sebaliknya, dengan atau tanpa adanya anak tak mempengaruhi pernikahan mereka. Tara menganggap membahas anak diumur pernikahannya yang masih beberapa bulan itu terlalu cepat, apalagi ia dan Deran masih harus mengenal satu sama lain. Tara ingin menikmati masa pendekatan mereka, ingin mengenal Deran lebih baik lagi. Ia juga tak ingin memberatkan Deran jika suaminya tidak ingin memiliki anak.

"Mas gimana kalo kita adopsi anak?." Ucap Deran memecah keheningan.

Tara menggeleng, "Aku ga menolak, tapi buat sekarang jawabannya nggak. Aku tau kamu juga belum siap, kita masih punya banyak waktu buat bahas hal itu sayang. Sebenernya aku pun belum siap, aku mau ngabisin banyak waktu sama kamu." Jawab Tara. Deran tak menjawab, ia hanya tersenyum mendengar jawaban suaminya.

Deran masih selalu bersyukur dipasangkan dengan Tara, ia merasa dituntun olehnya. Tara begitu lembut dan penuh pengertian, sangat dewasa kadang membuat Deran merasa jauh dibawah Tara. Ia sama sekali tak menyesali pernikahan ini meski awalnya menolak keras.

"Pulang jam berapa?aku jemput dirumah bunda berarti?." Tara menghentikan mobilnya setelah sampai di depan tempat suaminya bekerja.

"Belum tau, nanti aku kabarin. Tapi, kalo kamu gabisa gausah jemput ya." Jawabnya. Tara mengangguk, menunggu Deran merapikan bawaannya, sebelum membuka pintu tidak melupakan kebiasaannya belakangan ini. Dicium Tara. Entah dimulai sejak kapan, tapi Deran akan merasa kurang jika turun sebelum mendapat satu kecupan dari suaminya.

"Ada yang ketinggalan?."Tanya Tara karena Deran tak kunjung turun.

"Aku ga dicium dulu?."Jawabnya.

Tara terkekeh lalu mencondongkan diri meraih tengkuk suaminya, membeci kecupan singkat pada sudut bibir Deran.

"Hati-hati ya mas."

"Hm, kamu juga. Jangan telat makan siang." Deran mengagguk lalu menutup pintu mobil, Menatap mobil suaminya melaju meninggalkan dirinya.





Sorry segini dulu, aku masih belum sepenuhnya inget jalan cerita ini, kayak masih ngawang karna udah lama banget haha.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐧𝐮𝐧𝐭𝐚 𝐛𝐫𝐮𝐬𝐜𝐚||ᵇᵒʸˢˡᵒᵛᵉ•²¹⁺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang