Kabar kelulusan itu rasanya sangat sia-sia. Akibat kekurangan biaya dan kesulitan ekonomi. Lya menjual beberapa perabotan rumah. Sofa, tv, rak buku, beberapa buku sekolah, dan meja makan berada di loak. Mey juga tidak bersekolah, Lya benar-benar bingung dan cukup kewalahan menghadapi situasi buruk ini. Reina berkuliah di Tangerang, cukup jauh dari Yogyakarta. Tugasnya banyak, apalagi dia berkuliah di prodi Hukum, sikap disiplin dan tekun sangat ditekankan dalam prodi itu. Lya tidak membicarakan kesulitannya pada Reina dan Sintya, tentu saja karena mereka sibuk dan Lya tidak ingin mengganggu studi sahabatnya.
Seharian ini Lya menjadi barista di cafe dekat rumahnya, sudah 1 bulan lamanya Lya bekerja disana. Walaupun gajinya kecil, setidaknya bisa menghidupi Lya dan adiknya. Mey yang mengetahui kakaknya bekerja, diam-diam Mey ikut membantu mengumpulkan pundi-pundi uang. Dia berjualan koran dan camilan basreng di dekat lampu merah. Walaupun hanya receh yang Mey dapatkan. Mey cukup bangga karena dagangannya bisa laku.
Lya menangis di pojok kamar. Ia memeluk bantal yang basah oleh tangisannya. Matanya sembab, Lya terbiasa menangis setiap malam. Penyesalan-penyesalan muncul di kepala Lya. Ia tak tahu, sampai kapan nasib buruk menghampirinya. Satunya-satunya yang Lya punya saat ini hanyalah Mey. Anak itu terlelap dalam selimut biru rajut buatan tangan Lya sendiri. Badannya meringkuk kedinginan. Perutnya menahan lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isak dan Rintik kala itu [End+Revisi]
Historia CortaCover by:Pinterest Hidup Lya dan Mey bagai bom waktu, Hujan rasanya tak pernah reda. Lya dan Mey 2 anak yang malang, setiap detik hidup mereka terasa berat tapi mau tak mau harus dijalani