PROLOGUE

214 8 3
                                    

Sudah sepuluh tahun lamanya, Jonathan terjebak di lubang hitam paling dalam di hidupnya. Ia menangis di dalam sana sendirian, meringkih menahan sakit sendirian, menahan sesak yang bergerumul di hatinya sendirian, dan mencoba mengusir kegelapan yang selalu menghantuinya. Lalu, yang paling buruk ialah, dirinya terpaksa mengubur mimpi dan berharap sedikit saja mendapatkan kebahagiaan.

Jonathan tidak punya siapa-siapa, ia benar-benar sendiri. Perasaannya seolah mati. Hatinya, seolah sudah membusuk.

Sudah sepuluh tahun lamanya, Jonathan merawat ibu beserta sang adik yang dua tahun lebih muda darinya seorang diri. Anne– yang masih belum bisa melewati masa berkabung selepas ditinggal anak dan suaminya, selalu bergantung pada sang sulung. Jikalau ingatannya kembali ke waktu itu–ke masa di mana semuanya menjadi tak terkendali– atau ketika tidur bermimpi buruk, maka kambuhlah sudah. Anne akan berteriak, dadanya akan terasa sesak, atau yang paling buruk adalah Anne sampai melukai dirinya sendiri.

Karena katanya, hal yang paling buruk di dunia adalah ketika orang tua yang ditinggal mati sang anak. Sepertinya itu benar, karena Jonathan menyaksikan sendiri bagaimana ibunya tersiksa selama ini.

Sudah sepuluh tahun, Jonathan menjalani hidup yang begitu sulit dan pahit.

Dan dirinya tidak bisa keluar. Ia benar-benar terjebak di lubang hitam kegelapan itu.

Sampai kini, setelah sepuluh tahun lamanya ia tidak bisa bernapas dengan tenang, Tuhan seperti memberinya jeda sejenak. Umurnya sudah menginjak delapan belas tahun dan sudah setahun belakangan semua seolah membaik. Termasuk keadaan Anne.

Sejak setahun lalu, Bi Aisa, adik dari Anne, membawa ibu Jonathan pergi ke psikiater kenalannya. Sejujurnya bukan dari setahun lalu, Bi Aisa menawarkan perawatan ke psikiater, melainkan sudah dari bertahun-tahun lalu. Namun agaknya, Jonathan baru berani sekarang. Jonathan yang awalnya ragu dan takut, setelah diberi pengertian berulang kali oleh bibinya akhirnya menyetujui. Ibu Jonathan menerima perawatan intensif. Sehingga kini kondisinya sudah sedikit stabil. Anne sudah perlahan menerima kejadian bertahun-tahun lalu. Anne berani mengunjungi makam anak dan suaminya yang sudah terlalu lama tak ia kunjungi. Anne sudah banyak berbicara kepada dua anaknya. Yang lebih Jonathan syukuri adalah, Anne sudah bisa tersenyum. Senyum yang sudah lama tidak dilihatnya.

Ya meskipun setiap hari sang ibu masih harus minum obat. Namun, Jonathan selalu berharap apa yang sudah diusahakannya akan membuahkan hasil yang sepadan. Meskipun tidak sepenuhnya bisa pulih, setidaknya Anne bisa sedikit menikmati hidupnya yang sudah kacau balau.

Jonathan juga merasa sedikit demi sedikit hatinya kembali sembuh. Seolah lubang kegelapan itu kini memiliki cela dan dirinya bisa bernapas meskipun belum mampu sepenuhnya.

Sungguh setahun belakangan dirinya menerima begitu banyak kejutan di hidupnya.

Cinta yang bertepuk sebelah tangan, kondisi ibu yang mulai membaik, adiknya yang semakin dewasa dan yang terakhir ... ia sudah memiliki pacar.

Ya, dalam setahun belakangan, Jonathan sudah memiliki kekasih. Gadis manis yang sangat mencintainya. Gadis yang selalu memberikan kasih sayang padanya, gadis yang tak henti-hentinya memberikan omelan ketika dirinya lupa makan.

Namun sayangnya sampai saat ini, Jonathan belum bisa membalas perasaan kekasihnya.  Sayangnya, selama ini Jonathan membalas kasih sayang itu dengan luka.

Padahal janji awal mereka menjalani hubungan adalah untuk saling membahagiakan.

Lelaki delapan belas tahun dengan gitar di tangannya itu kini duduk di balkon kamar, menikmati udara dingin selepas hujan malam. Ingatannya kembali di saat ia dan sang pacar pertama kali bertemu.

Namanya Valerie. Adik kelas satu tingkat di bawahnya.

Jonathan ingat, saat itu ia tengah berdiri di rooftop sekolah sendirian dan ia tak sengaja melihat ke arah Valerie yang berdiri di pembatas rooftop. Gadis itu tampaknya ... sangat kacau. Gadis itu ... nyaris bunuh diri.

Sampai saat ini, bahkan Valerie sering memanggilnya dengan malaikat penolong. Karena katanya, Jonathan lah yang menyelamatkan dirinya waktu itu. Sampai akhirnya Valerie sendiri yang mengajaknya berpacaran dan tidak tahu kenapa Jonathan tak bisa menolak.

Begitulah. Singkat padat jelas. Dan janji mereka waktu itu hanya satu.

Saling membahagiakan.

Ahh tidak ...

Atau lebih tepatnya,

Valerie yang selalu membahagiakan Jonathan.

Sedangkan Jonathan sendiri, masih tetap berada di masa lalu.

Mencintai cinta pertamanya.

•••

Bersambung~

Jonathan Seth Trengginas

Jonathan Seth Trengginas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/n :

Agghhh akhirnya update juga cerita ini huhuhu😭

Jujur kangen banget sama kalian yg setia baca cerita-ceritaku!

Apa kabar kalian? Sehat-sehat kan? Stay safe and stay healthy ya guys ❤️❤️

Ini baru awal, aku akan membawa kalian ke cerita yang bakalan bisa membuat perasaan kalian porak poranda. Bukan hanya tentang cinta, tapi tentang bagaimana kita harus menghargai seseorang yang sudah berjuang untuk kita.

Stay tune ya! Kalian mau aku update berapa kali seminggu? Sekali, dua kali, atau tiga kali? Hehehe😆

Sampai ketemu di chapter satu besok ya❤️❤️❤️

See you!!

With love,
Arunika Jae

Happiness, 2022 || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang