10. Kebahagiaan untuk Diri Kita Sendiri

55 4 0
                                    

Lo boleh hidup untuk membahagiakan orang lain, tapi tolong jangan lupa untuk bahagiain diri lo sendiri. Karena yang layak bukan hanya orang lain, tapi lo juga.

- Raden Zafran Aditya-

•••

Pukul sepuluh malam, Jonathan masih berdiri di depan Kafe Guest Star sejak tiga puluh menit lalu. Kafe akan tutup sebentar lagi, dan dia sengaja menunggu Kirana di sini. Ia sendiri tidak tahu apa tujuannya, tapi Jonathan seperti memiliki dorongan dari dalam dirinya sendiri. Agar segera mencari tahu, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa gadis ini? Mengapa ia sampai dipukuli dan diam saja diperlakukan seperti itu? Dan yang lebih anehnya lagi, kenapa semua teman-temannya tahu tentang dia dan hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa?

Dengan jaket kulit yang terpasang di tubuhnya, Jonathan memainkan ponsel karena sedang bertukar chat dengan Valerie. Tentu saja ia tidak bilang pada pacarnya itu bahwa kini ia sedang di luar dan menunggu gadis lain. Karena itu pasti menyakiti hati Valerie lagi. Ya meskipun bukan itu niat Jonathan sebenarnya.

Jonathan menegakkan punggungnya ketika lampu kafe sudah padam dan perempuan dengan rambut dicepol dan jaket jeans yang digunakannya itu keluar dari dalam sana. Kirana mengunci kafe itu.

"Ki ..." sapa Jonathan lebih dulu, dengan suara yang ragu-ragu. Kirana menoleh pelan, tangannya masih menggantung di kunci gembok. Ia melihat Jonathan heran.

"Kirana, kan?"

Merasa mengenali suara dan wajah itu, Kirana segera meletakkan kunci kafe di dalam tasnya. Mendekat ke arah Jonathan masih dengan wajah yang penuh keheranan.

"Lo temennya Caesar, kan? Ngapain di sini?" tanya Kirana beruntun.

"Nungguin lo," jawab Jonathan tanpa basa-basi.

Kirana mengerutkan kening. "Ada urusan apa?"

Lelaki itu tak langsung menjawab, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Tengah berpikir jawaban apa yang pas agar gadis itu tak langsung kabur.

"Gue rasa ... lo punya hutang penjelasan sama gue?"

Kirana memasang wajah tak mengerti. Jujur saja, Kirana tahu siapa sosok yang berdiri di depannya ini. Lagi pula, siapa yang tidak tahu laki-laki bernama Jonathan di sekolahnya? Katanya, Jonathan merupakan laki-laki paling tampan di SMA Melati. Kirana juga tak bisa mengelak karena memang parasnya tak main-main. Hidungnya mancung, bibirnya tipis, matanya sipit dan indah. Seolah tak kekurangan apapun.

Namun, yang jadi pertanyaan Kirana di dalam benak dan otaknya adalah ... hutang penjelasan apa yang dimaksud Jonathan? Kenapa dia sampai menunggunya pulang bekerja?

"Maksudnya?" Akhirnya Kirana bertanya. Jonathan tersenyum.

"Lupa lo? Gue masih bisa lihat loh itu bekas pukulan di wajah lo."

Deg deg deg.

Kirana ingat. Jonathan ini, laki-laki yang membantunya sewaktu Dewa memukulinya di ujung gang dekat rumahnya waktu itu. Ternyata Jonathan, Kirana tak terlalu jelas melihat wajahnya waktu itu karena hujan dan lampu gang yang temaram. Sungguh tak bisa Kirana duga. Wajahnya seketika berubah. Yang tadinya biasa saja dan penuh tanya, menjadi dingin dan tatapannya menjadi tajam. Kirana menatap Jonathan penuh bersalah juga risih. Ada tatapan malu yang ia layangkan pada lelaki itu.

"Gue permisi." Kirana berjalan meninggalkan Jonathan tanpa mau membahas apapun. Ia berjalan cepat.

"Ki .. Kirana .." Tentu saja Jonathan mengejar. Dia sudah menunggu selama setengah jam dengan berdiri. Kedinginan. Selama ini ia juga menunggu takdir menemukan mereka lagi. Namun ternyata mereka satu sekolah dan Jonathan tidak tahu sama sekali padahal semua temannya tahu. Sudah begitu, mana mungkin ia akan melepaskan Kirana begitu saja? Tidak mungkin, kan?

Happiness, 2022 || END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang