[02] HEIDELBERG

3 1 0
                                    

Heidelberg, Germany

Heidelberg menjadi kota pilihannya untuk menempuh pendidikan. Ruprect-karl Universitat of Heidelberg, adalah salah satu kampus tertua di German. Beradaptasi menjadi salah satu tantangan bagi setiap mahasiswa luar negeri sama halnya dengan Zura. Berjalan kaki menjadi kebiasaan baru baginya. Hampir sebulan sejak ia kuliah di sini dan gadis itu mulai membiasakan diri. Hari ini adalah hari Jumat, dan hanya ada satu kelas yang harus ia lewati. Seusai kelas berakhir, gadis itu selalu mampir ke perpustakaan barang 30 menit untuk sekedar membaca buku atau pun mengerjakan tugasnya.

"Zura, mau ke perpustakaan kan?" tanya seorang wanita dari balik punggung gadis itu. Namanya Janirah Ayu, salah satu mahasiswi fakultas teknik asal Jogjakarta. Mereka saling kenal karena sering bertemu di perpustakaan dan saling memandangi dengan penasaran sebelum akhirnya memutuskan untuk berkenalan dan akhirnya berteman akrab seperti sekarang.

Di sudut kanan perpustakaan yang berhadapan langsung dengan taman kampus yang hanya dibatasi oleh dinding kaca menjadi tempat mereka seperti biasa. Sinar matahari malu-malu namun tetap saja menelusup masuk. Mereka berdua sangat menyukai tempat itu.

"Zura, ndak bekerja hari ini?" tanya Janirah dengan logatnya yang khas.

"Nanti, jam 2," sahut gadis itu sambil tetap fokus menulis tugasnya.

"Entschuldigung (permisi)," ucap seseorang laki-laki. Akibat terlalu fokus, Zura tidak mengubris suara itu sama sekali.

"Darf ich hier sitzen? (Boleh saya duduk disini?)" ucap pria itu membuat Zura tiba-tiba mendongakkan kepala.

Janirah dimana? Tanya gadis itu dalam hati. Pria itu malah duduk tanpa mendengar jawaban dari Zura yang sedang celingak-celinguk. Akhirnya Zura memutuskan untuk melanjutkan tugasnya.

"Bitte (Silahkan)," ucap Zura dengan tenggorokan yang tiba-tiba tercekat. Laki-laki di hadapannya menampakkan diri dari balik buku tebal yang ia baca sambil tersenyum.

Zura akhirnya menyelesaikan tugasnya dan Janirah belum terlihat lagi. Zura memasukkan bukunya ke dalam tas sambil celingukan mencari Janirah. Laki-laki di depannya tiba-tiba menutup buku lalu berdiri dan pergi.

Setelah mengemasi alat-alat tulisnya, Zura menelusuri lorong-lorong perpustakaan namun tak kunjung menemukan Janirah. Akhirnya ia memutuskan untuk segera pergi karena harus menuju tempat kerjanya.

Kedai pancake tempat Zura bekerja letaknya tidak jauh, dan gadis itu terbiasa berjalan kaki. Dengan waktu yang ia punya, gadis itu yakin tidak akan terlambat. Suara bel bergemerincing saat Zura memasuki kedai. Wisnu, teman kerjanya melambai kearah Zura dari balik konter penerima pesanan. Segera gadis itu melesat ke lokernya lalu menyimpan tasnya. Diraihnya apron coklat tua di gantungan pegawai lalu mengikat kedua tali di punggungnya dengan luwes lalu segera melesat melayani pembeli yang sedang ramai itu.

Kampusnya memberikan keleluasaan bagi masiswanya untuk bekerja paruh waktu, sehingga Zura pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selain letak tempat kerjanya yang cukup dekat dengan kampus, kedai ini pula mengizinkan Zura bekerja paruh waktu.

"Ra, kemarin, ada pelanggan yang suka banget sama pancake buatanmu, " ucap Wisnu, "Dia pingin kamu yang buatin kalau dia datang—nah itu dia! Panjang umur!" Sontak Zura menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang laki-laki menggendong ransel hitam di punggungnya. Laki-laki itu tak asing bagi Zura, namun ia tak sepenuhnya yakin pernah bertemu laki-laki itu.

"Wis, pesan pancake seperti kemarin ya," kata laki-laki itu dengan akrab. Sepertinya ia sudah sering kesini, namun Zura baru pertama kali melihatnya.

SeparuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang