Sudah dua minggu berjalan sejak dimulai perkuliahannya. Hari ini hari sabtu, gadis itu libur kuliah juga pekerjaannya dan memutuskan untuk mengunjungi Paman dan Bibinya di Munich.
Kereta melaju kencang dari Haidelberg menuju Munich. Zura sedang meneguk secangkir kopi sambil melihat keluar jendela. Tiba-tiba teleponnya bergetar membuatnya segera memindahkan cangkirnya ke tangan satunya lagi.
"Guten Morgen, Tante," sapanya dengan bahasa German.
"Hei Zura. Ya tuhan, tidak sabar sekali bertemu denganmu. Nanti jika sudah sampai stasiun, Sam akan menjemputmu," ucap Tante Avantie, adik kandung ayahnya dari balik telepon.
"Siap tante," jawabnya, "Zura tidak sabar bertemu Sam," imbuhnya dengan sangat excited.
"Jika kau lupa wajah Sam. Cari saja yang paling mencolok," ucap tante Ariana sambil tertawa.
"Okey Tante," jawabnya, walau sedikit agak bingung dengan kata 'mencolok'.
"Nanti kita bicara lagi, okey? Tante sedang membuat muffin kesukaanmu."
"Ah, Zura jadi tidak sabar mencicipinya. Aromanya sudah tercium sampai sini tante,"
"Baiklah, minta masinisnya lebih ngebut," ucap tantenya sambil tertawa kecil.
"Okey tante. Nanti Zura sampaikan. Bye tante," katanya lalu menutup telepon.
Adik bungsu ayahnya yang akrab ia sapa Bibi An menikah dengan orang German dan memiliki dua orang anak, Samantha dan Louis.
Sesampainya gadis itu di stasiun, matanya mencari-cari Sam, sepupunya. Ia mengingat-ingat kembali wajah Sam, jangan sampai salah orang. Di dekat loket, dilihatnya gadis berambut panjang sepinggang dengan beberapa helai rambut di cat berwarna abu, terlihat sangat mencolok di tengah-tengah rambut pirangnya. Stylenya tidak perlu diragukan lagi, kaos putih polos dibalut jaket kulit berwarna coklat muda dengan jeans sobek-sobek di lutut, juga sneakers abu yang senada dengan salah satu corak rambutnya membuat Zura paham maksud Tante Avantie tadi perihal 'mencolok". Gadis itu melambai-lambai ke arah Zura membuat semakin yakin ia tidak salah orang.
"Sam!" ucap Zura setengah memekik sambil memeluk Sam.
"Zura astaga, jalanmu seperti siput," gerutu gadis itu, saat mereka saling melepas peluk.
"Aku hampir tidak mengenalimu tau," ucap Zura sambil memeluk sepupunya itu lagi. "Zura, please, look at you," kata Sam mengagumi Zura. "Oh ya! Aku berniat mengajakmu keliling Munich. Tapi Mommy-ku pasti marah kalau aku tidak membawamu kerumah dulu, karena dia sudah membuat baaaanyak sekali makanan," kata Sam menjelaskan dengan sangat cepat.
"Okey, okey, Ayo kita cicipi dulu makanan Mommy mu, lalu kita jalan-jalan," kata Zura lalu bergegas menuju parkiran bersama Sam.
Zura terkejut saat diajak oleh Sam masuk ke mobil Porsche kuning mengkilat itu. "Sam, seriously? Kamu bisa mengendarai mobil ini?"
"Zura, kau lupa ya, aku sudah 19 tahun. Ini simku kalau tidak percaya," katanya sambil menunjukkan sim resmi yang dikeluarkan oleh kepolisian Munich. Tertulis disana Samantha Grey.
"Okey, aku percaya," kata Zura lalu dengan ragu masuk ke dalam mobil.
"Let's go!" mobil itu melaju di jalanan Munich yang sedang tidak terlalu ramai. Suaranya halus, namun tetap saja tak biasa bagi Zura.
"Warna mobilmu sangat mencolok sekali, Sam," ucap Zura sambil memperhatikan pandangan orang-orang yang melihat mobil ini melintasi jalanan.
"Of course. Mencolok itu Samantha Grey," katanya sambil tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh
Teen FictionEntah badai apa yang membuat dua manusia paling keras kepala ini terdampar pada pulau yang sama. Yang satu bersikeras ingin pergi, yang satu bersikeras ingin bertahan. Azura Nalani, namanya. Si keras kepala yang terlalu keras pada diri sendiri. Ber...